“Di dalam sejarah, Andalusia dikenal sebagai suatu tempat yang pernah mengalami kemajuan pesat di bidang seni, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Namun itu tidak terjadi di awal, setelah penaklukan Andalusia justru orang-orang Arab dengan Berber malah berperang satu sama lain.”
–O–
Perkembangan selanjutnya dari penaklukan bangsa Arab ke tanah Eropa adalah ketika pada tahun 717 mereka bergerak ke arah utara, melintasi Pyrenees, dan kemudian menduduki wilayah Gaul, sebuah wilayah yang sekarang kita kenal dengan sebutan Prancis. Namun, serangan Arab-Berber ke Gaul kurang berhasil, dan mereka tidak pernah bisa menancapkan pijakan yang cukup kuat untuk menguasai daerah tersebut. Dan bahkan, di daerah selatan pegunungan Andalusia, mereka mulai mengalami kemunduran dan kehilangan daerah kekuasaan.
Pada sekitar tahun 722, pertempuran kecil namun signifikan terjadi di wilayah Asturias, di pantai utara Spanyol. Sejak invasi Berber-Arab dan penaklukan Semenanjung Iberia, sekelompok pengungsi — termasuk orang-orang Visigoth yang masih bertahan hidup — telah mundur lebih jauh dan lebih ke utara, sampai mereka dapat menemukan tempat di daerah terpencil di wilayah pegunungan ini.
Tinggal di derah yang sangat terpencil ternyata membuat para pengungsi dan penduduk setempat lebih berani untuk melakukan perlawanan. Perlawanan lebih mudah dilakukan dari wilayah ini ketimbang apabila itu dilakukan di daerah-daerah yang dekat dengan ibu kota Andalusia, kota Cordoba.
Gerakan perlawanan mulai terjadi ketika penduduk lokal menolak untuk membayar pajak kepada penguasa Arab. Gerakan ini terus tumbuh semakin menguat sampai akhirnya pihak Arab terpaksa mengambil suatu tindakan tegas. Puncaknya adalah ketika pasukan Arab berhadap-hadapan dengan orang-orang Spanyol-Visigoth pada Pertempuran Covadonga. Namun sayangnya, kali ini pihak Arab harus menerima kekalahan telak. Pertempuran ini merupakan salah satu pertempuran penting dalam sejarah invasi Arab ke Andalusia, sebab ini merupakan pertama kalinya pihak Arab mengalami kekalahan.
Orang-orang Arab tidak pernah berhasil mengambil kembali wilayah Asturias. Akibatnya, banyak sejarawan melihat Pertempuran Covadonga sebagai titik awal Reconquista, yaitu sebuah proses yang memakan waktu hampir selama 800 tahun — dari perspektif para penulis sejarah Eropa — untuk mengambil kembali Andalusia untuk orang-orang Kristen dari orang-orang Islam. Tak lama, daerah utara Andalusia lainnya pun akan direbut kembali dari Dinasti Umayyah.
Semenanjung Iberia dipisahkan oleh dua zona yang berbeda: tanah Muslim yang makmur di bagian selatan, dengan ibu kotanya Cordoba, mereka menguasai sekitar 70% wilayah Semenanjung Iberia; dan bagian utara, yang terdiri dari sejumlah negara kecil yang dikuasai orang-orang Kristen.
Dinamika Setelah Penaklukan Andalusia
Orang-orang Arab tidak diterima sepenuhnya oleh penduduk setempat, karena dalam penaklukan awal mereka tercatat telah melakukan pertumpahan darah, pembunuhan, perusakan, penjarahan, dan hal serupa lainnya. Hal itulah yang memang biasanya terjadi dalam setiap penaklukan manapun.
