Tafsir Tematik tentang Ruh (2)

in Studi Islam

Allah SWT menyebut penciptaan manusia dengan peniupan ruh-Nya, dan curahan rahmat-Nya kepada nabi dan kaum mukmin juga diungkapkan sebagai penguatan dengan ruh-Nya terhadap mereka. Sedangkan dalam konteks para malaikat tidak terdapat ungkapan peniupan ataupun penguatan terhadap mereka, tapi Allah SWT menyebutnya sebagai ruh-Nya.”

 —Ο—

 

Ruh adalah Makhluk Agung yang Bukan Malaikat

Pada QS. an-Nahl: 2, QS. al-Ma‘arij: 4, QS. an-Naba’: 38 dan QS. al-Qadr: 4) kata ruh disebutkan secara berdiri sendiri untuk menunjukkan sebuah wujud berupa makhluk langit selain malaikat.

Allah SWT berfirman:

  1. Dia menurunkan para malaikat dan ruh dengan perintah-Nya. (QS. an-Nahl: 2)
  2. Malaikat-malaikat dan ruh naik (menghadap) kepada-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. (QS. al-Ma‘arij: 4)
  3. Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucap­kan kata yang benar. (QS. an-Naba’: 38).
  4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. (QS. al-Qadr: 4)

Dalam al-Kâfi disebutkan sebuah riwayat dari Sa‘d al-Iskaf yang mengatakan bahwa suatu hari seorang laki-laki pergi men­datangi Imam Ali bin Abi Thalib untuk menanyakan siapa yang dimaksud dengan “Ruh”, apakah ia Malaikat Jibril atau bukan. Imam Ali menjawab: “Jibril adalah salah satu malaikat dan Ruh bukan Jibril.”

Mendengar ucapan sang Imam, orang itu terheran lalu berkata: “Engkau telah mengucapkan sesuatu (kesimpulan) yang (salah) besar yang tak seorang pun (dari kalangan mayoritas sahabat Rasul saw—pen.) pernah menga­takannya.”

Imam Ali menjawab: “Sungguh engkau adalah orang sesat yang menerima informasi (tentang Islam) dari orang-orang sesat! Allah SWT berfirman: Telah datang kete­tapan Allah maka jangan­lah kamu meminta agar disegerakan. Mahasuci Allah dan Maha­tinggi dari apa yang mereka persekutukan, Dia menurunkan para malaikat dan ruh dengan perintah-Nya. Ruh (dalam ayat) ini bukan­lah malaikat.”

Ruh Disifati dengan Kudus dan Amin

Al-Qur’an juga menyifati ruh dengan Ruh Kudus (mulia) dalam ayat-ayat berikut ini:

  1. Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan al-Kitab (Tau­rat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (ber­turut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami beri­kan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada ‘Isa putra Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruh Kudus. (QS. al-Baqarah: 87)
  2. Dan Kami berikan kepada Isa putra Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruh Kudus. (QS. al-Baqarah: 253)
  3. (Ingatlah), ketika Allah mengatakan: ‘Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan Ruh Kudus. (QS. al-Maidah: 110)
  4. Katakanlah: ‘Ruh Kudus (Jibril) menurunkan Al-Qur’an itu dari Tuhan­mu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’ (QS. an-Nahl: 102)

Ayat lain menyifati ruh dengan Ruh Amîn (bersifat memegang amanat), yaitu firman-Nya yang menyatakan:

Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin. (QS. asy-Syu‘ara: 193)

Maksud dari Ruh Kudus atau Amîn seperti disebutkan ayat-ayat di atas adalah malaikat Jibril karena ia tersucikan dari sifat khianat dan aneka kotoran spiritual yang boleh jadi mengotori ruh-ruh manusia. Atau boleh jadi ia adalah makhluk yang bukan dari jenis malaikat seperti disebutkan di atas, tetapi ia selalu menyertai malaikat Jibril dalam proses penurunan wahyu, sejalan dengan bunyi firman-Nya:

Dia menurunkan para malaikat dan ruh dengan perintah-Nya kepada kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: ‘Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwa­sanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.’ (QS. an-Nahl: 2)

Setelah menyebutkan Jibril sebagai utusan Allah SWT—dalam menurunkan wahyu kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya—ayat di atas juga menyebutkan bahwa ruh turun menyertai para malaikat.

Jika pendapat ini benar, maka berarti bahwa Jibril turun bersama ruh yang merupakan makhluk Allah yang bukan malaikat itu, dan ruhlah yang membawa Al-Qur’an. Dari sini kita dapat mema­hami dengan mudah bahwa maksud firman Allah SWT yang ber­bunyi: Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu Ruh dengan perintah Kami. (QS. asy-Syura: 52) adalah penurunan ruh yang kudus itu kepada Rasulullah saw dengan mem­bawa Al-Qur’an.

