Sumber Emanasi (al-Isyraq) Suhrawardi (1)

in Studi Islam

Kaum muslimin berbeda pendapat, baik para sejarawan maupun filsuf, mengenai bentuk ma’rifat yang dinamakan Emanasi, yang diciptakan Suhrawardi, sebagai hasil perpaduan dua cabang ma’rifat. Jurjani dalam bukunya Kitab al-Ta’rifat yang popular, yang banyak menyebutkan tokoh-tokoh emanasi (yang guru besar mereka adalah plato), ketika mneyebutkan Abdurazak Kasyani dalam mengomentari Fushus al-Hikam-nya Ibnu Arabi, adalah sebagai pengikut Nabi Syits, yang dalam sumber-sumber Islam dipandang sebagai pendirinya, delagasi-delegasinya, yang menyebarkan ajaran-ajarannya secara rahasia, dan berkaitan dengan ajaran Hermes secara langsung. Sedangkan Ibnu Wahsyiah, pengarang pertama di dunia Islam yang menggunakan kata al-Isyraq (emanasi), menjelaskan bahwa tokoh-tokoh emanasi, menurut pandangannya adalah selapisan pertapa-pertapa (dukun-dukun) Mesir, yang merupakan anak saudara perempuan Hermes.

Dengan demikian jelaslah bagi kita definisi-definisi di atas, bahwa kesemuanya mengaitkan hikmah al-isyraq dengan apa yang terjadi sebelum masa Aristoteles. Yakni, sebelum filsafat menjadi akliyah, dan ketika perkiraan akli masih merupakan jalan utama untuk memperoleh ma’rifat. Suhrawardi sendiri mengambil definisi yang serupa dalam menerangkan hikmah al-Isyraq. Suhrawardi pernah mengatakan:

“saya telah menyusun buku untuk anda, sebelum buku ini, yang tentunya banyak mengalami rintangan-rintangan, dalam menerbitkannya menurut jalan Mussyaiyah. Dan telah kuringkaskan kaidah-kaidahnya, di antaranya ringkasan yang dinamakan al-Talwihat al-Lauhiyyah wal-Arsyiyyah, yang meliputi kaidah-kaidah yang banyak jumlahnya. Kaidah-kaidah itu kuringkaskan, meskipun kecil bentuknya. Urutan selanjutnya, adalah al-lamhat. Selain keduanya, juga kukarang buku-buku di antaranya apa yang telah kuterbitkan ketika masih muda belia.

Inilah susunan kata (siyaq) lain, yang merupakan jalan pintas yang lebih dekat, kususun dan kutetapkan dengan segala kemudahan memahaminya, yang mulanya belum pernah terpikirkan untuk menghasilkannya, bahkan hasil (yang dicapaipun) membuahkan bentuk lain. Lalu, kucari bentuk alasan, sehingga jika dipastikan suatu pendapat dengan suatu hujjah misalnya, tidaklah diragukan oleh seseorang peragu pun terhadapnya.

Apa yang kusebutkan itu merupakan Ilmu al-Anwar (ilmu cahaya-cahaya), yang kesemuanya dibangun di atasnya. Sedangkan selainnya yang membantuku kepadanya, adalah setiap orang yang menempuh jalan Azza wa-Jalla, yang memiliki rasa Imam al-Hikmah, yang ketuanya Plato, pemilik kemampuan dan cahaya. Demikianlah juga yang berlaku sebelumnya, mulai dari zamannya Bapak Hukama Hermes, sampai ke zamanannya tokoh-tokoh besar Hukama dan jago-jago Hikmat, seperti Appadocles dan Pitagoras, juga selain keduanya. Kata-kata para tokoh pemula, dilambangkan dan dikembalikan kepada mereka, meskipun secara zahiriyah, kata-katanya tidak diarahkan kepada maksud-maksud mereka, dan tidak ada penolakan atas lambang itu. Atas dasar ini, dibangunlah kaidah timur tentang cahaya dan gelap, yang merupakan jalannya Hukama Persia, seperti Jamasf, Farsyawasyatar, Buzarjumihr, dan yang sebelum mereka.”

Sumber-sumber yang menjadi sandaran Suhrawardi, yang menyebabkan tersusunnya unsur-unsur pemikiran Emanasi pada mulanya adalah dalam bentuk Tasawuf, khususnya tulisan-tulisan Al-Hallaj dan Al-Ghazali, yang salah satu bukunya Misykat al-Anwar mempunyai pengaruh langsung terhadapnya yang menunjukan hubungan antar nur (cahaya) dan Iman, sebagaimana yang difahami Suhrawardi. Juga dalam bentuk yang meliputi filsafat Mussyaiyah Islami, yang terdapat pada Ibnu Sina khususnya. Meskipun Suhrawardi telah mengkritik pada sebagiannya, namun ia memandangnya sebagai asas penting dalam memahami keyakinan-keyakinan Emanasi. Sedangkan sumber-sumber khusus sebelum Islam, maka ia mengambil sandaran pada aliran Pitagoras, Platonisme, dan Hermesisme, sebagaimana yang tumbuh di Alexandria, kemudian dipelihara dan disebarkan sesudah itu di Timur Dekat oleh kaum Shabiah Harran, yang memandang kumpulan aliran Hermes sebagai kitab Samawi bagi mereka. (SI)

Bersambung…

Sumber:

Seyyed Hossein Nasr, Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam; Ibnu Sina, Suhrawardi, Ibnu Arabi, Penerbit IRCiSoD, Yogyakarta, 2014

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*