Kesultanan Malaka (11): Mahmud Syah dan Era Kolonialisme Bangsa Eropa (3)

in Sejarah

Last updated on March 26th, 2019 05:51 am

Bangsa Portugis menyadari, bahwa barang-barang perdagangan yang mereka jual, tidak dapat bersaing di pasar Asia yang canggih dengan hasil-hasil bermutu yang mengalir dari segala penjuru dunia. Untuk bisa eksis, mereka tidak punya pilihan lain, selain merebut jaringan ini dengan paksa. Maka dimulailah era kolonialisme Bangsa Eropa.


Aktifitas penjelajahan dunia pun menjadi marak setelah karya Al Idrisi ditemukan. Peta inilah yang kemudian menjadi pandu para pencong dan penjelajah seperti Marcopolo dan Ibn Batutta.  Konon, peta ini juga salah satu acuan Ibn Khaldun dalam membangun karya monumentalnya. Bahkan tidak sedikit yang menyatakan bahwa Colombus, tidak mungkin berhasil menemukan benua Amerika tanpa peta Al Idrisi.[1]

Meski sudah memiliki panduan yang jelas tentang dunia, tapi bukan hal mudah bagi Bangsa Eropa untuk masuk ke ranah persaingan perdagangan global. Karena kekuatan yang sedang sangat berkuasa di dunia ketika itu adalah Islam. Agama yang lahir pada abad ke-7 M ini sudah menjadi demikian berkembang di akhir abad ke 14 M. Nyaris seluruh dunia – mulai dari Maroko di ujung Barat hingga China dan Nusantara di Timur – sudah menghayati agama ini sedemikian rupa. Di semua tempat ini, Islam tidak hanya menjadi agama (pandangan dunia), tapi juga budaya, adab, hingga gaya hidup.

Para pelaut-pelaut Eropa sudah mengenali skema persingan dagang ini. Mereka menyakini, bahwa pesaing yang utama mereka bukan hanya para pedagang Islam, tapi juga sistem jaringan ekonomi, politik dan sosial-budaya yang sudah di dominasi oleh kaum Muslimin tersebut. Dengan segenap sistem yang mereka kuasai inilah Dinasti Utsmani – yang ketika itu adalah adidaya terbesar di muka bumi – mampu memonopoli barang-barang terbaik dan sangat dibutuhkan masyarakat Eropa. Salah satu yang paling berharga di antaranya, adalah rempah-rempah.

Sebagaimana dikatakan oleh M.C. Ricklefs, bahwa rempah-rempah bagi masyrakat Eropa, merupakan kebutuhan dan juga cita rasa. Selama musim dingin di Eropa, tidak ada satu cara pun yang dapat dijalankan untuk mempertahankan agar semua hewan-hewan ternak dapat tetap hidup; oleh karenanya, banyak hewan ternak disembelih dan dagingnya kemudian harus diawetkan. Untuk itu dibutuhkan sekali adanya garam dan rempah-rempah. Dan di antara rempah-rempah yang diimpor, cengkih dari Nusantara adalah yang paling berharga. Oleh karenanya, kawasan itulah (Nusantara) yang menjadi tujuan utama ekspedisi laut Bangsa Eropa, khususnya para pelaut dari Portugis.[2]

Hanya saja, untuk sampai ke Nusantara, mereka harus melalui jalur konvensional, yaitu melalui Mediterania, lalu ke Laut Merah dan berlanjut ke Samudera Hindia. Atau jalur lain, yaitu; dari Mediterania, ke Suriah, lalu melalui jalur darat hingga sampai ke Selat Hormuz, dan berakhir di Samudera Hindia. Kedua jalur tersebut adalah wilayah kekuasaan kaum Muslim. Oleh karenanya mereka perlu mencari jalur alternatif, yaitu dengan mengelilingi Afrika. Tapi mereka tidak mengetahui caranya menembus jalur tersebut. Hingga pada tahun 1487, capaian terbesar mereka hanya sampai ke Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Ketika itu Bartolomeu Diaz, berhasil mengitari ujung selatan Afrika, tapi tidak bergerak lebih jauh dari itu. [3]

