Shajarat al-Durr: Pendiri Dinasti Mamluk

in Tokoh

Last updated on April 28th, 2018 03:36 am

Shajarat al-Durr bukan hanya seorang permaisuri, tapi ia juga seorang ahli strategi yang mengalahkan pasukan yang dipimpin oleh Louis IX dalam Perang Salib 7. Tidak sampai di sana, ia juga berhasil melewati transisi kepemimpinan antara Dinasti Ayyubiyah ke Dinasti Mamluk yang bertahan hingga lebih dari 500 tahun.”

—Ο—

 

Tidak banyak yang diketahui tentang asal usulnya. Bahkan namanya, Shajarat al-Durr, adalah julukan yang berarti “pohon mutiara”, karena ia dikenal akan kesukaannya pada permata laut ini. Ia lahir pada sekitar abad ke 13 di Armenia, dari keluarga besar Kipchak, Turki yang nomaden. Sedikit komentar tentang keluarga Kipchak, menurut Ibnu Battuta, mereka adalah orang-orang yang berambut pirang, dan perempuan di sini memegang status yang tinggi. “saya telah menyaksikan hal yang luar biasa di tempat ini, dimana masyarakatnya sangat menjunjung tinggi martabat dan kehormatan perempuan”, kenang Ibnu Battuta.

Pada masa kelahiran Shajarat al-Durr, dunia sedang dikejutkan oleh ekspedisi raksasa pasukan Mongol yang menyapu hampir seluruh daratan Asia, termasuk Armenia. Pada saat yang sama, di Mesir, tampuk kekuasaan sudah beralih dari Dinasti Fatimiyyah ke Dinasti Ayyubiyah. Shajarat al-Durr dipersunting oleh Sultan Al-Malik al-Salih, penguasa Mesir waktu itu. Disamping Shajarat al-Durr, dia juga yang membawa sejumlah besar orang-orang Kipchaks ke Kairo untuk dijadikan sebagai tentara, yang kemudian dikenal dengan Mamluk.

Al-Makrisi, seorang sejarawan dan penyair abad ke-14 dan ke-15, menulis bahwa “sultan sangat mencintai Shajarat al-Durr, sampai-sampai Sultan selalu membawa dia bersamanya ke medan perang, dan wanita inipun tidak pernah mengundurkan diri dari pertempuran”. Alih-alih, Shajarat al-Durr menjadi penasehat militer yang paling berpangaruh bagi Sultan. Pendapat-pendapatnya yang brilian, kerap menjadi strategi yang menjadi penentu kemenangan. Hal ini menjadikan Sultan sangat bergantung pada Shajarat al-Durr, baik di medan perang, bahkan dalam hal mengurus Negara. Melalui Shajarat al-Durr-lah orang-orang Mamluk menjadi salah satu pasukan elit yang cukup disegani di Mesir pada masa itu.

Ketajaman strategi Shajarat al-Durr mulai menjadi legenda ketika pada musim semi tahun 1249, Sultan Al Salih sedang melakukan pertempuran di Syiria. Tiba-tiba terdengar kabar bahwa tentara Perang Salib Ketujuh, yang dipimpin oleh Louis IX dari Prancis, sedang berlayar ke Mesir, yang bertujuan untuk mendaratkan 1.800 kapal dan 50.000 orang di kota Delta Sungai Nil, Damietta.

Shajarat al-Durr yang saat itu dipercaya memegang kendali Negara, mengisi kekosangan komando dan memerintahkan Fakhruddin, salah satu komandan pasukannya untuk ke Damietta dan memimpin pasukan Mamluk menghalau laju Louis IX. Masalahnya, pasukan inti Ayyubiyah dibawa pergi oleh Sultan dalam ekspedisinya ke Syiria, danFakhruddin hanya bisa mengandalkan pasukan yang tersisa untuk menghadapi pasukan Louis IX.

