Mozaik Peradaban Islam

Muhammad: Manusia dan Nabi (4): Studi tentang Sejarah Kehidupan Nabi Islam (3): Peristiwa yang Aneh

in Sejarah/Studi Islam

Last updated on January 28th, 2022 08:50 am

Kelihatannya, keseluruhan peristiwa Jibril membuka dada Nabi di masa kanak-kanaknya dan ketika ia berusia lima puluh tahun menandakan kekebalan yang Tuhan telah berikan kepada hamba pilihan-Nya untuk menghindarkannya dari godaan duniawi sejak kecil.

Ilustrasi Foto: House of Haleemah – islamiclandmarks.com

Muhammad tinggal di rumah Halimah, ibu susunya, di padang pasir untuk kurang lebih selama empat tahun. Tidak ada [peristiwa] apa pun yang sangat penting, yang secara wajar terjadi kepada seorang anak pada usia muda seperti itu; karena itu, tak ada yang banyak dicatat oleh para sejarawan. Namun demikian, suatu [peristiwa] yang terjadi pada akhir periode ini menyebabkan Halimah merasa sangat terganggu sehingga dia bermaksud untuk kembali ke Mekah dan sesegera mungkin mengembalikan anak balita ini kepada Aminah, ibunya.

Sementara Muhammad sedang bermain dengan anak-anak yang lain, Malaikat Jibril datang dan meraih tangannya. Ia menidurkan Muhammad dan membuka dada dan perutnya, mengeluarkan hatinya dan memindahkan gumpalan hitam dari hatinya, yang kemudian dibuang. Sejalan dengan itu, ia (Jibril) berkata: “Ini adalah sesuatu yang setan miliki dalam dirimu.” Kemudian JIbril mencuci hati Muhammad di dalam mangkuk emas penuh dengan air es sebelum meletakkannya kembali. Ia kemudian menyegel goresan itu dan meninggalkannya.

Putra Halimah, saudara susunya berlari menuju ibunya untuk melaporkan bahwa Muhammad sudah mati. Halimah segera mendatangi untuk melihat, dan dia menemukannya (Muhammad) sedang berdiri tapi mukanya pucat.

Halimah bertanya kepada Muhammad apa yang telah terjadi, dan Muhammad menerangkan apa yang telah dilakukan kepadanya oleh “dua orang tak dikenal yang memakai pakaian putih”.

Peristiwa ini sangat mengganggu Halimah. Dia duduk beberapa malam berpikir tentang Muhammad atas apa yang telah terjadi kepada anak itu. Beberapa laporan menyatakan bahwa Halimah membawanya kepada seorang peramal untuk mengetahui arti dari apa yang telah terjadi. Keaslian laporan ini sudah tidak perlu dipertanyakan. Itulah sebabnya, Halimah merasakan bahwa hal teraman yang harus dilakukannya adalah mengembalikan anak ini sesegera mungkin kepada ibunya. Hal ini merupakan usulan suaminya yang menyatakan rasa takutnya bahwa mungkin anak lelaki itu telah diserang oleh roh jahat.

”Lebih bijaksana untuk mengembalikan dia ke kaumnya sekarang, sebelum muncul akibat buruk,” usul suami Halimah.

Aminah sangat terkejut melihat Halimah yang telah membawa Muhammad kembali kepadanya. Dia bertanya “mengapa?” kepada Halimah yang selama ini telah sangat tekun memeliharanya, bahkan seperti tak hendak segera mengembalikan Muhammad kepada ibu kandungnya.

Halimah berkata: “Tak ada yang salah dengan dia atau kami. Kami sudah menyelesaikan tugas sejauh kemampuan kami. Kami pikir ia akan lebih baik bersamamu untuk mencegah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan padanya.”

Aminah menukas bahwa itu bukan cerita sesungguhnya, pasti ada hal yang lain. Dia terus menekan Halimah sehingga diceritakan apa yang [sebenarnya] telah terjadi kepada Muhammad.

