Mozaik Peradaban Islam

Museum Qatar (6): Museum Seni Islam (MIA)

in Arsitektur

Last updated on November 8th, 2020 02:42 pm

Museum ini memiliki koleksi langka peninggalan peradaban Islam dari sejak 1.300 tahun lalu, mulai dari logam Dinasti Ayyubiyah dan Mamluk, koleksi lengkap astrolab dan instrumen ilmiah, perhiasan peninggalan Dinasti Mughal, dan Alquran masa awal.

Foto: Fisher Marantz Stone

Museum of Islamic Art (MIA/Museum Seni Islam) adalah proyek rintisan Qatar dalam cita-cita mereka untuk menjadi pusat kebudayaan, baik bagi kawasan Timur Tengah maupun dunia. Di bawah visi Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani, proyek ini adalah landasan pertama bagi Qatar dalam mimpi mereka untuk menjadi ibukota kebudayaan dunia.[1]  

Museum ini berada di pantai Doha, Qatar, tepatnya ia berada di ujung selatan Teluk Doha. Museum ini termashyur karena memiliki koleksi benda-benda seni dari dunia Islam dari sejak 1.300 tahun lalu.[2]

Ia memiliki benda-benda yang berasal dari tiga benua yang merepresentasikan seni Islam secara keseluruhan, mulai dari Alquran dan manuskrip pada masa-masa awal, keramik, logam, kaca, gading, karpet dan tekstil, kayu, dan batu mulia – masing-masing mewakili keragaman warisan dunia Islam dan memiliki kualitas terbaik.[3]

Susana museum pada siang hari. Foto: Qatar Museum

MIA dibuka pada tahun 2008, ia dirancang oleh arsitek Amerika Serikat keturunan Tionghoa, I.M. Pei, yang pernah memenangkan penghargaan Pritzker, sebuah penghargaan bergengsi bagi arsitek kelas dunia. Selain itu dia juga adalah arsitek yang merancang piramida ikonik di Museum Louvre, Prancis.[4] Sementara itu bagian interiornya dirancang oleh Jean-Michel Wilmotte.[5]

MIA mulai dibangun pada pertengahan tahun 2000-an. Waktu itu Pei sebenarnya sudah pensiun, namun karena Otoritas Museum Qatar mengetahui jejak rekam karya-karya Pei yang unggul, maka mereka berusaha membujuknya agar mau meluangkan waktunya untuk merancang museum yang terkemuka ini.[6]

I.M. Pei pada tahun 1989 di depan piramid karyanya di Museum Louvre, Prancis. Foto: Marc Riboud/Magnum Photos

Meski mempertahankan gaya arsitektur khas karya Pei, bangunan MIA tetap menggabungkan elemen-elemen yang dapat dilihat pada struktur Timur Tengah kuno.[7] Sebagai contoh, bentuk bangunan ini terinspirasi dari sabil abad ke-13 (air mancur untuk wudhu) dari Masjid Ahmad bin Tulun abad ke-9 di Kairo, Mesir.[8]

Bangunan seluas sekitar 3.000 m2 ini terdiri dari lima tingkat bangunan utama dan dua lantai bangunan sayap yang difungsikan untuk area edukasi. Di antara bangunan utama dan sayap terdapat area air mancur. Bangunan utama didesain seperti tangga bundar berundak yang pada bagian teratasnya terdapat puncak.

Masuk ke bagian dalam, Anda akan melihat kubah di bagian atap, yang mana dari luar tidak terlihat karena ia berada di balik dinding menara puncak. Di bagian sisi utara bangunan, terdapat sebuah jendela yang menjulang tinggi sepanjang 54 m, menawarkan pemandangan dramatis dari seluruh lantai.

Jendela setinggi 54 m yang dapat dilihat dari semua lantai. Foto: Qatar Museum

Lantai dasar difungsikan sebagai ruang galeri sementara yang biasanya dipakai untuk pameran internasional dan kafe. Selain itu di sana ada toko suvenir dan layanan informasi. Di lantai dua dan tiga terdapat ruang galeri permanen yang dirancang oleh Jean-Michel Wilmotte dari Prancis.