Dari sudut pandang orang Eropa, apa yang telah dilakukan oleh orang Arab terhadap penduduk asli Andalusia merupakan sebuah bencana, yakni pembantaian berdarah-darah dan perampasan hak-hak mereka. Namun sepanjang sejarah panjang manusia, yang namanya penaklukan, siapapun pelakunya, baik itu orang Timur maupun Barat, melakukan hal yang tidak jauh berbeda, yakni melakukan pembunuhan dan pembantaian. Bahkan penaklukan Andalusia ini, apabila dibandingkan dengan penaklukan-penaklukan lainnya, terhitung hanya memakan jumlah korban yang relatif sedikit.
Di bawah pemerintahan Muslim, Andalusia di dalam sejarah dikenal sebagai wilayah yang pernah mengalami masa-masa keemasan, di mana ilmu pengetahuan dan kebudayaan berkembang pesat, dan perdamaian berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Dalam bahasa Spanyol periode ini disebut dengan istilah “La Convivencia”, yang artinya adalah “Hidup Bersama”.[1]
Pada waktu itu Andalusia mungkin satu-satunya tempat di Eropa di mana pengikut tiga agama Samawi: Muslim, Yahudi, dan Kristen dapat hidup bersama dengan damai dan menghasilkan sebuah kebudayaan bersama, serta masyarakat yang harmonis. Andalusia menjadi tempat pusat kemajuan politik, ekonomi, dan budaya. Ini adalah suatu masa ketika para seniman berhasil menciptakan karya-karya yang luar biasa, dan selain itu, di bidang kedokteran, ilmu pengetahuan, matematika, dan sejenisnya mengalami kemajuan yang sangat pesat.[2]
Namun, era keemasan Andalusia tidak terjadi pada masa-masa awal penaklukan Andalusia, apa yang terjadi justru munculnya berbagai kerusuhan dan pertikaian di antara orang-orang Arab dengan suku Berber. Orang-orang Berber merasa tidak cukup puas dengan pembagian harta dan tanah yang diberikan oleh orang-orang Arab kepada mereka. Sebaliknya, orang-orang Arab yang dulunya merupakan Tuan bagi para budak suku Berber, melihat diri mereka posisinya secara alamiah lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk Afrika Utara, yang pernah mereka taklukan.
Pertikaian ini berlangsung selama 40 tahun sampai akhirnya perdamaian dan stabilitas dapat berlangsung di Andalusia. Setelahnya, Abdurrahman – atau belakangan dikenal dengan sebutan al-Dākhil — satu-satunya anggota keluarga Dinasti Umayyah yang masih hidup dan berhasil melarikan diri setelah terjadinya pembantaian oleh orang-orang Dinasti Abbasiyyah, tiba di Andalusia.[3]
Singkat cerita dia berhasil mencapai tahta tertinggi di Andalusia dengan menjadi seorang khalifah. Di bawah pemerintahannya yang terpusat, berbagai faksi dan suku-suku di Andalusia tunduk terhadap pemerintahannya. Di Andalusia dia berhasil mendirikan sebuah dinasti yang berlangsung selama hampir 300 tahun. Sementara itu, di luar Andalusia, Dinasti Abbasiyyah yang baru berdiri sedang tumbuh membesar menjadi raksasa Dinasti Islam yang selanjutnya. (PH)
Selesai.
Sebelumnya:
Catatan:
Artikel ini merupakan adaptasi dan terjemahan bebas dari buku karya Eamon Gearon, Turning Points in Middle Eastern History, (Virginia: The Great Courses, 2016), hlm 49-51. Adapun informasi lain yang didapat bukan dari buku tersebut dicantumkan di dalam catatan kaki.
Catatan Kaki:
[1] Doug Motel, “La Conviviencia and The Golden Ages of Andalusia”, dari laman http://www.esotericquest.org/articles/conviviencia.html, diakses 10 Oktober 2018.
[2] Ibid.
[3] “ʿAbd al-Raḥmān I: Spanish Umayyad ruler”, dari laman https://www.britannica.com/biography/Abd-al-Rahman-I, diakses 10 Mei 2018.