Al Idrisi, The Book of Roger, dan Mega-Proyek yang Mengubah Sejarah Dunia (1)

in Sejarah

Last updated on December 29th, 2017 07:04 am

Pertemuan ini terbilang unik atau bisa juga tidak lazim. Mengingat pada saat yang bersamaan, Perang Salib sedang berkobar di Yerusalem. Alih-alih, di belahan bumi lainnya, dua tokoh yang berbeda agama dan budaya sedang berbincang, bekerjasama, dan merancang sebuah mega-proyek yang kelak akan mengubah dunia menjadi seperti yang kita lihat hari ini.”

—Ο—

 

Palermo, Sicilia 1138 M. Sebuah pertemuan istimewa antara seorang raja Kristen dengan seorang ilmuwan Muslim berlangsung di istana kerajaan Sicilia. Dalam suasana penuh keakraban, Raja Roger II – penguasa Sicilia secara khusus menyambut kedatangan tamu Muslim kehormatannya itu dengan “karpet merah”. Ia adalah Abu Abdullah Muhammad Ibnu Al-Idrisi Ash- Sharif. Selain dikenal sebagai seorang kartografer dan geografer, ilmuwan kelahiran Ceuta, Maroko, Afrika Utara pada tahun 1100 M. Dia dikenal juga dengan nama singkat Al-Sharif Al- Idrisi Al-Qurtubi. Orang Barat memanggilnya dengan sebutan Edrisi atau Dreses.[1]

Pertemuan ini terbilang unik atau bisa juga tidak lazim. Mengingat pada saat yang bersamaan Perang Salib sedang berkobar di Yerusalem. Alih-alih, di belahan bumi lainnya, dua tokoh yang berbeda agama dan budaya sedang berbincang, bekerjasama, dan merancang sebuah mega-proyek yang kelak akan mengubah dunia menjadi seperti yang kita lihat hari ini. Yang lebih mengesankan, pertemuan ini terjadi di Sicilia, sebuah daerah bekas kekuasaan kaum Muslimin, yang kemudian menjadi kerajaan Kristen, dan dipimpin oleh seorang raja bernama Roger II.

Sedikit tentang latar belakang  Roger II. Nenek moyang Roger II sebenarnya bukan orang asli Sicilia. Mereka adalah orang Normandia yang posisi politiknya terdesak oleh ekspansi bangsa Frank di Perancis pada sekitar abad ke 7 masehi. Bangsa Normandia ini kemudian bermigrasi ke selatan Italia. Mereka pada awalnya bekerja sebagai tentara-tentara bayaran di sana dan ikut berperang membela tuannya. Tidak jarang bahkan mereka harus saling berhadap-hadapan di medan perang karena para tuan mereka berperang satu sama lain.[2]

Namun lama kelamaan posisi mereka semakin kuat, dan akhirnya mereka mulai berhasil menempati tanah untuk dirinya sendiri. Kemudian, hanya dalam rentang 50 tahun, mereka sudah menjadi salah satu kekuatan militer yang disegani di Italia. Mereka mulai berhasil memperluas areal kekuasaannya dengan menaklukkan wilayah-wilayah yang lebih lemah di sekitarnya. Namun untuk menyerang Sicilia, mereka masih belum berani berpikir terlalu jauh.

Situasi berubah ketika Sicilia yang dikuasai kaum Muslimin mulai mengalami konflik internal. Sedang di sisi lain, kekuatan Kristen juga terpecah dua, yaitu Katolik Roma dan Ortodoks Timur yang selalu bersaing satu sama lain. Di Sicilia sendiri, ketika kaum Muslimin menguasai kota tersebut, sama sekali tidak ada pemaksaan agama di sana. Masyarakat tetap dibiarkan memeluk agama mereka, yaitu agama Kristen. Maka meskipun Sicilia berada di bawah pemerintahan  Muslim, namun masyarakatnya secara umum masih menganut agama Kristen. Dalam skema persaingan antar dua otoritas dalam agama Kristen ini, posisi Sicilia menjadi sangat strategis, khususnya bagi Katolik Roma. Maka lengkaplah, pasukan Normandia yang memang sudah lama mengincar Sicilia, kemudian mendapat legitimasi religius, yaitu restu dari Paus Nicholas II untuk menyerang Sicilia.[3]

