Kesultanan Malaka (12): Mahmud Syah dan Era Kolonialisme Bangsa Eropa (4)

in Sejarah

Last updated on March 27th, 2019 08:35 am

Selain merupakan simpul terpenting dalam jaringan dagang internasional masa itu, di Malaka juga berdiri komunitas internasional yang dikoordinir langsung oleh Sultan Malaka. Bangsa Portugis segera menyadari, bahwa merebut pelabuhan tersebut adalah lebih mudah daripada membentuk komunitas seperti itu.


Gambar ilustrasi. Sumber: arrisalah.net


Afonso de Albuquerque tiba di pantai India sekitar tahun 1510 M. Dan kota penting pertama yang menjadi target mereka adalah Goa (disebut juga Goa Lama atau Velha Goa), yang terletak di pantai barat India. Bukan tanpa alasan Albuquerque menarget kota ini. Pada waktu itu, kota ini masih berada di bawah kekuasaan Dinasti Utsmani. Dari tempat inilah komoditi unggulan yang dimonopoli Kekhalifahn Utsmani dialirkan dari timur ke barat. Dengan menguasai kota ini, Albuquerque berharap bisa menutup salah satu jaringan penting kompetitor mereka di Eropa.

Karena letaknya yang mungkin sangat jauh dari pusat pemerintahan Dinasti Utsmani, Kota Goa tidak dijaga dengan maksimal. Dalam waktu singkat armada laut Portugis berhasil menaklukkan Goa dan mendirikan pangkalan dagang di sana. Konon, keberhasilan Albuquerque ini juga karena didukung oleh beberapa kelompok Hindu di sana yang juga ingin menguasai kota tersebut. Maka ketika pertama kali Albuquerque memasuki kota tersebut, dia disambut dengan gegap gempita oleh masyarakat setempat.[1]


Peta Goa, dalam Histoire générale des Voyages, de la Harpe, 1750. Sumber gambar: wikipedia.org


Tapi keberuntungan Albuquerque tidak berlangsung lama. Hanya beberapa bulan kemudian, kota tersebut berhasil direbut kembali oleh kaum Muslimin. Albuquerque dan pasukannya pun pergi meninggalkan Goa.[2]  Di saat inilah dia baru menyadari bahwa mega peradaban yang terbentang dari Tanjung Harapan di Afrika hingga ke China ini adalah satu kesatuan untaian kultural yang tidak bisa dipisahkan. Dia  harus memahami dulu dengan baik semua konstalasi ini, sebelum menyerang dan menguasai salah satunya.

Dari pengamatannya, titik penting dan paling krusial di sepanjang jalur perdagangan besar ini, adalah Malaka. Di sanalah semua komoditi dari segala penjuru dunia bermuara dan mengalir kembali ke berbagai tempat. Di Malaka, jaringan perdagangan Nusantara yang berisi komoditi unggulan, di hubungkan ke jalur-jalur yang membentang ke barat sampai India, Persia, Arabia, Suriah, Afrika, dan Laut Tengah; ke Utara sampai ke Siam dan pegu: serta ke Timur sampai ke China dan Jepang.[3]

Menurut M.C. Ricklefs, inilah merupakan sistem perdagangan yang terbesar di dunia masa itu. Akan tetapi, kunci keberhasilan Malaka ternyata bukan terletak pada keuntungan geo-strategisnya. Melainkan pada piawaian para sultan Malaka dalam membuat kebijakan strategis. Selain menegakkan hukum dan keamanan di laut; Kesultanan Malaka juga menyediakan fasiltas dan berbagai sarana yang menguntungkan bagi para pedagang. Sehingga banyak negeri yang mendirikan kantor dagang dan mengirimkan duta perdagangannya di Malaka. Dari sini, lalu terbentuklah sebuah komunitas dagang internasional. Semuanya berada di bawah koordinasi Sultan Malaka. Komunitas inilah sebenarnya yang menjadikan pelabuhan Malaka bernilai strategis tinggi dibanding dengan pelabuhan lainnya yang banyak berdiri di sepanjang jalur laut Samudera Hindia.[4]

Mengetahui hal ini, Bangsa Portugis segera menyadari, bahwa merebut pelabuhan tersebut adalah lebih mudah daripada membentuk komunitas seperti itu. Maka Afonso de Albuquerque mengirim utusan ke Malaka untuk mulai memahami secara baik kondisi di sana.[5] Sedangkan dia masih tetap berada di India sambil mengintai saat yang tepat untuk kembali menaklukkan Goa.

