Dalam dua dekade terakhir ini, Qatar secara agresif telah membeli lukisan-lukisan karya seniman Barat dengan harga yang sangat fantastis. Kira-kira apa alasan mereka?
Qatar’s Orientalist Museum (Museum Orientalis Qatar) memang belum secara resmi dibuka oleh otoritas Museum Qatar, namun yang menarik adalah ide-ide di balik pendirian museum ini.
Untuk kata orientalis itu sendiri, yang berasal dari kata orientalisme sebenarnya menunjukkan arti yang negatif, sebagaimana dijelaskan oleh Edward Said, profesir bidang literatur di Universitas Columbia, Amerika Serikat.
Said menjelaskan, “Orientalisme telah menghasilkan deskripsi yang salah tentang Arab dan budaya Islam. Hal ini terjadi terutama karena sifat esensialis dari institusi (orientalisme) tersebut — yaitu, keyakinan bahwa mungkin untuk menentukan kualitas esensial masyarakat Arab dan budaya Islam (maksudnya adalah bahwa penggambaran masyarakat Arab dan budaya Islam dibuat berdasarkan persepsi orang Barat itu sendiri-pen). Kualitas-kualitas ini terlihat dalam istilah-istilah negatif yang seragam.”[1]
Apa yang dikatakan oleh Said mungkin ada benarnya jika dilihat dalam konteks dunia literatur, tapi dalam konteks dunia seni, British Museum melihatnya secara lain. Mereka menilai bahwa karya-karya seniman orientalis Barat adalah suatu bentuk pengaruh dunia Islam terhadap dunia Barat.
“Sebuah pertukaran budaya yang jauh menjangkau para seniman laki-laki Eropa dan Amerika yang menyampaikan (kembali) gambar-gambar ornamen Turki, Palestina, dan Afrika Utara kepada peminat Barat,” kata mereka.[2]
Kembali ke Qatar, sebagaimana dilansir dari The Economist, keluarga al-Thani, yaitu keluarga penguasa Qatar, yang kini diwakili oleh Sheikha Mayassa binti Hamad al-Thani, diketahui begitu gemar membeli benda-benda seni karya orientalis Barat. Alasannya adalah karena mereka ingin menjelaskan sejarah kawasan tersebut dari sudut pandang Barat.
Selama tujuh tahun terakhir, keluarga al-Thani diperkirakan telah menghabiskan setidaknya 1 miliar dollar Amerika Serikat (AS) untuk membeli lukisan, patung, dan struktur Barat, termasuk versi terakhir “The Card Players” karya Paul Cezanne dengan harga lebih dari 250 juta dollar AS — sebuah rekor harga baru untuk karya seni.
Akuisisi tersebut, yang dilakukan pada awal 2011 hanyalah salah satu dari serangkaian pembelian yang mencakup beberapa karya terbaik yang dibuat oleh seniman Barat seperti Francis Bacon, Mark Rothko, Andy Warhol, dan Damien Hirst, beberapa di antaranya juga dibeli dengan menembus rekor harga baru.[3]
Bahkan menurut sumber lain, yaitu dari Art Review, pada perkembangan terbarunya jumlah 1 miliar dollar AS itu adalah jumlah rata-rata dalam setiap tahunnya.[4]
Sementara itu, menurut Julia Tugwell, kurator di British Museum, kegemaran membeli karya seni orientalis Barat ini bukan hanya dilakukan oleh Qatar saja, tapi juga oleh para kolektor di negara lain di kawasan tersebut.
“Dalam sepuluh tahun terakhir ini, ada minat yang sangat besar pada koleksi di dunia Islam yang sedang dibangun, yaitu lukisan orientalis,” kata Tugwell. “Mereka dikumpulkan di Timur Tengah dan siapa yang tahu apa alasannya?
“Beberapa orang mengatakan itu adalah cara mereka untuk melihat kembali masa lalu ketika mereka tidak memiliki pelukis sendiri pada abad ke-19 sebagaimana orang-orang Eropa pada masa itu, sebagai sebuah dokumenter.
“Pada satu sisi itu benar, (tetapi) pada sisi lain itu salah karena banyak lukisan ini yang telah diromantisasi (dibuat berdasarkan subjektifitas si pelukis, bukan sejarah yang sebenarnya-pen). Tapi mereka sekarang tertarik pada representasi Eropa tentang kebudayaan mereka sendiri.”[5]
Jika pihak Barat menilai motivasi pembangunan museum ini seperti yang telah disebutkan di atas, maka lain halnya dengan orang dalam itu sendiri. Dr. Olga Nefedova, sejarawan seni asal Rusia yang pernah menjadi direktur Museum Orientalis Qatar ini mengatakan, “Museum Orientalis memberikan kesempatan langka untuk mengeksplorasi visi dan kesan seniman orientalis dan menelusuri perkembangan gerakan seni ini.”
Pihak otoritas Museum Qatar sendiri mengatakan, “Museum Orientalis Qatar adalah satu-satunya institusi di kelasnya. Ia didedikasikan untuk Orientalisme – periode berpengaruh dalam sejarah seni, berdasarkan pengalaman dan kesan pertama seniman Barat tentang Timur ‘oriental’.”[6]
Jadi, secara sederhana, Museum Orientalis Qatar dapat diartikan sebagai museum yang mengkoleksi karya seniman Barat mengenai dunia Islam. Maka dapat dipastikan, di sana tidak ada karya-karya dari seniman Muslim.
Selain nama-nama seniman besar Barat yang telah disebutkan di atas, Museum Orientalis juga menyebutkan bahwa mereka memiliki karya lukis dari Jean-Étienne Liotard (1702-1789), dari Swiss; Germain Fabius Brest (1823-1900), dari Prancis; Antoine-Ignace Melling (1763-1831), dari Jerman; Ludwig Deutsch (1855-1935), dari Austria; dan John Frederick Lewis (1804-1876), dari Inggris.
Selanjutnya pihak otoritas Museum Qatar mengatakan, “Melalui koleksi seni rupa dan terapan (karya orientalis Barat), objek-objek ini mendokumentasikan pertemuan dari berbagai budaya. Topik ini beresonansi dengan masyarakat di Qatar, di mana (orang-orang dari) berbagai kebangsaan hidup berdampingan.”[7]
Demikianlah, Qatar dengan segala ambisinya berniat untuk menjadikan negara tersebut sebagai pusat kesenian dan kebudayaan dunia. Apakah hal ini dapat terwujud atau tidak, hanya waktu yang dapat menjawabnya. (PH)
Seri artikel Museum Qatar selesai.
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Keith Windschuttle, “Edward Said’s ‘Orientalism revisited’”, dari laman https://web.archive.org/web/20080501055657/http://www.newcriterion.com/archive/17/jan99/said.htm, diakses 11 November 2020.
[2] Tim Cornwell, “Inspired By The East: Casting an eye over Orientalism”, dari laman https://www.middleeasteye.net/discover/inspired-by-the-east-british-museum-review-orientalism, diakses 11 November 2020.
[3] The Economist, “Qatar’s culture queen”, dari laman https://www.economist.com/books-and-arts/2012/03/31/qatars-culture-queen, diakses 20 Oktober 2020.
[4] BBC News Indonesia, “Saudara Emir Qatar dinobatkan sebagai tokoh berpengaruh di seni”, dari laman https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2013/10/131024_seni_budaya_qatar_emir, diakses 22 Oktober 2020.
[5] Tim Cornwell, Loc.Cit.
[6] Qatar Museums, “Orientalist Museum”, dari laman https://www.qm.org.qa/en/project/orientalist-museum, diakses 11 November 2020.
[7] Ibid.