Pada akhir abad ke 15 M, pelaut kenamaan Porugis bernama Vasco da Gama bertemu dengan seorang pelaut Muslim yang sangat terkenal pada masanya, bernama Ibnu Majid. Konon, Ibnu Majid inilah yang memperkenalkan kompas kepada Vasco da Gama. Kompas ini sudah dirancangnya sedemikian rupa, dengan akurasi lebih optimal dari yang dimiliki masyarakat pada umumnya. Ibnu Majid lah yang kemudian menunjukkan jalan kepada Vasco da Gama, sehingga dia berhasil mencapai Tanjung Harapan pada tahun 1497.[4]

Di titik ini dia melihat sebuah mega kawasan Samudera Hindia, yang namanya sudah terkenal sejak zaman purba. Di tepian kawasan yang besar inilah lahir semua bangsa dan peradaban terkemuka di dunia. Vasco da Gama melihat masa depan di hadapannya. Dia memutuskan melanjutkan ekspedisinya ke Samduera Hindia. Dan akhirnya, pada tahun 1498 – atau hanya setahun setelah berhasil melewati Tanjung Harapan – Vasco da Gama sudah berhasil mencapai India, salah satu pusat peradaban terbesar di pesisir Samudera Hindia. Selain di Malaka, inilah simpul perdagangan paling penting dalam skema perdagangan di Samudera Hindia.[5]


Rute penjelajahan Bangsa Portugis generasi pertama. Sumber gambar: cellcode.us


Keberhasilan Vasco da Gama mencapai India begitu membanggakan dan terbilang sangat monumental bagi masyarakat Eropa masa itu. Mereka mulai memperkenalkan dan menawarkan komoditi bangsa mereka. Tapi mereka segera menyadari, bahwa barang-barang perdagangan yang ingin mereka jual, tidak dapat bersaing di pasar India yang canggih dengan hasil-hasil bermutu yang mengalir melalui jaringan perdagangan Asia.[6]

Akhirnya, mungkin karena kehabisan cara untuk bersaing, Bangsa Portugis ketika itu mengambil keputusan bahwa bila ingin eksis di pasar yang besar ini, tidak ada pilihan bagi mereka selain merebutnya dengan cara paksa. Maka diperintahkanlah Afonso de Albuquerque, seorang Panglima armada laut Portugis yang paling terkenal kala itu. Dengan kekuatan penuh, dia berlayar menuju India pada tahun 1503.[7]

Niat bertempur Albuquerque benar-benar kentara. Pengalaman bertempur dengan tentara Muslim membuat Bangsa Eropa mengenal segala perlengkapan perang mutahir, seperti bubuk mesiu dan meriam. Dengan sedikit inovasi, Albuquerque melengkapi kapal-kapalnya dengan meriam yang banyak, sehingga kapalnya lebih mirip sebuah panggung meriam di lautan ketimbang sebuah sarana transportasi.[8]

Dengan persiapan seperti ini, terang saja mereka menjadi armada laut paling perkasa di muka bumi kala itu. Sejarah kemudian mencatat, bahwa inilah ekspedisi militer pertama ke Asia, yang menandai dimulainya era kolonialisme Bangsa Eropa hingga 500 tahun kemudian. (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Uraian lebih jauh tentang pertemuan bersejarah ini, dan proses pembuatan peta Al-Idrisi, redaksi ganaislamika.com pernah mempulikasikan sebuah serial artikel berjudul, “Al Idrisi, The Book of Roger, dan Mega-Proyek yang Mengubah Sejarah Dunia”. Untuk membaca, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/al-idrisi-dan-the-book-of-roger-1-mega-proyek-yang-mengubah-sejarah-dunia/

[2] Lihat, M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1991, hal. 32

[3] Ibid

[4] Lihat, Ibnu Majid, Penemu Kompas dan Navigator Terbesar dalam Sejarah Islam, https://www.gomuslim.co.id/read/khazanah/2017/06/09/4355/ibnu-majid-penemu-kompas-dan-navigator-terbesar-dalam-sejarah-islam.html, diakses 19 Maret 2019

[5] Lihat, M.C. Ricklefs, Op Cit.

[6] Ibid

[7] Ibid

[8] Ibid, hal. 31 1

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*