Dan ternyata, Albuquerque tak membutuhkan waktu lama menunggu saat yang tepat. Pada November 1510, dia kembali menyerang Goa, dan berhasil mengalahkan tentara Utsmani di sana. Pada saat inilah terjadi tragedi mengerikan di fajar era kolonialisme tersebut. Albuquerque memerintahkan agar semua kaum Muslimin, mulai dari orang dewasa, wanita dan anak-anak di hukum pancung. Korbanpun berjatuhan. Masyarakat seperti terteror oleh peristiwa ini. Kisah ini langsung menyebar ke seluruh wilayah.[6]

Di tempat berbeda, Sultan Mahmud Syah menerima kunjungan dari orang yang bernama Diogo Lopez de Sequeira. Dia mengaku sebagai duta perdagangan Raja Portugal. Layaknya seorang tamu yang beitikad baik, Sultan Mahmud Syah menyambutnya dengan rasa persahabatan yang membuncah. Ketika itu, dia belum menyadari bahwa Sequeira sebenarnya mengemban tugas khusus dari Albuquerque untuk membaca seksama kondisi Malaka. Bahwa laporan-laporan darinya akan menjadi pertimbangan khusus bagi armada Portugis menyerang Malaka.[7]

Tapi tak lama kemudian, komunitas dagang Islam internasional yang ada di kota itu menasehati Sultan Mahmud Syah, bahwa Portugis adalah ancaman serius bagi Kesultanan Malaka. Besar kemungkinan, munculnya nasehat ini berdasarkan dari fakta kejadian yang dengar di India. Setelah mendengar masukan dari semua pihak, Sultan Mahmud Syah akhirnya mengusir paksa Sequeira dari Malaka. Tidak sampai di situ, Sultan Mahmud kemudian memerintahkan prajuritnya menyerang orang-orang Potugis tersebut. Beberapa di antara mereka berhasil di tangkap, sebagiannya di bunuh, dan sebagian lagi berhasil melarikan diri. Tapi sultan memerintahkan agar terus mengejar mereka. Ketika armada laut Malaka akan menyerang kapal-kapal Portugis yang ada di laut, kapal tersebut sudah terlebih dahulu berhasil melarikan diri.[8]

Diogo Lopez de Sequeira berlari ke India, dengan penuh kegagalan. Dia melaporkan semua yang terjadi di Malaka kepada Afonso de Albuquerque. Setelah mendengar seksama laporan dari anak buahnya, Albuquerque menyimpulkan, bahwa tidak ada cara lain baginya untuk mengukuhkan eksistensi Portugis di jalur internasional ini selain dengan cara kekerasan. Lagi pula, apa yang dilakukan Sultan Mahmud Syah kepada anak buahnya, adalah sebuah deklarasi perang. Maka pada bulan April 1511, Albuquerque mengembangkan layarnya dan berangkat menuju Malaka dengan kekuatan sekitar 1.200 orang dan tujuh atau delapan belas buah kapal perang. Era kolonialisme di Nusantara pun segera dimulai. (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, The Conquest of Goa, https://www.heritage-history.com/?c=read&author=stephens&book=albuquerque&story=goa, diakses 19 Maret 2019

[2] Ibid

[3] Lihat, M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1991, hal. 30

[4] Ibid

[5] Ibid, hal. 33

[6] Lihat, The Conquest of Goa, Op Cit

[7] Lihat, M.C. Ricklefs, O Cit, hal. 33

[8] Ibid

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*