Pada akhir Juni 1098, Pasukan Salib berhasil sepenuhnya menguasai kota Antiokhia. Tapi kemudian terjadi perselisihan di antara mereka, yang membuat mereka hampir saja batal melanjutkan perjalanan. Adapun di Yerusalem, situasi politik sudah berubah. Di tahun yang sama (1098), ketika Pasukan Salib sedang sibuk merebut Kota Antiokhia, Pasukan Fatimiyah yang dipimpin oleh wazir kawakan bernama Malik al-Afdal, berhasil merebut kembali Yerusalem dari kekuasaan Saljuk.
Setelah berhasil mengambil alih benteng kota Antiokhia pada 3 Juni 1098, tantangan yang harus dihadapi Pasukan Salib belum berakhir. Hanya beberapa hari setelahnya, bala tentara dari Mosul tiba. Pasukan ini dipimpin oleh seorang Jenderal bernama Kerbogha. Seketika, posisi pun berbalik. Kali ini, Pasukan Salib lah yang dikepung dan harus bertahan.[1]
Pasukan Kerbogha tiba pada tanggal 7 Juni 1098 dengan bala tentara yang sangat besar. Dia mengerahkan hampir semua sumber daya dan tentaranya untuk merebut Kota Antiokhia. Melihat armada pasukan sebesar ini, Pasukan Salib tidak memiliki pilihan selain bertahan.[2]
Hanya saja, di dalam benteng tersebut sumber makanan dan logistik sudah menipis. Semua nyaris dihabiskan oleh warga Antiokhia selama setahun masa pengepungan oleh Pasukan Salib. Di tambah lagi, berbagai penyakit sudah pula mewabah di kota tersebut, sehingga melemahkan kemampuan mereka untuk bertahan lebih lama. Akhirnya, Pasukan Salib sudah tidak melihat lagi adanya pilihan, selain menyelesaikan pertempuran ini secepatnya, apapun hasilnya. Pada 28 Juni 1098, mereka keluar dari benteng dan menantang langsung pasukan Kerbogha secara terbuka. Dengan sedikit taktik dan keberanian mereka akhirnya dapat mengusir pasukan Kerbogha dari Antoikhia.[3]
Tidak ada angka yang pasti terkait jumlah kedua pasukan pada saat itu. Tapi bila menilai dari jalannya cerita Perang Salib, sebenarnya agregat kekuatan Pasukan Salib dengan Kerbogha pada saat itu tidak terlalu jauh, atau bahkan masih lebih besar kekuatan Pasukan Salib. Hanya saja, salah satu penyebab utama kekalahan pasukan Kerbogha adalah tingkat kesetiaan dan kedisiplinan pasukannya yang terbilang lemah. Ketika melihat Pasukan Salib bersama-sama keluar dari benteng, pasukan Kerbogha merasa gentar. Sebagian mereka bahkan ada yang melarikan diri atau desersi. Hal inilah yang membuat pasukannya mudah dikalahkan.[4]
Akan tetapi, meski memenangkan pertempuran, Pasukan Salib harus membayar semua ini dengan ongkos sangat mahal. Dimana mereka harus menanggung kerugian hilangnya banyak prajurit, dan juga perpecahan internal. Belum lagi wabah penyakit yang ada di dalam benteng sudah meningkat skalanya menjadi epidemi. Banyak prajurit yang meninggal akibat wabah ini, termasuk salah satunya adalah penasehat spiritual mereka, bernama Adhémar, seorang Uskup di Le Puy (wilayah Prancis), [5] yang secara khusus disebut oleh Paus Urban II sebagai utusan untuk Perang Salib.[6]
Tidak hanya sampai di sana. Setelah berhasil menaklukkan kota Antiokhia, terjadilah perselisihan di antara para pemimpin kontingen pasukan. Perpecahan ini dimulai ketika Bohemond yang memang memiliki peran besar dalam setiap babak pertempuran merebut Kota Antiokhia, menginginkan kota itu menjadi miliknya. Sedangkan Raymond of Saint-Gilles, mempertimbangkan agar menyerahkan kota tersebu pada Kaisar Alexius.[7]
