Mozaik Peradaban Islam

Omar Khayyam (4): Rubaiyat, Puisi-Puisi Karya Omar Khayyam

in Tokoh

Beberapa (mengharap) untuk Kemuliaan Dunia Ini; dan beberapa Mendesah untuk Surga Sang Nabi, yang akan datang; Ah, ambillah Uang Tunainya, dan bebaskanlah tagihannya, Juga tidak perlu mengindahkan gemuruh Gendang di kejauhan!

Sampul buka The Rubáiyát of Omar Khayyám dalam versi terjemahan yang lebih baru karya Tamam Shud. Foto: Amazon

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, keterkenalan Omar Khayyam di dunia Barat adalah karena puisi-puisinya – atau puisi yang mengatasnamakan dirinya, sebagaimana akan sedikit diulas di bawah ini.

Puisi karya Omar disusun dengan cara rubaiyat, bahasa Persia yang artinya setara dengan kuatren (quatrains). Kuatren adalah sajak lengkap dalam empat baris, biasanya berima aaaa atau aaba.[1]

Gaya penulisan dan semangat kuatren mirip dengan epigram, yaitu syair atau ungkapan pendek yang mengandung gagasan atau peristiwa yang diakhiri dengan pernyataan menarik dan biasanya merupakan sindiran. Epigram bisa juga merupakan peribahasa yang padat dan penuh kearifan dan sering mengandung paradoks.[2]

Puisi-puisi Omar sebelumnya hanya sedikit menarik perhatian di dunia Barat hingga akhirnya Edward FitzGerald (1809-1883), seorang penyair dan penulis asal Inggris, menerjemahkannya dari bahasa Persia ke bahasa Inggris pada tahun 1859.

FitzGerald menulis puisi-puisi Omar dalam sebuah buku yang berjudul The Rubáiyát of Omar Khayyám (Rubaiyat Omar Khayyam) yang pada masanya menjadi begitu terkenal di dunia Barat.

Frasa-frasa di dalamnya yang masih terkenal hingga masa kini di antaranya adalah: “A Jug of Wine, a Loaf of Bread—and Thou” (Sebotol Anggur, Sepotong Roti—dan Engkau), “Take the Cash, and let the Credit go” (Ambillah Uang Tunainya, dan bebaskanlah tagihannya), dan “The Flower that once has blown forever dies” (Bunga yang pernah mekar selamanya akan mati).

Kuatren-kuatren ini telah diterjemahkan ke hampir setiap bahasa utama dan sebagian besar telah bertanggung jawab untuk memberikan gambaran kepada publik Eropa bahwa inilah ciri khas puisi Persia.

Meski demikian, beberapa sarjana meragukan bahwa Omar pernah menulis puisi semasa hidupnya. Alasannya adalah karena orang-orang yang hidup sezaman dengan Omar tidak pernah memperhatikan atau mengetahui tentang syairnya, dan tidak sampai dua abad setelah kematiannya, barulah beberapa kuatren yang mengatasnamakan dirinya muncul.

Bahkan kemudian, syair-syair itu sebagian besar dimanfaatkan atau dikutip untuk mendukung pandangan-pandangan tertentu, yang mana seolah-olah memang Omarlah yang berpikir demikian. Hal ini membuat beberapa sarjana menjadi curiga bahwa itu mungkin saja diciptakan dan dikaitkan dengan Omar karena reputasi ilmiahnya.

Masing-masing kuatren Omar membentuk puisi yang lengkap dalam dirinya sendiri. FitzGerald-lah yang menyusun gagasan untuk menggabungkan serangkaian rubaiyat ini menjadi elegi berkelanjutan yang memiliki kesatuan dan konsistensi intelektual.

Parafrase FitzGerald yang cerdik dan tepat memberikan terjemahan tersebut semangat dan kecermatan yang tak terlupakan. Namun sesungguhnya mereka adalah terjemahan yang sangat bebas, dan baru-baru ini beberapa terjemahan yang lebih literal/sedapat mungkin mengikuti makna aslinya telah diterbitkan.

Syair-syair Omar (atau siapapun yang menulisnya) yang diterjemahkan oleh FitzGerald dan juga lainnya mengungkapkan tentang kedalaman berpikir si penulis, yang gelisah oleh pertanyaan-pertanyaan tentang sifat realitas dan kekekalan, ketidakkekalan dan ketidakpastian hidup, dan hubungan manusia dengan Tuhan.

Penulis tersebut meragukan keberadaan pemeliharaan ilahi dan kehidupan setelah kematian, mencemooh kepastian agama, dan sangat merasakan kelemahan dan kebodohan manusia.

Karena tidak menemukan jawaban yang dapat diterima atas kebingungannya, maka dia memilih untuk menempatkan keyakinannya sebagai gantinya dalam apresiasi yang menyenangkan akan keindahan dunia material yang fana dan sensual.

Namun, sifat indah dari kesenangan sederhana yang dia rayakan ini, tidak dapat menghilangkan pemikirannya yang jujur dan lugas atas pertanyaan-pertanyaan metafisik yang mendasar.[3]

Bagi Anda yang tertarik dapat menyimak beberapa kuatren pilihan dalam The Rubáiyát of Omar Khayyám karya FitzGerald di bawah ini:

Dan, ketika ayam berkokok, kepada mereka yang terjaga sebelumnya

Sang kedai minuman berteriak –  “Buka, kalau begitu, Pintunya!

Engkau tahu, betapa sebentarnya sementara kita harus tinggal,

Dan, sekali pergi, mungkin tidak akan kembali lagi.”

(Syair Nomor 3)

Sebuah Kitab Suci di bawah Dahan,

Sebotol Anggur, Sepotong Roti—dan Engkau

Di sampingku bernyanyi di keliaran alam bebas

Wahai keliaran alam bebas, adalah surga sekarang!

(Syair Nomor 12)

Beberapa (mengharap) untuk Kemuliaan Dunia Ini; dan beberapa

Mendesah untuk Surga Sang Nabi, yang akan datang;

Ah, ambillah Uang Tunainya, dan bebaskanlah tagihannya,

Juga tidak perlu mengindahkan gemuruh Gendang di kejauhan!

(Syair Nomor 13)

Ah, Kekasihku, isilah Gelas yang kosong ini

Hari ini adalah Penyesalan masa lalu dan Ketakutan akan masa depan:

Esok! – Mengapa, Esok aku mungkin

Diriku dengan Tujuh Ribu Tahun yang Lalu.

(Syair Nomor 22)[4] (PH)

Selesai.

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Encyclopædia Britannica Ultimate Reference Suite, “Omar Khayyam” (Chicago: Encyclopædia Britannica, 2014).

[2] KBBI, “Epigram”, dari laman https://kbbi.web.id/epigram, diakses 15 Juli 2021.

[3] Encyclopædia Britannica Ultimate Reference Suite, Loc.Cit.

[4] “The Rubaiyat of Omar Khayyam [excerpt]”, dari laman https://poets.org/poem/rubaiyat-omar-khayyam-excerpt, diakses 15 Juli 2021.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*