Sirah Rasul: Terobosan Besar Hijrah (4)

in Sejarah

Last updated on March 6th, 2019 09:42 am

 

Merangkul Anggota Baru yang Berpengaruh

Mus’ab bin Umair adalah pekerja yang berdedikasi dengan perangai yang tepat untuk berbaur dengan orang asing dan mengundang mereka untuk memeluk Islam sebagai agama dan jalan hidup. Dia juga bertugas mengamati situasi secara umum dan kelayakan bagi sebuah eksodus kaum Muslim dari Mekah ke Madinah. Mungkin, dia bakal mengemban perintah-perintah lebih lanjut. Bisa dicermati bahwa dalam kontak yang telah berlangsung sejauh ini antara Nabi dan masyarakat Madinah, suku Khazraj berjumlah lebih mencolok dibandingkan suku Aws. Mungkin, hal ini terkait dengan fakta bahwa enam orang pertama yang berjumpa dengan Nabi dan memeluk Islam berasal dari suku Khazraj. Wajar saja jika mereka lebih mengkonsentrasikan usaha pada sukunya sendiri. Oleh karena itu, tidak mengejutkan jika ke-12 orang yang masuk dalam perjanjian pemberian dukungan kepada Nabi di tahun berikutnya mencakup sepuluh dari suku Khazraj dan hanya dua dari suku Aws. Oleh karena itu, mungkin Mus’ab telah diperintahkan untuk mencoba menekan ketidakseimbangan ini. Hal terakhir yang Nabi inginkan adalah peran Islam yang hanya terbatas untuk kelompok tertentu dari masyarakat Madinah. Dia sangat berharap bahwa Islam bisa menjadi kekuatan pemersatu di sana.

Mus’ab tinggal di rumah As’ad bin Zurarah, orang yang berasal suku Khazraj tapi berkerabat dekat dengan Aws. As’ad memberinya semua informasi yang Mus’ab perlukan ihwal masyarakat Madinah. Salah satu contoh prestasi besar yang pernah mereka lakukan berdua barangkali sudah memadai.

Suatu hari, As’ad mengajak Mus’ab pergi ke kebun milik klan Abdul al-Ashal, salah satu cabang suku Aws. Di sana, mereka ditemani oleh beberapa Muslim lainnya. Sa’ad bin Mu’adh dan Usaid bin Hudair, keduanya merupakan tokoh terkemuka dari klan itu, masih mengikuti paganisme versi bangsa Arab. Mengetahui kehadiran As’ad dan Mus’ab, Sa’d menyeru pada Usaid: ‘Pergilah kepada dua orang yang telah datang kemari untuk menyebarkan gagasan mereka di antara kaum kita yang sederhana dan katakan kepada mereka untuk tidak datang lagi kepada kami. Sekiranya As’ad bukan sepupuku sendiri, maka aku akan menyulitkanmu. Karena seperti itu adanya, aku merasa agak sulit untuk menolaknya dariku.’

Ketika Usaid mendekati kedua orang itu, As’ad berkata kepada Mus’ab: ‘Lelaki ini adalah pemimpin kaumnya. Berusahalah dengan tulus untuknya.’ Mus’ab menjawab: ‘Aku pasti akan mencoba jika dia setuju untuk duduk bersama kita.’ Usaid menunjukkan sikap keras, seraya menolak dengan tegas atas pendekatan yang dilakukan. Dia menyatakan penolakannya seraya mengancam: ‘Menjauhlah dari kami jika kalian ingin selamat.’ Mus’ab berkata: ‘Bersediakah kalian untuk duduk bersama kami dan mendengarkan apa yang hendak kami katakan? Jika kalian dapati hal itu masuk akal, maka terimalah. Jika tidak, kami tidak akan mengganggu kalian dengan urusan ini lagi.’ Usaid menjawab: ‘Bolehlah.’

Setelah Mus’ab menjelaskan tentang prinsip-prinsip Islam dan menyampaikan ayat-ayat al-Qur’an, maka wajah Usaid bersinar dengan kekaguman. Ketika Mus’ab selesai, dia berkata, ‘Sesungguhnya ini kata-kata yang baik. Apa yang perlu dilakukan jika kau ingin memeluk agama ini?’ Mus’ab menjelaskan dan Usaid pun segera melakukan upacara pensucian dan mengumumkan bahwa dia beriman pada keesaan Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya.

Kemudian Usaid berkata: ‘Aku akan mengutus lelaki yang akan diikuti oleh semua kaumnya, apabila dia memutuskan untuk mengikuti kalian. Dia adalah Sa’d bin Mu’ath.’

Ketika Usaid menghampiri Sa’d, dia melihat perubahan total pada wajah Usaid. Bagaimanapun, Usaid melaporkan kepadanya bahwa dia tidak mendapati kedua orang itu telah melakukan hal yang buruk. Dia juga melaporkan bahwa ada klan lain bersekongkol untuk membunuh As’ad agar bisa mendapatkan Sa’d.

Sambil marah, Sa’d berkata: ‘Aku akan pergi sendiri dan berkata pada mereka untuk segera menjauh dari kita.’ Sewaktu makin mendekat kepada mereka, tiba-tiba dia menyadari bahwa Usaid hanya meinginkannya untuk bertemu dengan mereka. Bagaimanapun, dia telah mengawalinya dengan beberapa kata yang kasar. Mus’ab membuat tawaran yang sama seperti yang pernah dia buat dahulu kepada Usaid. Sa’d kemudian duduk untuk mendengarkan Mus’ab menerangkan prinsip-prinsip Islam.

Mus’ab dan As’ad menyadari bahwa mereka telah berhasil mempengaruhi lelaki ini, bahkan sebelum dia mengucapkan sepatah kata apapun. Ekspresi wajahnya ketika dia mendengarkan al-Qur’an telah mengatakan semuanya. Ketika Mus’ab selesai, Sa’d menunjukkan penerimaannya terhadap Islam.

Kembali ke kaumnya sembari didampingi Usaid, dia segera menyadari apa yang harus dilakukannya. Dia hanya menyeru dan bertanya kepada kaumnya: ‘Apa pendapat kalian tentang aku?’ Mereka menjawab: ‘Kau adalah pemimpin kami dan paling bijaksana di antara kami.’ ‘Maka camkan hal ini dariku.’ Dia berkata, ‘Aku melarang diriku untuk melakukan segala hubungan dengan kalian, lelaki maupun perempuan, sampai kalian percaya kepada Allah dan Rasul-Nya.’ Sore itu, semua pria dan wanita klan Abdul al-Ashal langsung menjadi Muslim.[1]

Bersambung ke:

Sirah Rasul; Terobosan Besar Hijrah (5)

Sebelumnya:

Sirah Rasul; Terobosan Besar Hijrah (3)

Catatan kaki:

[1] Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, Dar al-Qalam, Beirut, Vol. 1, hal. 77-80

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*