Bagian dalam museum. Foto: Wahyu Pratomo dan Kris Provoost

Di lantai empat, terdapat galeri sementara yang menampilkan topik penelitian staf museum, yang objeknya merupakan benda-benda baru yang belum dipamerkan di galeri permanen. Di sana juga ditampilkan informasi-infomasi terbaru mengenai objek-objek yang sedang diteliti tersebut. [9]

Untuk lantai kelima, tidak ada informasi dari sumber referensi sekunder yang menjelaskan penggunaannya untuk apa. Namun jika dilihat dari bentuknya yang menyempit, tampaknya ia adalah puncak bangunan yang difungsikan untuk menempatkan kubah di dalamnya.

Di ruang galeri permanen, yakni di lantai dua dan tiga, terdapat sekitar 850 artefak yang menyajikan keragaman seni dunia Islam. Dua lantai ini didedikasikan untuk eksplorasi era sejarah dan interpretasi tema-tema seni Islam dan budaya material, dari abad ke-8 hingga titik puncaknya pada abad ke-19.

Sebagai gambaran yang lebih deskriptif tentang koleksi milik museum ini, di sana terdapat karpet-karpet dan produk tekstil terkemuka dari berbagai masa, berbagai logam peninggalan Dinasti Ayyubiyah dan Mamluk serta kaca enamel, keramik-keramik dari masa awal Islam yang materialnya sangat kuat, koleksi lengkap astrolab dan instrumen ilmiah, mahakarya perhiasan peninggalam Dinasti Mughal, serta manuskrip dan miniatur langka.

Berbagai koleksi di galeri permanen. Foto: Qatar Museums

Video singkat tur ke museum ini dapat Anda saksikan di bawah ini:

Saat ini MIA telah membangun jaringan kemitraan di seluruh dunia dan menawarkan akses kolektif ke informasi, penelitian, dan gambar bagi lembaga dan museum. MIA memiliki ikatan yang kuat dengan banyak museum kelas dunia termasuk Louvre, Prancis; Museum Inggris, Inggris; Museum Victoria & Albert, Inggris; Museum Seni Metropolitan, AS; Museum für Islamische Kunst, Jerman; Koleksi Al-Sabah, Kuwait; Gulbenkian, Portugal; dan Museum Nasional Purbakala dan Seni Islam, Aljazair. [10] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Museum With No Frontiers, “Museum of Islamic Art”, dari laman http://islamicart.museumwnf.org/pm_partner.php?id=Mus21;qt&type=museum&link=EPM&, diakses 6 November 2020.

[2] Encyclopaedia Britannica, “Museum of Islamic Art”, dari laman https://www.britannica.com/topic/Museum-of-Islamic-Art-museum-Doha-Qatar, diakses 6 November 2020.

[3] Cultural Innovations, “Museum of Islamic Art”, dari laman https://www.culturalinnovations.com/museum-of-islamic-art, diakses 6 November 2020.

[4] Lonely Planet, “Museum of Islamic Art”, dari laman https://www.lonelyplanet.com/qatar/doha/attractions/museum-of-islamic-art/a/poi-sig/451977/361125, diakses 6 November 2020.

[5] Encyclopaedia Britannica, Loc.Cit.

[6] Wahyu Pratomo dan Kris Provoost, “Why IM Pei’s Museum of Islamic Art is the Perfect Building to Suit Doha’s Style”, dari laman https://www.archdaily.com/867307/why-im-peis-museum-of-islamic-art-is-the-perfect-building-to-suit-dohas-style, diakses 6 November 2020.

[7] Encyclopaedia Britannica, Loc.Cit.

[8] Wahyu Pratomo dan Kris Provoost, Loc.Cit.

[10] Museum With No Frontiers, Loc.Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*