Pada tahun 1061 masehi, orang-orang Normandia ini menyerang Sicilia. Pasukan ini dipimpin oleh Roger Bosso yang merupakan keturunan langsung dari keluarga Hautvilles, dan sanak keluarga William Sang Penakluk (William the Conqueror). Setelah bertempur selama 30 tahun, atau pada tahun 1091 barulah pasukan ini berhasil menaklukkan Sicilia sepenuhnya. Dan dengan demikin, Roger Bosso pun didaulat menjadi raja di Sicilia dengan mandat dari Gereja Roma. Roger Bosso atau yang lebih banyak dikenal sebagai Count Roger, meninggal pada tahun 1101 masehi, yang kemudian digantikan oleh putra bungsunya, Roger II.[4]

Di bawah raja Roger II, Sicilia menjelma menjadi kota pelabuhan yang maju dan cosmopolitan. Ia menegakkan hukum yang setara pada semua kelompok, baik Kristen, Islam, Yahudi, Afrika, dan bangsa kulit putih. Inilah juga yang menyebabkan kota ini menjadi marak dikunjungi oleh banyak ilmuan dan penjelajah. Pikiran yang terbuka dan hati yang lapang, telah menjadikan Sicilia sebagai pusat perkembangan peradaban Eropa masa itu. Raja Roger II pun adalah seorang yang ambisius dan mencintai ilmu. Dan salah satu peradaban yang paling dikagumi oleh Roger II, adalah kebudayaan Islam.

Kisah dimulai ketika Raja Roger II memiliki ambisi untuk membuat peta dunia yang akurat. Peta tersebut harus dapat menjadi acuan bagi siapapun, khususnya dirinya untuk melakukan ekspedisi pelayaran ataupun hanya untuk mengenal wilayah-wilayah baru. Untuk ambisinya ini, ia kemudian memanggil para ilmuan Kristen di sekitarnya. namun sayang, alih-alih menggunakan pendekatan ilmiah seperti yang dilakukan para ilmuwan Muslim, para sarjana Barat ternyata masih bertumpu pada hal-hal mistis dan tradisional dalam membuat peta. Sehingga, tak ada jalan lain bagi Raja Roger II untuk memenuhi ambisinya membuat sebuah peta dunia yang akurat. Ia pun harus berbesar hati meminta bantuan kepada ilmuwan Islam.[5]

Dan Ilmuwan Muslim yang mendapat undangan kehormatan dari Raja Roger II itu bernama Al-Idrisi. Dia adalah geografer dan kartografer (pembuat peta) termasyhur di abad ke-12 M. Kepopuleran Al-Idrisi dalam dua bidang ilmu sosial itu telah membuat sang raja yang beragama Nasrani itu kepincut. Apalagi, Raja Roger II sangat tertarik dengan studi geografi.[6]

Bersambung

Al Idrisi, The Book of Roger, dan Mega-Proyek yang Mengubah Sejarah Dunia (2)

Catatan kaki:

[1] Lihat, http://www.republika.co.id/berita/shortlink/38561, diakses 26 Desember 2017

[2] Lihat, Eamon Gearon, Turning Points in Middle Eastern History, (Virginia: The Great Courses, 2016), Hal. 119

[3] Lihat, Ibid, Hal. 120

[4] Lihat, https://en.wikipedia.org/wiki/Roger_II_of_Sicily, diakses 26 Desember 2017

[5] Lihat, http://www.republika.co.id/berita/shortlink/38561, Op Cit

[6] Ibid

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*