Malcolm X (11): Bertemu Elijah Muhammad, “Sang Nabi”

in Tokoh

Last updated on April 22nd, 2018 12:48 pm

“Malcolm bergetar, karena dia akan bertemu dengan Sang Nabi, Elijah Muhammad. Sosoknya adalah seorang pria kecil, berwajah lembut dan coklat, dan nampak rapuh.”

–O–

Elijah Muhammad di sekitar tahun 1960-an. Photo: Pictorial Parade/Archive Photos/Getty Images

Pada hari Minggu 31  Agustus 1952, sehari sebelum hari buruh di Amerika Serikat, Malcolm sangat bersemangat, karena dia akan berangkat ke Chicago dari Detroit bersama rombongan Muslim negro lainnya untuk mendengarkan ceramah Elijah Muhammad di “Kuil Nomor Dua” (Temple Number Two).

Di Chicago, sekitar 200 orang peserta yang terdiri dari anggota Nation of Islam (NOI) Detroit dan Chicago menanti kehadiran Elijah Muhammad di atas mimbar. Malcolm merasa sangat emosional, karena ini pertama kalinya dia akan melihat langsung “Sang Nabi”. Ketika Elijah Muhammad naik ke mimbar, Malcolm melihat sosoknya, seorang pria kecil, berwajah lembut dan coklat, dan nampak rapuh. Dia mengenakan jas berwarna hitam, kopiah dengan bordiran berwarna emas, kemeja putih, dan dasi kupu-kupu.

“Saya tidak pernah berhenti satu hari pun selama 21 tahun terakhir. Saya telah bangkit, berkhotbah kepada anda semua selama 21 tahun terakhir, baik ketika saya bebas, dan bahkan ketika saya masih dalam perbudakan….,” kata Elijah Muhammad. Selanjutnya Malcolm mendengar kisah yang sama yang dia dapat ketika di penjara tentang asal-usul manusia, ras kulit hitam, penciptaan setan kulit putih, dan seterusnya, bedanya, kali ini dia mendengar langsung dari Elijah Muhammad.

Malcolm mendengarkan dengan serius. Hingga di tengah ceramah, dia memanggil Malcolm dan memintanya berdiri. Malcolm sangat terkejut, dia berdiri di hadapan 200 Muslim lainnya. Elijah mengatakan kepada peserta, bahwa Malcolm baru saja keluar dari penjara, dan selama di penjara, dia sangat tabah. “Setiap hari, selama bertahun-tahun, saudara Malcolm telah menulis surat dari penjara kepada saya. Dan saya telah membalas kepadanya sesering yang saya bisa,” kata Elijah kepada peserta.

Sore harinya, setelah acara pertemuan usai, Elijah Muhammad mengundang Malcolm dan keluarga Wilfred ke rumahnya. Malcolm berharap mendapatkan petuah-petuah dari Elijah Muhammad, tapi ternyata, ketimbang berbicara, Elijah malah lebih banyak bertanya tentang berbagai macam hal kepada mereka.

Malcolm mempunyai pemikiran, bahwa semestinya, dengan pengetahuan yang benar mengenai hakikat manusia pertama, NOI mempunyai lebih banyak anggota. Malcolm tidak canggung, dan sudah menjadi wataknya untuk mengungkapkan apa yang dia pikirkan, dia bertanya kepada Elijah, berapa seharusnya jumlah anggota NOI di Detroit.

“Seharusnya ada ribuan,” kata Elijah. “Baik Tuan. Tuan, apa pendapatmu tentang cara terbaik untuk mendapatkan ribuan (anggota) di sana?” kata Malcolm. “Carilah anak muda, sekalinya engkau mendapatkan mereka, yang tua akan sama-sama mengikuti.”

–O–

Kembali ke Detroit, Malcolm sudah mendapatkan suntikan semangat baru. Hal pertama yang dia lakukan adalah membuang nama belakangnya, tadinya Malcolm bernama lengkap Malcolm Little, kini dia mengubahnya menjadi Malcolm X. “X” adalah sebuah simbol dari hilangnya identitas bangsa Afrika. Ketika para budak kulit hitam diperbudak oleh kulit putih, identitas masa lalunya dihapuskan, dan bahkan dia menjadi tidak tahu nama keluarganya sendiri.

Nama belakang Malcolm, “Little”, adalah nama budak yang diberikan oleh tuan kulit putih. Maka membuang nama belakang merupakan salah satu bentuk perlawanan terhadap perbudakkan. Bukan hanya Malcolm, anggota NOI lainnya pun melakukah hal yang sama, membuang nama belakangnya dan untuk sementara menggantinya dengan “X”. Elijah mengatakan, bahwa mereka harus menggunakan “X” sebagai nama belakang sampai Allah suatu saat nanti mengembalikan nama asli mereka.

Malcolm kemudian dengan agresif mencoba merekrut para anak muda negro untuk masuk Islam. Dia mengistilahkan kegiatan ini dengan istilah “fishing” (memancing ikan). Dia datang ke ghetto (pemukiman kumuh orang-orang kulit hitam) di Detroit. Dulu, Malcolm menghabiskan masa remajanya di tempat tersebut dengan berbuat berbagai macam kenakalan.

Awalnya dia masih merasa canggung, namun semakin sering, dia semakin fasih. “Setan bermata biru ini telah memanipulasi kekristenan-nya, untuk tetap menjejakkan kakinya di punggung kita, untuk membuat kita tertuju pada kue di langit dan surga di akhirat. Sementara dia menikmati surganya di sini, di bumi ini, dalam kehidupan ini!” kata Malcolm berapi-api. “Hei, menyingkir dari hadapanku, dasar negro gila!” kata salah seorang negro di Ghetto. Tidak sedikit Malcolm mendapatkan makian semacam itu, namun dia tetap gigih.

Hanya dalam hitungan beberapa bulan, inovasi Malcolm dengan cara turun langsung ke jalanan membuahkan hasil. Anggota NOI di Detroit bertambah sampai tiga kali lipat. Hingga akhirnya Malcolm dipromosikan oleh Elijah Muhammad untuk menjadi asisten menteri Kuil Nomor Satu di Detroit. Di masing-masing kota dan masing-masing Kuil, terdapat seorang Menteri yang menjadi bawahan langsung Elijah Muhammad. (PH)

Bersambung ke:

Malcolm X (12): W. D. Fard, “Sang Mahdi”

Sebelumnya:

Malcolm X (10): Keluar Penjara

Artikel ini merupakan adaptasi dan terjemahan bebas dari buku karya Malcolm X dan Alex Haley, The Autobiography of Malcolm X, (Ballantine Books: New York 1992), hlm 127-131.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*