Aminah berkata kepadanya: “Jangan takut ada setan pada anak lelaki ini, karena ia telah dilindungi darinya. Putraku ini akan mempunyai masa depan yang cerah. Aku ceritakan kepadamu bahwa kehamilanku adalah yang paling mudah dari yang pernah dirasakan oleh perempuan mana pun. Ketika aku hamil, suatu malam tampak dalam mimpiku seolah-olah suatu cahaya muncul dariku untuk menerangi istana-istana Syria. Ketika aku melahirkannya, ia mengangkat kepalanya ke surga. Tinggalkanlah dia denganku dan kembalilah kepada kaummu.[1]

Suatu riwayat otentik menunjukkan bahwa hal serupa terjadi pada diri Nabi ketika ia berusia lima puluh tahun pada suatu malam selagi ia setengah tertidur. Malaikat membuat sebuah sayatan dari atas dadanya hingga ke ujung perutnya. Ia mengeluarkan hati dan mencucinya di dalam mangkuk emas “penuh dengan iman”. Ia kemudian menaruh hatinya itu kembali pada tempatnya.[2]

Tidak mudah untuk menjelaskan dua peristiwa ini dalam makna biasa—peristiwa itu sendiri merupakan hal luar biasa. Selain itu, pertanyaan tentang kebaikan dan kejahatan tak ada hubungannya dengan fungsi seluruh organ tubuh manusia. Hal itu memperjelas bahwa penafsiran rohaniah atas pertanyaan ini menjadikannya jauh lebih relevan. Pemahamannya di luar jangkauan manusia.

Seorang sarjana zaman ini, Syeikh Muhammad al-Ghazali menyatakan bahwa Pemeliharaan Tuhan tidak akan meninggalkan seseorang seperti Muhammad untuk mengalami godaan hina yang semua manusia mengalaminya. Apabila kita mengira bahwa ada suatu “gelombang” kejahatan di sekitar kita dan bahwa hati orang-orang tertentu menyikapi pengaruh ini dengan mudah dan telah terpengaruh olehnya, maka hati-hati dari para Nabi yang dilindungi Allah tidak mungkin menerima gelombang dengan mudah dan kemudian terpengaruh olehnya. Oleh karena itu, para Nabi tidak mempunyai keinginan untuk menolak semua kecenderungan menurun untuk tenggelam dalam kejahatan; sebaliknya mereka berupaya untuk memperkuat kecenderungan mensucikan diri dan umat mereka dari kejahatan.

Untuk mendukung argumen ini, al-Ghazali menghubungkan dua hadis sahih yang diucapkan Nabi pada dua kesempatan terpisah, dengan maksud yang kurang lebih sama.

Satu hadis diriwayatkan oleh Aisyah bahwa Nabi menceritakan kepadanya setelah dia mengaku bahwa dia [Aisyah] telah cemburu kepada isteri-isteri Nabi lainnya: “Roh jahatmu telah memengaruhimu.”

Ketika dia bertanya apakah suatu roh jahat selalu bersamanya, Nabi berkata: “Setiap manusia mempunyai roh jahat.” Ia (Aisyah) bertanya, apakah ini berlaku juga pada dirinya (Nabi). Ia (Nabi) berkata: “Ya, tetapi Allah telah membantuku melawannya dan ia (roh jahat itu) telah memeluk Islam.” Maksudnya, roh jahat dalam diri Nabi telah menjadi taat, dan tak bisa menyarankan pikiran jahat apa pun.[3]

Kelihatannya, keseluruhan peristiwa Jibril membuka dada Nabi di masa kanak-kanaknya dan ketika ia berusia lima puluh tahun menandakan kekebalan yang Tuhan telah berikan kepada hamba pilihan-Nya untuk menghindarkannya dari godaan duniawi sejak kecil. [EH]

Bersambung….

Catatan kaki:


[1] Muhammad al-Ghazali, Fiqh al-Sirah, Dar al-Da’wah, Mesir, edisi ke-6, 2000, hal. 93-94.

[2] ‘Abdul al-Rahman al-Suhayli, al-Rawd al-Unuf, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, hal. 290-291. Juga, al-Bukhari, Sahih, Dar ‘Alam al-Kutub, vol.1, Riyadh, 1996, hal. 91, dan Muslim, Sahih, Dar ‘Alam al-Kutub, vol.1, Riyadh, 1996, hal. 103-104.

[3] Muhammad al-Ghazali, op.cit., hal. 54-55.

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*