“Allah SWT menyatakan bahwa segala yang mewujud di sisi-Nya senantiasa kekal, tidak akan sedikit pun berkurang atau habis, atau mengalami perubahan. “Ajal yang telah ditentukan” adalah wadah yang terjaga dan kekal untuk menampung objek tanpa mengalami sedikit pun perubahan atau pengurangan.“
Pengantar
Dalam kajian ini kami akan menerangkan keadaan manusia sesudah kehidupannya di alam dunia berdasarkan penjelasan Al-Qur’an dan Sunah serta perenungan filosofis. Pembuktian dan penjelasan dalam kajian ini merupakan ringkasan garis-garis besar permasalahan. Hal itu karena kajian ini menggunakan metode penafsiran satu ayat dengan ayat lainnya dan satu riwayat dengan riwayat lainnya yang berjangkauan luas dan sambung-menyambung sehingga butir-butir pikiran yang dilahirkannya tidak akan mungkin tertampung dalam kajian sesederhana ini.
Secara jujur perlu kami akui bahwa para mufasir dan pensyarah hadis terdahulu telah mengabaikan metode ini dalam upaya mereka menggali makna dan pesan yang terkandung di dalam Al-Qur’an.
Mereka tidak mewariskan khazanah wawasan Al-Qur’an dengan menggunakan metode semacam ini. Karena itu, siapa saja yang ingin memperoleh hasil dari metode kajian seperti ini—di samping akan menemukan banyak kesulitan dan kepelikan—tak ubahnya seperti penyerbu di medan laga tanpa membawa perlengkapan senjata sama sekali. Wa Allah A‘lam.
Ajal
Allah SWT berfirman: “Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam ajal (masa) yang telah ditentukan. Dan orang-orang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” (QS. al-Ahqaf: 3)
Dalam ayat di atas Allah SWT menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya dibatasi oleh ajal yang telah ditetapkan-Nya. Tidak terdapat satu pun maujud yang melampaui batas ajalnya.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman: “Tiap-tiap umat mempunyai ajal; maka apabila telah datang ajalnya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. al-A‘raf: 34)
Dalam ayat lain Allah SWT menegaskan: “Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan (nya).” (QS. al-Hijr: 5)
Masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan permasalahan ajal. Secara bahasa, ajal artinya masa berakhir sesuatu. Al-Qur’an juga menyebutnya dengan kata yaum (hari) pada firman Allah SWT berikut ini:
“Katakanlah: ‘Bagi kalian ada hari yang telah dijanjikan (Hari Kiamat) yang tiada dapat kalian minta mundur daripadanya barang sesaat pun dan tidak (pula) kalian dapat meminta supaya diajukan‘.” (QS. Saba’: 30)
Kemudian Allah SWT berfirman:
Dialah Dzat yang menciptakan kalian dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematian kalian), dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (yang hanya diketahui oleh-Nya). (QS. al-An‘am: 2)
Ayat di atas menyebutkan bahwa ajal yang telah ditentukan ada di sisi Allah SWT.
Lalu Allah mempertegas dengan ayat berikut ini: Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (QS. an-Nahl: 96)
Dalam ayat ini, Allah SWT menyatakan bahwa segala yang mewujud di sisi-Nya senantiasa kekal, tidak akan sedikit pun berkurang atau habis, atau mengalami perubahan. “Ajal yang telah ditentukan” adalah wadah yang terjaga dan kekal untuk menampung objek tanpa mengalami sedikit pun perubahan atau pengurangan.
Selain itu, Allah SWT juga menjelaskan bahwa ada ajal yang telah ditentukan-Nya bagi aneka keindahan alam di muka bumi ini, sebagaimana Dia pun menentukan ajal bagi kehidupan dunia. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia ini adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah karena air itu tanaman bumi dengan suburnya, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya dan berhias (dengan) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya (bumi), tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (segenap tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan tidak pernah tumbuh kemarin.” (QS. Yunus: 24)
Ayat di atas telah menyebutkan dua macam ajal, atau satu ajal yang memiliki dua dimensi: ajal yang bersifat duniawi dan temporal; dan ajal yang merupakan ketetapan-Nya yang bersifat abadi sebagaimana ditegaskan oleh firman-Nya:
“Sesudah itu ditentukan-Nya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan pada sisi-Nya (hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya).” (QS. al-An‘am: 2)
Ajal yang telah ditetapkan-Nya senantiasa berada di sisi-Nya dan tidak ada sesuatu pun yang menghalanginya sebagaimana diisyaratkan oleh kata ‘indahu (di sisi-Nya) pada ayat 2 surah al-An‘am di atas. Dari sini kita dapat memahami maksud firman Allah SWT yang berbunyi:
“Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya ajal (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang.” (QS. al-‘Ankabut:5)
Oleh karena itu, Al-Qur’an biasa menyebutnya dengan istilah “kembali ke sisi Allah” atau “kepada-Nya segala sesuatu dikembalikan.” (AL)
Bersambung…