Tapi berita mengejutkan datang dari pertempuran di Syiria, Sultan terluka parah, dan harus pulang dengan cara ditandu. Disisi lain, pasukan yang dipimpin oleh Fahkruddin sudah mulai kuwalahan di Damietta, dan akhirnya memilih mundur, sambil menunggu kedatangan sang Sultan bersama bala tentara intinya. Sultan yang terluka itu akhirnya tiba di al-Mansoura (kota yang berjarak sekitar 100 Km dari laut Kairo) bersama pasukannya. Kedatangannya segera menaikkan moral pasukan yang baru saja dipukul mundur oleh Tentara Salib. Selama sakitnya, Shajarat al-Durr tidak pernah berpisah dengan Sultan. Hingga pada Agustus 1249, Sultan Al Saleh meninggal dunia.

Kecerdasan Shajarat al-Durr berhasil membawanya pada analisis strategis yang rumit tentang apa yang akan terjadi bila berita ini terdengar luas keluar. Moral pasukan bisa tiba-tiba jatuh, dan pasukan Louis IX akan dengan sangat mudah merebut Kairo. Akhirnya ia memutuskan untuk sementara waktu menyembunyikan kabar duka ini, sambil ia memanggil Turan Shah, putra tertua Al Saleh dari istri pertamanya, untuk datang ke Kairo dan mengambil alih kepemimpinan ayahnya. Tapi rentang waktu antara kematian Al Saleh dan kedatangan Turan Shah bukan sebentar. Disinilah kemudian kepiawaian Shajarat al-Durr terlihat nyata.

Ia memanggil semua orang kepercayaan dan membuat satu skenario konspirasi yang rumit untuk mengamankan rahasia wafatnya Sultan. Selama masa itu, otoritas negara praktis sepenuhnya berada di bawah kendali Shajarat al-Durr. Hebatnya, skenario ini berjalan mulus, negara baik-baik saja, meskipun ancaman dari luar terus mendesak masuk ke Istana. Dan setelah lebih dari tiga bulan, akhirnya Turan Shah bersama pasukannya tiba dari Turki. Perintah pertama Shajarat al-Durr kepada putra tirinya ini adalah mengambil alih komando pasukan dan mengalahkan Louis IX. Dengan racikan strategi yang memang sudah matang dipersiapkan oleh Shajarat al-Durr, Turan Shah akhirnya berhasil mengalahkan Pasukan Salib, dan menangkap Louis IX. Setelah berhasil mengalahkan Pasukan Salib, tahta Kairo kemudian diserahkan kepada Turan Shah yang sekaligus menjadi Sultan Dinasti Ayyubiyah.

Namun situasi mendadak berubah ketika negara diperintah oleh Turan Shah. Ia tidak memiliki kecakapan yang mumpuni, dan tidak disukai oleh rakyatnya. Situasi politik dalam negeri pun menjadi semakin kacau ketika Turan Shah lebih mengutamakan pesukan yang dibawanya dari Syiria ketimbang orang-orang Mamluk yang sudah bertahun-tahun menjadi elit di Ayyubiyah. Gesekan ini berujung pada terbunuhnya Turan Shah pada 2 Mei 1250. Orang-orang Mamluk kemudian menobatkan Shajarat al-Durr sebagai Sultana.

Dengan tewasnya Turan Shah, maka berakhirlah masa Dinasti Ayyubiyah, dan bersamaan dengan itu, diangkatnya Shajarat al-Durr sebagai Sultana, telah menandai lahirnya dinasti Mamluk yang akan memerintah Mesir hingga awal abad ke 19 masehi. (AL)

Bersambung…

Catatan: Artikel ini adalah adaptasi dan diterjemahkan secara bebas dari artikel Tom Verde berjudul “Malika III: Shajarat Al-Durr”, http://www.aramcoworld.com/en-US/Compilations/2017/Malika/Malika-III-Shajarat-al-Durr, diakses 22 Desember 2017.

2 Comments

  1. Please correct your translation. Shajaat al-Durr is a woman. It is supposed to be “she” not “he”

    • I guess you’re read using translation tool, Alexander Xavier. This article originally is wrote in Indonesian language, fyi, in Indonesian there is no differences between “she” or “he”, and “him” or “her”, all of them are simply translated with “dia” or “ia”.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*