Perdebatan ini berlangsung cukup lama, dan sempat menghambat laju perjalanan mereka ke Tanah Suci Yerusalem. Ketiadaan penesehat spiritual seperti Adhémar, membuat perselisihan diantara mereka kian meruncing. Ditambah lagi, saat itu kondisi Raymond dengan sakit, dan menyulitkan dia untuk menempuh perjalanan, apalagi bertarung.[8]
Raymond, sebagaimana sudah dikisahkan sebelumnya, adalah jenderal yang paling tua usianya dibanding pimpinan kontingen yang lain. Disamping itu, dia juga figur pemimpin yang karismatik. Sejak awal dia berangkat ke Yerusalem karena niat suci untuk membela agama.[9] Dan ketika sampai di Antiokhia – meski sudah mencapai kemenangan dan sudah mengalami sakit – niatnya ternyata tak juga luntur. Hal ini jelas menjadikannya makin berwibawa dan dihormati oleh para Pasukan Salib, termasuk para pimpinan kontingen lainnya. Secara alamiah, Raymond muncul sebagai pemimpin tertinggi Pasukan Salib.
Akhirnya, setelah melalui proses perdebatan dan perselisihan yang panjang, pada 13 Januari 1099, sebagian besar pasukan, termasuk pimpinan tiga kontingen utama dari Eropa memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Yerusalem dengan dipimpin oleh Raymond of Saint-Gilles. Sedang Bohemond, lebih memilih untuk tinggal di Antiokhia, menjadi penguasa di sana, dan menanggalkan sumpahnya.[10]
Adapun di Yerusalem, situasi politik sudah berubah. Di tahun 1098, ketika Pasukan Salib sedang sibuk merebut kota Antiokhia, Pasukan Fatimiyah yang dipimpin langsung oleh wazir kawakan bernama Malik Al Afdal, berhasil merebut kembali Yerusalem dari kekuasaan Dinasti Saljuk. Setelah berhasil berhasil menguasai kota, Malik al Afdal mulai merombak kembali sistem pemerintahan dan menata sistem administrasi kota, serta menempatkan pasukan untuk menjaga benteng. Setelah dirasa cukup rampung, Malik meninggalkan Yerusalem dan kembali ke Mesir.[11] (AL)
Bersambung …
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Lihat, From Constantinopel to Antiock, https://www.britannica.com/event/Crusades/From-Constantinople-to-Antioch, diakses 20 Januari 2019
[2] Ibid
[3] Lihat, Siege of Antioch and Fall of Jerusalem, https://www.thegreatcoursesdaily.com/siege-of-antioch-and-fall-of-jerusalem/, diakses 17 Januari 2019
[4] Ibid
[5] Lihat, Adhémar of Monteil, https://www.britannica.com/biography/Adhemar-of-Monteil, diakses 15 Januari 2019
[6] Lihat, Siege of Antioch and Fall of Jerusalem, https://www.thegreatcoursesdaily.com/siege-of-antioch-and-fall-of-jerusalem/, Op Cit
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Lihat, Preparations for the Crusade,
https://www.britannica.com/event/Crusades/Preparations-for-the-Crusade, diakses 15 Januari 2019
[10] Lihat, Siege of Antioch and Fall of Jerusalem, https://www.thegreatcoursesdaily.com/siege-of-antioch-and-fall-of-jerusalem/, Op Cit
[11] Lihat, Maher Y. Abu-Munshar, Fatimids, Crusaders and the Fall of Islamic Jerusalem: Foes or Allies?, Routledge, Tailor and Francis Group, Al-Masaq, Vol. 22, No. 1, April 2010
Ana tggu kelanjutan kisahnya
Ana tggu kelanjutan kisahnya