Adapun fakta yang cukup akurat mengenai pertama kalinya Islam masuk ke China adalah berdirinya masjid Huaisheng di Guangzhou yang merupakan masjid tertua di China. Dalam manuskrip China disebutkan Masjid ini dibangun pada tahun 672 M. Cerita yang berkembang, masjid ini didirikan oleh sahabat Nabi yang bernama Sa`d ibn Abi Waqqas. Meskipun sejauh ini belum ada bukti yang sangat meyakinkan bahwa Sa`d ibn Abi Waqqas pernah pengunjungi wilayah ini pada masa awal Hijrah, namun cerita yang berkembang masih meyakini bahwa beliaulah orang pertama yang datang dan memperkenalkan Islam di negeri Tirai Bambu ini. [1]
Menurut Chen Yuen, dalam karyanya, A Brief Study of the Introduction of Islam to China, masuknya Islam ke Cina terjadi sekitar tahun 30 H atau sekitar 651 M. Ketika itu, China diperintah oleh Kaisar Yong Hui (ada pula yang menyebut nama Yung Wei). [2] Data masuknya Islam ke China ini dipertegas lagi oleh Ibrahim Tien Ying Ma dalam bukunya, Muslims in China (Perkembangan Islam di Tiongkok). Buku ini menyebutkan bahwa Islam masuk ke China secara resmi (official) ketika sebuah utusan yang membawa perintah langsung dari Khalifah Ustman bin Affan, menemui Kaisar Dinasti Tang.
Dikabarkan utusan Khalifah Utsman itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yong Hui dari Dinasti Tang. Ia menghargai ajaran Islam dan menganggap ajaran Islam punya kesamaan dengan ajaran Konfusionisme. Untuk menunjukkan kekagumannya terhadap Islam, kaisar mengizinkan didirikannya masjid pertama di Chang-an (Kanton). Masjid itu bernama Huaisheng atau Masjid Memorial. Menurut versi Ibrahim Tien Ying Ma, masjid itu diberi nama Kwang Tah Se, yang berarti Menara Cemerlang atau Menara Cahaya.
Versi lain, menurut Ivan Taniputra, dalam The History of China, Agama Islam dibawa oleh para pedagang Arab yang berkunjung ke China semasa Dinasti Tang yang berkuasa antara tahun 618-906 M. Mereka diizinkan membangun masjid di China, dan salah satu yang tertua adalah Masjid Huaisheng di Provinsi Guangzhou. Kaisar Dinasti Tang sendiri sepertinya memiliki pengetahuan dan literatur tentang Nabi-Nabi yang turun sebelum Nabi Muhammad SAW. Hal ini terlihat dari penuturan penjelajah Arab yang bernama Ibn Wahab dari Basra kepada Abu Zaid sekembalinya ia ke Irak :[3]
“Ketika diterima oleh Kaisar (Yizong)”, demikian Ibn Wahab berkata, “ia memerintahkan seorang penerjemah untuk bertanya pada saya”, “dapatkah anda mengenali Nabi-Nabi anda bila melihat (gambaram)-nya?”.…”saya akan mencobanya,” jawab saya. Kemudian memerintahkan untuk mengeluarkan sebuah kotak berisikan gulungan yang dibentangkan di hadapannya, serta berpaling pada penerjemahnya, seraya berkata, “persilahkan ia melihat gambar Nabi-Nabi ini”. Saya mengenali gambar Nabi-Nabi itu, dan mengucapkan salam. “Mengapa engkau menggerakkan bibir mu?” tanya sang kaisar. “Karena saya mengucapkan salam bagi mereka”, saya jawab. “Bagaimana anda mengenali mereka?”, tanya kaisar. “Dengan atribut mereka. Sebagai contoh, ini adalah Nuh dengan perahunya, yang menyelamatkan ia dan keluarganya, ketika Tuhan menenggelamkan dunia ini dengan air bah”. Kaisar tersenyum mendengar hal ini dan berkata, “anda pastilah mengenal Nuh…”…”ini Musa dengan tongkatnya”, kata saya. “Betul”, jawab kaisar…. “ini”, saya berkata lagi, “adalah Yesus (Nabi Isa) yang menunggang keledai diiringi murid-muridnya”…. Di atas masing-masing gambar itu, terdapat catatan dalam Bahasa Tionghoa yang saya kira berisikan catatan riwayat mereka. Saya juga melihat pula gambar-gambar lain yang tidak saya kenali. Penerjemah mengatakan bahwa itu Nabi-Nabi China dan India.
Perbincangan yang terjadi pada tahun 872 di atas memperlihatkan bahwa kerajaan memiliki perpustakaan yang berisikan informasi mengenai agama-agama di Asia Barat. Bisa diasumsikan kontak kekaisaran China dengan bangsa-bangsa di Barat sudah berlangsung demikian lama, baik melalui jalur Sutra dengan Romawi, maupun melalui jalur laut ke kawasan Persia di Asia dan Mesir ataupun Alexanderia di Afrika.
Catatan penting lainnya, menurut Ivan Taniputra, ketika pada tahun 713 utusan khalifah tiba di istana Dinasti Tang, kaisar memperlihatkan sikap toleransinya dengan memperbolehkan mereka untuk tidak melakukan tradisi penyembahan terhadap kaisar, karena sebagai Muslim mereka tidak melakukan penyembahan terhadap manusia. Hubungan Kaisar China dengan Khalifah Islam pernah mengalami ketegangan, tapi perdamaian berhasil dipulihkan pada tahun 756. Khalifah Ja’far Al-Mansur mengirimkan kembali utusannya, yang membantu Dinasti Tang memadamkan pemberontakan An Lushan. Para pedagang dan utusanya ini diyakini sebagai cikal-bakal komunitas Muslim di China. [4]
Dalam kerangka ini, masih terdapat banyak versi riwayat tentang masuknya Islam ke Negeri Tirai Bambu. Namun dari berbagai riwayat tersebut terdapat kesamaan dalam beberapa bagiannya, yaitu: Pertama, Islam masuk ke China melalui Jalur Laut pada sekitar abad 1 hijriah. Kedua, Islam masuk ke China secara resmi, dan diterima dengan baik oleh kaisar China pada waktu itu. Ketiga, sebagai bukti Islam disambut baik di China adalah berdirinya Masjid Huaisheng di Guangzhou yang merupakan Masjid tertua di Asia Timur dan Asia Tenggara yang masih bertahan hingga saat ini. (AL)
Selesai.
Sebelumnya:
Catatan Kaki:
[1] https://en.wikipedia.org/wiki/Huaisheng_Mosque
[2] http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/01/11/ojm2bh313-mengupas-sejarah-perkembangan-islam-di-cina
[3]Lihat, Ivan Taniputra, History of China, Yogyakarta, Ar-Ruzzmedia, 2007, Hal. 369-370
[4] Ibid