Mozaik Peradaban Islam

Kitab al-Aghani Karya Abul Faraj al-Asfahani (2): Kontroversi Seputar Kitab

in Pustaka

Last updated on December 20th, 2019 01:24 pm

Foto Ilustrasi: Alquran tua dari abad ke-7, koleksi milik Universitas Birmingham

Seperti karya monumental lainnya, ada yang sepakat, mendiamkan, membela, dan mencacinya. Tetapi mereka sepakat bahwa kitab ini merupakan sumber pertama dan utama dalam kesusasteraan Arab.

Oleh Khoirul Imam[i]

Kitab al-Aghani karya Abul Faraj al-Ashfahani adalah masterpiece yang sampai saat ini belum tertandingi. Kitab ini terdiri dari 25 jilid besar, dengan jumlah halaman tiap jilid  bervariasi antara 250-400 halaman. Kitab ini mengkodifikasi beragam keilmuan, termasuk tafsir, hadis, bahasa, biografi, ragam peristiwa malam hari, dan informasi seputar masyarakat, penguasa, para menteri, dan ulama. Atau ia juga dapat dikatakan sebagai ensiklopedi sastra, nyanyian, syair, dan puisi, sejak era jahiliah, masa Islam, era Bani Umayah, hingga era Bani Abbasiyah pada masa pemerintahan al-Mu’tadhid Billah (w. 289 H).

Adapun penamaan kitab ini dengan “al-Aghani” karena di dalamnya menampung sejumlah nyanyian dan senandung Arab, serta teks-teks dan dialektika kesusasteraan. Kitab ini dikonstruksi atas seratus lagu, di mana Khalifah Harun ar-Rasyid memerintahkan penyanyi istana yang bernama Ibrahim al-Maushuli untuk memilihkannya. Kemudian tanggung jawab itu diserahkan kepada Abul Faraj, termasuk menambahkannya untuk Khalifah al-Watsiq. Dia pun memilih nyanyian dan lagu-lagu dari sumber-sumber lain, lalu menyalin seluruhnya dengan menambahkan keterangan, penjelasan, ringkasan; menafsirkan kalimat-kalimat musykil dan memperjelas kata-kata asing dari berbagai aspek syair dan kesusasteraan serta semua hal yang berhubungan dengannya.

Selain itu, kitab ini ditulis selama lima puluh tahun. Dan ketika Abul Faraj menuntaskan karya tersebut, dia pun mempersembahkannya kepada Saif ad-Daulah al-Hamadani. Lalu atas hasil jerih payahnya, Abul Faraj memperoleh imbalan seribu dinar. Namun imbalan ini menurut ash-Shahib ibn al-‘Abbad (w. 995 M) tidak sepadan. Dia menganggap hadiah tersebut terlalu murah untuk kaliber ini. Dia menyatakan bahwa Saif ad-Daulah terlalu mengentengkan, dan tak sepatutnya dia menganggap remeh karya tersebut.[ii]

Sebagai karya monumental, harus diakui bahwa kehadirannya cukup kontroversial di kalangan ulama. Di antara mereka ada yang memuji, menyetujui, mendiamkan, dan mencacinya. Bahkan di antara mereka ada yang menyebutkan di dalam kitab tersebut mengandung distorsi sejarah Islam yang memalukan, terutama sejarah para khalifah, pemerintah, ulama, dan lain-lain. Mereka digambarkan tidak bermoral, tak beragama, dan tidak memiliki kontrol untuk melakukan perbuatan tabu dan tindakan syahwat. Karena itu, dalam membaca kitab tersebut, ada sebagian ulama yang menyarankan agar menyaring informasi secara serius agar tidak terjebak oleh informasi-informasi yang serampangan. [iii]

