Tafsir Tematik (5): Hakikat Dunia (2)

in Studi Islam

Pengujian Ilahi terhadap manusia di dunia ini, dimaksud untuk menyingkapkan semua ciri-khas manusiawi dari persembunyian potensialitas dan kesiapan ke lapangan aktualitas dan kesempurnaan. Ia merupakan pengujian untuk menambah bobot, bukan untuk menakarnya.

Gambar ilustrasi. Sumber: wajibbaca.com

Dunia adalah Sekolah Manusia

Dalam kaitannya dengan akhirat, dunia adalah fase persiapan, pelatihan, dan penyempurnaan manusia. Dunia ini ibarat tingkat persiapan di sekolah dan di perguruan tinggi bagi para pelajar atau mahasiswa. Pada hakikatnya, dunia adalah sekolah dan tempat pendidikan.

Dalam Nahj Al-Balaghah, bagian kalimat-kalimat pendek, dikisahkan bahwa seorang lelaki datang menemui Imam ‘Ali ra. Lelaki itu mulai mencela dunia, karena memperdaya manusia, merusak, menipu, dan berbuat jahat padanya. Lelaki itu sepertinya telah mendengar sejumlah pemuka agama mencela dunia, lalu mengira bahwa yang mereka cela adalah realitas alam ini—menganggap bahwa alam ini secara inheren jahat. Lelaki lalai tersebut tidak tahu bahwa yang sebenarnya tercela dan jahat adalah “cinta dunia”, pandangan sempit dan rendah terhadap wujud sehingga bertentangan dengan (ketinggian derajat) manusia dan kebahagiaannya.

Kemudian, Imam ‘Ali ra. menjawab, “Sesungguhnya engkaulah yang tertipu oleh dunia ini, padahal dunia tidak menipumu. Engkaulah yang menganiaya dunia, bukan dunia yang menganiayamu,” sampai beliau berkata, “Dunia akan jujur pada siapa saja yang memperlakukannya dengan jujur; ia adalah sarana kesembuhan bagi yang mengetahui hakikatnya. Dunia adalah tempat ibadah para kekasih Allah, mushala para malaikat Allah, tempat turunnya wahyu Allah, dan pusat berniaga para wali Allah.”

Syaikh Fariduddin Al-‘Aththar menggubah bait-bait syair berdasarkan kandungan ucapan Imam ‘Ali ra tersebut:

Seseorang telah datang menemui Singa yang adil, ia kecam dunia di hadapannya

Singa menjawab, “Dunia tidaklah jelek. Engkaulah yang jelek.

Karena engkau tidak mau berpikir.

Sungguh dunia laksana ladang. Kita harus bekerja dan menanamaminya siang malam

Karena keterperdayaan dan kejayaan agama sama-sama bisa dicapai di dunia

Benih hari ini akan berbuah esok hari

Kalau tak disemai, maka ‘alangkah sesalnya’ yang akan engkau petik

Jika tidak bisa mengambil manfaat dari dunia,

maka kau akan meninggalkannya seakan tanpa pernah melaluinya.

Sungguh kau akan tersiksa; sulit berbuat, jalan begitu panjang, dan pahala sangat sedikit.”

Nashir Khusru menyeru alam dengan mengatakan:

Hai alam! Kendati kau tak berjanji kepada siapa-siapa, tapi kau tetap merupakan suatu kemestian

Pada sisi lahiriah, kau bagai duri; karena itu kau jelek. Tetapi batinmu menegaskan bahwa kau adalah suatu kemestian, laksana suatu kemestian dua mata ini.

Terkadang, jika kau remukkan sesuatu yang tertutup akan kau dapati di depanmu hal lain yang tertutup pula.

Siapa melihatmu dengan mata kotor, pasti ia ‘kan melihatmu sebagai sesuatu yang kotor.

Siapa melihatmu dengan mata bening, ia ‘kan memandangmu sebagai sesuatu yang bening.

Kepada orang yang mencela dan mencercamu, katakan padanya, “Kau tak paham tentangku!”

Andai kau berpikir, pandanglah aku sebagai tempat menabur benih

Kenapa kau cerca tempat kau menaburkan benihmu?

Telah Allah tanam sebatang pohon untukmu, dan kau adalah cabangnya

Kalaulah kau cabang yang bengkok, maka kau akan dibakar, dan kalau kau cabang yang lurus, beruntung dan merdekalah dirimu.

Memang, setiap orang akan rela membakar cabang yang bengkok.

Dia tidak akan bertanya, dari pohon badam ataukah kacang-kacangan dirimu?

Sungguh kau adalah panah milik Allah untuk musuh-musuh-Nya

Mengapa kaulukai dirimu sendiri dengan panah ini?”

Dalam Al-Quran, Allah berfirman:

Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapakah di antara kalian yang paling baik amalnya (QS Al-Mulk [67]: 2).

Maksudnya, dunia yang terdiri atas kehidupan dan kematian ini adalah tempat manusia mencoba perbuatan-perbuatan baik. Di sini perlu digarisbawahi bahwa pengujian Allah ini bertujuan untuk mengaktualisasikan semua kesiapan dan kapasitas manusia. Dan aktualisasi ini sendiri tidak lain kecuali untuk memberi kedewasaan dan proses penyempurnaan baginya.

Jadi, dalam kasus ini, “pengujian” ini tidak untuk “menyingkapkan” rahasia tiap maujud, melainkan untuk mengaktualisasikan segenap kesiapan yang tersembunyi bagaikan rahasia itu. Dengan demikian, “pengujian” Ilahi dimaksud untuk menyingkapkan semua ciri-khas manusiawi dari persembunyian potensialitas dan kesiapan ke lapangan aktualitas dan kesempurnaan. Ia merupakan pengujian untuk menambah bobot, bukan untuk menakarnya.

Dengan begitu, ayat di atas menjelaskan hakikat bahwa dunia adalah tempat pendidikan, persiapan, dan pengembangan potensi dan kapasitas manusia. (AL)

Bersambung..

Sebelumnya:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*