“Keislaman Cheng Ho sejauh ini masih kontroversial, baik di kalangan komunitas Tionghoa maupun Islam. Keislaman Cheng Ho seakan menjadi hal yang masih sulit diterima oleh banyak kalangan.”
–O–
Di bagian dalam masjid kita dapat temukan desain arsitektur perpaduan tiga kebudayaan, yaitu Islam, China, dan Palembang. Budaya Islam tampak pada tulisan kaligrafi Islam yang terpampang di sepanjang balkon; budaya China dapat dilihat pada struktur bangunan berupa tiang-tiang dan kolom yang dibentuk sedemikian rupa, sehingga menjadi terlihat seperti pondasi kayu pada bangunan-bangunan bergaya China, selain itu warna merah pun tetap mendominasi di berbagai sudut; dan budaya Palembang nampak pada mimbar masjid yang terbuat dari kayu, mimbar tersebut diukir oleh gambar-gambar ukiran khas Palembang yang berornamen tetumbuhan, dan selain itu pada umumnya mimbar-mimbar masjid di Palembang berbentuk seperti panggung dengan tangga pada bagian depannya, sehingga apabila khatib duduk di situ, dia akan terlihat jelas karena posisinya berada di atas. Masjid tersebut terdiri dari dua lantai, dan dapat menampung sampai 1500 jamaah.[1]
Berdasarkan pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh pengelola masjid, yaitu PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia—belakangan mereka mengubah namanya menjadi ‘Pembina Iman Tauhid Islam’) DPW Sumsel, “tujuan pemakaian nama Laksamana Haji Muhammad Cheng Ho bukan untuk mengkultuskan, tetapi kita ingin meneladani dan mengingatkan, bahwa sikap hidup Laksamana Haji Muhammad Cheng Ho adalah mengembangkan semangat dakwah dan silaturrahim pada seluruh bangsa di dunia seperti yang diperlihatkan dalam perjalanan pelayarannya, dia mampu membangun sinergi antara tugas negara sebagai pejabat negara dan misi dakwahnya sebagai seorang muslim.”
Siapakah Cheng Ho?
Kisah mengenai Cheng Ho dipaparkan oleh Sumanto Al Qurtuby dalam jurnal Studia Islamika, Vol. 16, No. 1, 2009:
“Meskipun arus kedatangan orang-orang Cina ke Indonesia sudah berlangsung dari sebelum abad ke-6 sampai dengan paroh pertama abad ke-13, tidak ada satupun keterangan sejarah yang menjelaskan bahwa Islam dijadikan sebagai agama mereka. Baru pada abad ke-15, menurut beberapa informasi yang ada, Indonesia didatangi seorang muslim Cina yang akhirnya diketahui sebagai Laksamana Cheng Ho. Terlahir di desa He Dai, Kunyang, Yunnan sekitar tahun 1370, Cheng Ho yang termasuk kedalam silsilah marga Ma—suku Hui yang mayoritas beragam Islam—sangat terinspirasi oleh perjalanan hidup ayahnya, Ma Haji (1344-1382), seorang muslim yang taat. Seluruh keluarganya, termasuk kakek dan buyutnya, beragama Islam dan kesemuanya pernah menjalankan ibadah haji.
Dilihat dari riwayat pendidikan serta segala laku keseharian yang dijalankan—seperti ziarah ke makam pendahulu Islam, mendirikan masjid Islam, maupun mengajak kaum muslim untuk berlayar besamanya—sulit untuk tidak mengatakan bahwa tokoh yang juga dikenal dengan nama Zheng He, Sam Po Kong, Sam Poo Tay Djin, Sam Poo Tay Kam, Sam Poo Toa Lang ini adalah seorang Muslim. Namun di Indonesia, keislaman Cheng Ho sejauh ini masih kontroversial, baik di kalangan komunitas Tionghoa maupun Islam. Keislaman Cheng Ho seakan menjadi hal yang masih sulit diterima oleh banyak kalangan, terlebih jika dikatakan bahwa ia—lebih luas, komunitas Muslim China—turut berperan penting atas perkembangan Islam di Indonesia….
…. Tanpa mengesampingkan peran muslim Cina lain, tokoh yang sangat berperan bagi terjadinya proses tersebut adalah Cheng Ho. Rekam jejak yang telah terdeskripsikan dalam catatan sejarah Indonesia masa kolonial menegaskan bahwa keberadaan tokoh muslim Cina ini turut serta mempengaruhi corak budaya Islam Indonesia, terkhusus Jawa. Selain sebagai penasehat utama Kaisar Yung-Lo—Kaisar ketiga dari Dinasti Ming, Cina yang berkuasa tahun 1403-1424—ia juga dikenal sebagai seorang pelaut muslim yang dengan bermodalkan 62 kapal besar dan 225 kapal kecil yang terdiri dari 27.550 anggota telah berhasil melakukan ekspedisi ke lebih dari 37 negara, termasuk Indonesia yang dalam kurun tahun 1405-1433, telah 7 kali ia kunjungi. Dalam konteks Islam Nusantara, selain terjadinya persebaran komunitas muslim Cina, kunjungan Cheng Ho beserta ribuan armadanya tersebut juga berdampak bagi terbentuknya relasi kultural yang sangat erat.
Penting dicatat, Cheng Ho terlibat mendakwahkan ajaran Islam sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang selanjutnya ia kombinasikan dengan beberapa prinsip ideal yang diadopsi dari ajaran lokal Cina seperti Confusiusme maupun Taoisme. Di sinilah titik singgung terkait relasi antara Islam sebagai agama lokal Indonesia dengan beberapa prinsip Tao sebagai kepercayan lokal China bisa diidentifikasi. Dan itu sudah terlihat sebagai sebuah fenomena global pada saat Jawa belum bersinggungan dengan unsur-unsur modernitas.”[2]
Dalam sejarah perjalanan Cheng Ho ke nusantara, tercatat dalam sejarah bahwa ribuan armada Cheng Ho mengunjungi Palembang sebanyak tiga kali, yaitu pada periode 1405-1407, 1413-1415, dan 1430-1433. Kunjungan terakhir Cheng Ho ke Nusantara adalah pada tahun 1430-an, ketika usianya sudah hampir mencapai 60 tahun. Tiga warsa berselang, sang laksamana meninggal dunia.[3]
Cheng Ho datang ketika Nusantara, terutama di Jawa dan Sumatera, sedang menatap masa peralihan dari era kerajaan Hindu-Buddha ke Islam. Cheng Ho disebut-sebut berperan penting dalam penyebaran ajaran Islam di Nusantara yang nantinya menjadi agama mayoritas di Indonesia meskipun ia adalah orang asli Cina, bahkan duta resmi Dinasti Ming.[4] (PH)
Bersambung ke:
Masjid Muhammad Cheng Ho Palembang (3): Persatuan Islam Tionghoa Indonesia
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] Anindita, “Masjid Cheng Ho Palembang – Wisata Religi Kota Palembang”, dari laman http://www.pergiberwisata.com/masjid-cheng-ho-palembang/, diakses 22 November 2017.
[2] Sumanto Al Qurtuby, The Tao of Islam: Cheng Ho and the Legacy of Chinese Muslims in Pre-Modern Java, Jurnal Studia Islamika, Vol. 16, No. 1, 2009, hlm 51-52.
[3] Petrik Matanasi, “15 Masjid yang Mengabadikan Cheng Ho di Indonesia”, dari laman https://tirto.id/15-masjid-yang-mengabadikan-cheng-ho-di-indonesia-cpDS, diakses 21 November 2017.
[4] Ibid.