“Namaku Mahdi. Aku datang untuk membimbingmu ke jalan yang benar.”
–O–
Suatu hari di awal-awal pertemuan Elijah Muhammad dengan Guru W. D. Fard. “Siapa engkau, dan apa nama aslimu?” Elijah bertanya. “Aku adalah orangnya, yang dunia telah mencarinya dalam 2.000 tahun terakhir,” kata Guru W. D. Fard. “Apa nama aslimu?” Elijah kembali bertanya. “Namaku Mahdi. Aku datang untuk membimbingmu ke jalan yang benar.”
Setelah mendidik Elijah Muhamad dan menjadikannya sebagai tangan kanannya, mereka merekrut banyak orang untuk bergabung. Hingga suatu waktu pada tahun 1934 Guru W. D. Fard menghilang begitu saja tanpa jejak. Demikianlah sebuah kisah yang diceritakan oleh Elijah Muhamad kepada Malcolm, dan dia benar-benar mempercayainya.
–O–
“Tuhan telah memberi Tuan (Elijah) Muhammad suatu kebenaran yang tajam, itu seperti pedang bermata dua. Itu memotong anda. Itu menyebabkan anda sangat kesakitan, tetapi jika anda dapat menerima kebenaran, itu akan menyembuhkan anda dan menyelamatkan anda dari apa yang, jika tidak, akan menjadi kematian yang pasti. Saya tahu anda tidak menyadari dahsyatnya, kengerian, dari apa yang disebut dengan kejahatan orang kulit putih Kristen….
“Mengapa? Pemerkosaan pria kulit putih terhadap wanita ras kulit hitam itu dimulai tepat di kapal-kapal budak itu! Iblis bermata biru bahkan tidak bisa menunggu sampai dia mendapatkannya di sini! Mengapa? Saudara dan saudari, umat manusia yang beradab tidak pernah mengenal pesta keserakahan seks, nafsu, dan pembunuhan seperti itu,” kata Malcolm dalam sebuah pertemuan Nation of Islam (NOI) di Boston.
Malcolm menjadi semakin sering menjadi pembicara utama di dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh NOI. Dia seringkali membahas tentang kengerian perbudakkan, menurutnya kisah seperti itu lah yang dapat menggugah dan membangkitkan kesadaran orang-orang negro. “Pikirkan bagaimana itu dibangun dari darah dan keringat tubuh orang tuamu yang dijadikan budak untuk membangun imperium ini, yang hari ini menjadi yang terkaya dibanding semua negara—yang mana kejahatan dan keserakahannya menyebabkannya dibenci oleh seluruh dunia!” ujar Malcolm berapi-api.
Hanya dalam waktu tiga bulan di Boston, Malcolm telah berhasil menjaring banyak pengikut. NOI akhirnya membuka sebuah kuil kecil baru di sana, Malcolm memberikan alamatnya kepada Elijah Muhammad dengan kegembiraan dan kebanggaan.
Suatu hari, kakak perempuan Malcolm yang bernama Ella datang menghadiri pertemuan NOI, sebenarnya dia hanya ingin bertemu dengan Malcolm saja, bukan karena tertarik terhadap NOI. Ella hampir tidak percaya ketika melihat Malcolm berbicara di atas mimbar. Si berandal itu kini telah mempunyai kemampuan berbicara yang memukau, dia membuat setiap orang yang hadir terpesona.
Ella mematung sama sekali tidak bergerak di kursinya ketika melihat Malcolm. Sampai akhirnya menjelang akhir ceramah Malcolm meminta kepada setiap peserta yang percaya dengan ucapannya untuk berdiri, tanpa diduga Ella juga ikut berdiri.
Malcolm kemudian meminta mereka untuk mengikuti kata-katanya, “dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun, segala pujian hanya untuk Allah, Tuhan dari semua alam, yang Maha Pengasih, penuh pengampunan pada hari penghakiman di mana kita sekarang hidup…. Saya bersaksi bahwa ada tidak ada Tuhan selain Engkau dan Yang Mulia Elijah Muhammad adalah Hamba dan Rasul-Mu.”
Malcolm tidak pernah menyangka Ella akan ikut masuk “Islam”. Dia adalah satu-satunya di antara semua saudara Malcolm yang sebelumnya tidak ikut serta masuk Islam. Saudara Malcolm yang lainnya, Hilda dan Reginald, pernah mencoba mengajaknya untuk masuk Islam, namun dia tetap keras kepala dan tidak bergeming. Ella adalah orang yang liberal, tidak terlalu tertarik dengan persoalan-persoalan religius. Bahkan, khusus soal Islam, Ella pernah berkata, “siapa pun bisa menjadi apa pun yang diinginkannya, Holy Roller (salah satu ordo dalam Evangelis), Adventis Hari Ketujuh, atau apa pun itu, tetapi saya tidak akan pernah menjadi Muslim.”
–O–
Pada Juni 1954, kota selanjutnya yang menjadi sasaran Malcolm untuk menjaring pengikut adalah New York. Jumlah Muslim yang ada di kota ini sangat sedikit, yang apabila dimasukkan ke dalam bus, jumlah mereka tidak akan membuat bus tersebut penuh. Di kota ini Malcolm mengalami kesulitan, sebab setiap dia turun ke jalanan, di antara 1.000 orang yang dia coba untuk jaring, hanya satu saja yang tertarik untuk bertanya. Dan luar biasanya mereka sama sekali tidak tahu apa itu Islam.
Di salah satu daerah di New York, di Harlem, Malcolm menganalisa, apa yang menyebabkan mereka tidak tertarik ke Islam. Ternyata, di Harlem banyak sekali pendakwah-pendakwah lainnya yang mencoba menjaring pengikut dari kalangan kulit hitam. NOI hanyalah salah satu di antara mereka.
Malcolm mencoba berbagai cara lain, namun tetap saja, yang pada akhirnya datang ke Kuil Nomor Tujuh NOI di New York hanya satu atau dua orang saja. Namun Malcolm menyadari sesuatu, orang-orang baru tersebut ternyata adalah orang-orang jemaat Gereja. Malcolm memutuskan untuk lebih fokus kepada calon pengikut yang potensial saja, maka sasaran dia selanjutnya adalah: Gereja Kristen. (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan:
Artikel ini merupakan adaptasi dan terjemahan bebas dari buku karya Malcolm X dan Alex Haley, The Autobiography of Malcolm X, (Ballantine Books: New York 1992), hlm 131-141.