Penciptaan Manusia Disebut Sebagai Peniupan Ruh-Nya

Dalam konteks penciptaan manusia, Allah SWT menyebutnya sebagai peniupan ruh-Nya.

Allah SWT berfirman:

  • Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup­­kan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku. (QS. al-Hijr: 29)
  • Dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehor­matannya, lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh) nya ruh dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam. (QS. al-Anbiya’: 91)
  • Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, peng­lihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS. as-Sajdah: 9)
  • Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiup­kan kepa­danya ruh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu ter­sungkur dengan bersujud kepada-Nya. (QS. Shad: 72)
  • Dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (cip­taan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-Nya; dan ada­lah dia termasuk orang-orang yang taat. (QS. at-Tahrim: 12)

Peniupan ruh-Nya pada saat penciptaan manusia adalah kiasan tentang pemberian suatu pengaruh (faktor) yang bersifat imaterial pada manusia, yakni jiwa atau nyawa yang menyatu dengan raga.

Hal ini diperjelas oleh firman-Nya yang menyatakan:

Dan sesung­guhnya Kami telah menciptakan (jenis) manusia (ber­mula) dari suatu saripati (yang berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya sperma (disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim ibu). Kemudian Kami ciptakan (jadikan) nuthfah itu ‘alaqah, lalu Kami ciptakan alaqah itu mudhgah (sesuatu yang kecil sekerat daging) lalu Kami cipta­kan mudhgah itu tulang belulang, lalu Kami bungkus tulang-tulang itu dengan daging. Kemudian Kami mewu­judkannya (tulang yang terbungkus daging itu) makhluk lain. Maka Maha banyak keberkahan (yang tercurah dari) Allah Pencipta Yang Terbaik. (QS. al-Mukminun: 12-14)

Allah Menguatkan Nabi dan Kaum Mukmin dengan Ruh-Nya

Al-Qur’an juga menyebut dukungan Allah SWT kepada nabi dengan ruh-Nya. Seperti disebutkan oleh surah al-Baqarah ayat 87, 253), (surah al-Maidah ayat 110) di atas (ketika menjelaskan Ruh Kudus). Penguatan dengan ruh-Nya juga diberikan kepada kaum Mukmin.

Allah SWT berfirman:

Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekali­pun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau sau­dara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan per­tolongan yang datang daripada-Nya. (QS. al-Mujadalah: 22)

Allah SWT Menyebut Malaikat sebagai Ruh-Nya

Dalam Al-Qur’an Allah SWT juga menegaskan bahwa malaikat yang diutus-Nya adalah ruh-Nya. Dia tidak menyebutnya sebagai suatu penguatan ataupun peniupan. Allah SWT hanya menyebutkan bahwa malaikat yang diutus-Nya itu adalah ruh-Nya.

Allah SWT berfirman:

Maka ia (Maryam) mengadakan tabir (yang melin­dungi­nya) dari mereka; lalu Kami mengutus ruh Kami kepadanya, maka ia men­jelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.

(QS. Maryam: 17)

Sebagaimana terbaca di atas, Allah SWT menyebut penciptaan manusia dengan peniupan ruh-Nya, dan curahan rahmat-Nya kepada nabi dan kaum mukmin juga diungkapkan sebagai penguatan dengan ruh-Nya terhadap mereka. Sedangkan dalam konteks para malaikat tidak terdapat ungkapan peniupan ataupun penguatan terhadap mereka, tapi Allah SWT menyebutnya sebagai ruh-Nya. Hal ini karena para malaikat adalah makhluk Allah SWT yang sepenuhnya tercipta dari unsur ruhani yang masing-masing tentunya memiliki kedudukan bertingkat-tingkat dalam hal kedekatan mereka dengan Allah SWT. Malaikat berbeda dengan manusia yang merupakan campuran unsur materi dan non-materi. Oleh karena itu, ketika ber­bicara tentang penciptaan manusia, Allah SWT menyatakan bahwa Dia meniupkan pada jasad yang mati itu ruh ciptaan-Nya. Demikian pula perbedaan antara penguatan Allah SWT kepada nabi dan kaum mukmin dengan ruh-Nya memiliki kedudukan lebih tinggi daripada peniupan ruh ciptaan-Nya kepada manusia secara umum. (MK)

Selesai

Sebelumnya:

Tafsir Tematik tentang Ruh (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*