Dalam hal ini, Ibnul Jauziy mengkritik keras dengan menyatakan bahwa penulisnya adalah seorang Syiah, dan kitab tersebut tidak dapat dipercaya sebagaimana penulisnya. Di dalamnya mengandung sesuatu yang amoral, terlalu menganggap remeh persoalan minum arak. Kemungkinan si penulis sedang menceritakan tentang dirinya sendiri. Maka siapa pun yang menelaah kitab ini, dia akan melihat segala bentuk keburukan dan kebobrokan.[iv] Karena itu, dan juga disebabkan penulisnya adalah seorang Syiah, maka para ahli hadis tidak mempercayai riwayat-riwayat darinya, meski sebagian orang tetap meyakininya.[v]

Al-Khatib al-Baghdadi menukil satu riwayat dari seorang Alawi yang bersumber dari al-Hasan bin al-Husain an-Naukhbati yang menyatakan bahwa Abul Faraj al-Ashfahani seorang pembohong besar. Dia sering masuk pasar kertas yang sangat ramai, juga mengunjungi toko-toko kitab. Lalu membelinya beberapa dan membawanya pulang. Dia pun menukil dari lembaran-lembaran (shuhuf) tersebut, termasuk riwayat-riyawat penting yang ada di dalamnya,[vi] meskipun mendasarkan riwayat dari berbagai kitab memiliki derajat lebih rendah dibandingkan dengan berjumpa dengan banyak ulama.[vii]

Di dalam Mizan al-I’tidal fi Naqd ar-Rijal, Adz-Dzahabi memberikan penilaian yang cukup obyektif dengan mengatakan bahwa Abul Faraj al-Ashfahani adalah seorang yang kredibel (shaduq). Meskipun seorang Syiah tetapi dia merupakan salah seorang pesohor di pemerintahan Khalifah Umayah. Sedangkan kitab al-Aghani merupakan puncak pengetahuan dan informasi sejarah manusia pada masa itu yang menawan dan menakjubkan. Di dalamnya juga mengandung informasi berharga seputar syair, nyanyian, dan peradaban.[viii]

Namun demikian, selayaknya bagi pembaca untuk mempertimbangkan dari mana datangnya kritikan tersebut. Hal ini seperti disarankan oleh Rabi’ as-Samlali bahwa kesusasteraan dan kritik sastra mempunyai ahli dan pakarnya sendiri. Sementara ranah Ibnul Jauziy sebagai pakar hukum Islam dan seorang dai tidak memiliki kompentensi dalam bidang kesusasteraan maupun kritik sastra.[ix] Maka tidak selayaknya—dalam ranah ini—kita sepenuhnya mengamini pernyataan Ibnul Jauziy. Dan merupakan sesat pikir manakala kita menafikan keutamaan dan keistimewaan seseorang hanya karena ideologinya.[]

Bersambung ke:

Sebelumnya:


Catatan Kaki:

[i] Staf Pengajar Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) An Nur Yogyakarta

[ii] Rabi’ as-Samlali, “Wa Yas’alunaka an Kitab al-Aghani” dalam http://howiyapress.com/ akses 8 Desember 2019

[iii] “Al-Aghani” dalam https://dorar.net/article akses 8 Desember 2019

[iv] Ibn al-Jauziy, Al-Muntazham fi Tarikh al-Umam wa al-Mulk, tahqiq: Muhammad Abdul Qadir Atha dan Musthafa Abdul Qadir Atha, (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah, tt.), juz. 14, hlm. 185

[v] Ihsan Abbas, dkk, “Muqaddimah at-Tahqiq” dalam Abul Faraj al-Asfahani, Kitab al-Aghani., hlm. 12-13

[vi] Adz-Dzahabi, Mizan al-I’tidal fi Naqd ar-Rijal, tahqiq: Ali Muhammad al-Bajawi, (Beirut: Dar al-Ma’rifat, tt.), hlm. 124

[vii] Ihsan Abbas, dkk, “Muqaddimah at-Tahqiq” dalam Abul Faraj al-Asfahani, Kitab al-Aghani, jil. I, hlm. 13

[viii] Adz-Dzahabi, Mizan al-I’tidal fi Naqd ar-Rijal,. Hlm. 123

[ix] Rabi’ as-Samlali, “Wa Yas’alunaka an Kitab al-Aghani” dalam http://howiyapress.com/ akses 8 Desember 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*