Tradisi kaligrafi dalam dunia Islam telah berkembang selama ribuan tahun. Bahkan itu sudah dimulai dari sejak masa awal Islam. Lalu apakah Alquran yang Anda pegang masih merupakan tulisan tangan atau hasil dari teknologi digital? Tradisi itu ternyata masih bertahan sampai hari ini.
Jalan Panjang Seorang Kaligrafer
Di dalam dunia Islam, khattat atau kaligrafer memiliki posisi yang sangat terhormat. Annemarie Schimmel dalam bukunya yang berjudul Calligraphy and Islamic Culture, menyatakan bahwa Seni menulis adalah elemen terpenting dalam kebudayaan Islam, karena bagaimanapun Alquran sendiri dicatat dan disampaikan ulang dalam bentuk tulisan.
Bahkan Nabi dan orang-orang suci pernah berkata bahwa pemilik rumah harus mengisi rumahnya dengan tulisan kaligrafi yang baik karena itu akan mendatangkan berkah.
Di masa lalu, pada umumnya hanya orang-orang dari golongan kelas menengah ke ataslah yang bisa mendapatkan pendidikan dasar kaligrafi. Untuk tingkatan lebih lanjut, biasanya mereka akan memanggil kaligrafer dengan kualifikasi khusus untuk mendidik anak-anak mereka.
Menjadi seorang kaligrafer bukanlah sesuatu yang mudah, mereka mesti menempuh jenjang pendidikan yang panjang untuk mendapatkan ijazah dari seorang guru kaligrafi. Di dalam ijazah nanti akan tercantum tandatangan seorang guru yang menyatakan bahwa penerima ijazah telah menempuh pendidikan kaligrafi di sekolahnya.
Meskipun tahu jalan untuk menjadi seorang kaligrafer sedemikian berat, namun bagi para pecinta kaligrafi yang mendambakan kesuksesan, jalan tersebut tetap akan tetap ditempuhnya. Sehingga pada masa itu muncul sebuah kalimat yang sangat terkenal, “Dengan berjalan di lembah kaligrafi, dia menjadi ternama dan terkenal.”
Untuk mempelari kaligrafi, pada awalnya seorang calon kaligrafer diwajibkan untuk mempelajari sufisme, yang di dalamnya di antaranya mengandung pelajaran tentang puisi dan musik. Pada waktu itu, atau pada masa abad pertengahan Islam, tradisi sufisme memang sedang berkembang pesat.
Di dalam sufisme, silsilah keguruan seseorang adalah suatu hal yang sangat penting, karena silsilah tersebut merupakan rantai penghubung menuju ikatan spiritual yang melekat pada generasi-generasi sebelumnya. Dengan silsilah, maka seorang kaligrafer dapat dilacak berasal dari aliran mana.
Seorang calon kaligrafer, mesti mengikuti proses belajar dan pelatihan yang panjang disertai disiplin yang tinggi. Bagaimana tidak, karena tujuan akhir dari seorang kaligrafer adalah kemampuan untuk menulis ayat suci yang benar, dan tidak hanya sekedar benar, tetapi juga harus indah.
Dengan demikian, seorang kaligrafer, selain harus memahami Alquran dia juga memiliki kualifikasi tertentu yang ketat. Misalnya saja, karena yang akan ditulisnya adalah ayat-ayat suci, maka dia pun tidak boleh kotor sepanjang waktu.
Seorang kaligrafer, sebelum menulis, akan melakukan mandi besar untuk penyucian diri. Pada tahapan yang lebih rendah, walaupun tidak melaksanakan mandi besar setiap harinya, paling tidak seorang kaligrafer wajib selalu dalam keadaan suci, yakni dengan cara memperbaharui wudhu-nya secara terus-menerus.
Dalil yang mereka gunakan perihal kesucian diri ini tercantum dalam QS Al-Waqiah Ayat 79 yang berbunyi, “لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ” (Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan).
Jalan panjang ini digambarkan oleh seorang kaligrafer dari abad ke-16, Mir Ali Heravi. Dia berkata:
“Empat puluh tahun dari hidupku dihabiskan dalam kaligrafi;
Sentuhan lengkungan kaligrafi tidak datang dengan mudah ke tanganku.
Apabila datang saja satu kali kesempatan duduk dengan santai tanpa berlatih,
Kaligrafi akan hilang dari tangannya seperti warna pada inai”
Uthman Taha
Lalu bagaimana dengan seni kaligrafi di era modern? Apakah Alquran yang Anda pegang masih merupakan tulisan tangan atau hasil dari teknologi digital – ditulis dengan komputer dan dicetak menggunakan mesin print?
Di antara sekian banyak kaligrafer di era modern, adalah Uthman Taha yang telah menempuh jalan panjang dunia kaligrafi. Seluruh hidupnya telah didekasikan untuk menulis kaligrafi. Dan bisa jadi, Alquran yang Anda pegang hari ini adalah hasil sentuhan tangannya.
Uthman Taha adalah penulis Alquran Mushaf Madinah, usianya kini telah mencapai 84 tahun. Setiap tahun, salinan karya Alquran yang ditulis dengan tangan olehnya dibagikan kepada jutaan jemaah haji dari berbagai penjuru dunia.
Berapa lama waktu yang dia butuhkan untuk menulis satu Alquran? Bagaimana perjalanan hidupnya sehingga bisa masuk ke dalam dunia kaligrafi? Apa yang dia pikirkan ketika sedang menulis Alquran? (PH)
Bersambung ke: