Rabi bin Sulaiman berkata, “Imam Syafii mengkhatamkan Alquran pada bulan Ramadan sebanyak enam puluh kali dan bulan lainnya sebanyak tiga puluh kali.”
Sebagai bulan musim semi Alquran, Ramadan memiliki keutamaan bagi para sahabat Nabi dan ulama salaf (terdahulu). Dibandingkan kita sebagai orang-orang khalaf (kemudian), ibadah kita tentu tiada apa-apanya. Di kala kita menyibukkan diri dengan pemilihan pakaian baru dan hidangan untuk berbuka, maka tahukah anda bahwa Sayyidina Utsman bin Affan mengkhatamkan Alquran setiap hari? Sebagian sahabat mengkhatamkan Alquran setiap tujuh malam pada salat-salat malam mereka.
Sementara sebagian salaf soleh mengkhatamkan Alquran pada salat malam setiap tiga malam di bulan Ramadan. Sebagiannya pula mengkhatamkan Alquran setiap tujuh atau sepuluh malam. Qatadah misalnya, mengkhatamkan setiap tujuh malam dan pada bulan Ramadan setiap tiga malam serta setiap malam pada sepuluh malam terakhir.
Apabila datang bulan Ramadan, Sufyan Al-Tsauri meninggalkan segala aktifitasnya dan mulai memfokuskan dirinya membaca Alquran. Diriwayatkan bahwa Al-Walid bin Abdul Malik mengkhatamkan Alquran setiap tiga hari dan pada bulan Ramadan sebanyak tujuh belas kali.
Rabi bin Sulaiman berkata, “Imam Syafii mengkhatamkan Alquran pada bulan Ramadan sebanyak enam puluh kali dan bulan lainnya sebanyak tiga puluh kali.”
Syekh Abu Bakar bin Ali Al-Haddad berkata, “Aku mendapat cerita langsung dari Rabi bin Sulaiman tentang Imam Syafii bahwa dia (Imam Syafii) mengkhatamkan Alquran pada bulan Ramadan sebanyak enam puluh kali di luar bacaan salatnya yang bisa mencapai lima puluh sembilan kali. Sementara di bulan selain Ramadan, dia mengkhatamkan sebanyak tiga puluh kali.”
Sementara itu, Imam Bukhari mengkhatamkan Alquran pada siang hari bulan Ramadan satu kali khatam dan pada salat malamnya setiap tiga hari satu kali khatam.
Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, “Hanya saja terdapat larangan mengkhatamkan Alquran kurang dari tiga hari, namun pada waktu-waktu yang memiliki keutamaan seperti bulan Ramadan terlebih pada malam-malam Al-Qadr dan pada tempat-tempat yang utama seperti Makkah bagi yang mendatanginya, maka dianjurkan memperbanyak membaca Alquran untuk mengambil keutamaan waktu dan tempat. Inilah yang dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ishaq bin Rahwayh, dan para imam lainnya.
Para sahabat Nabi r.a tidaklah membaca Alquran satu dua ayat sebagaimana yang dilakukan sebagian umat Islam. Riwayat dari Saib bin Yazid mengatakan, “Umar bin Khattab r.a memerintahkan Ubay bin Kaab dan Tamim Al-Dari r.a untuk membangunkan orang-orang agar mendirikan sebelas rakaat. Mereka menghidupkan malam hingga menjelang waktu fajar.”
Para sahabat Nabi juga banyak yang mengkhatamkan surah Al-Baqarah dalam dua belas rakaat ringan, bukan tergesa-gesa membacanya seperti di zaman sekarang. Bahkan, dari mereka ada yang mengkhatamkan surah Al-Baqarah dalam delapan rakaat salat saja. Dari Nafi bin Umar bin Abdullah berkata, “Aku mendengar Ibnu Abi Mulaikah berkata bahwa dirinya melaksanakan salat dalam bulan Ramadan yang dalam satu rakaatnya membaca surah Fathir dan sejenisnya, namun tidak ada yang merasa berat dengan hal itu.”
Para ulama salaf senantiasa bangun malam meskipun usia mereka telah lanjut. Di antara mereka ada yang mencapai usia 130 tahun namun membaca 40 ayat dalam satu rakaat salat pada bulan Ramadan. Abu Raja Al-Utharidi misalnya, mengkhatamkan Alquran dalam salat setiap sepuluh malam.
Dalam hal kedermawanan, keluarga Nabi senantiasa meneladani Nabi Muhammad Saw. Mereka selalu berbuka dengan orang-orang fakir miskin. Mereka berbagi dengan orang-orang yang menyinggahi rumahnya berupa makanan yang mereka makan.
Di saat umat terkini mempersiapkan berbuka dengan beragam makanan, mulai makanan pembuka hingga makanan penutup, Nabi Saw merelakan satu-satunya gelas susunya untuk diminum orang lain lalu beliau hanya minum seteguk air untuk berbuka.
Bulan Ramadan juga melatih kita untuk menahan diri dari berbicara yang tidak penting. Bulan Ramadan tidak dibisingkan dengan acara-acara hura-hura di layar kaca dari mulai melek mata hingga menjelang berbuka. Rasulullah Saw bersabda, “Siapa yang tidak meninggalkan perkataan yang sia-sia dan melakukannya, maka Allah tidak lagi memerlukan puasanya atas makanan dan minuman.” (HR. Bukhari)
Sayidina Umar bin Khattab r.a berkata, “Puasa bukan saja menahan diri dari makanan dan minuman, namun juga menahan diri dari berdusta, kebatilan, senda gurau dan sumpah palsu.”
Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a juga berkata, “Sesungguhnya puasa bukan saja menahan diri dari makanan dan minuman, namun juga menahan diri dari dusta, kebatilan dan senda gurau.”
Jabir bin Abdullah r.a berkata, “Jika engkau berpuasa, maka puasailah pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu dari bohong dan perbuatan dosa. Jauhilah berbuat jahat kepada pembantumu. Jadikanlah diri kalian sebagai orang yang sabar dan tenang dalam puasa kalian. Jangan jadikan hari berbuka dan hari puasamu sama saja.”
Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, kita disibukkan dengan persiapan hari raya dengan sesuatu yang belum tentu dibutuhkan. Kita masih punya baju bagus, namun membeli baju baru sehingga tradisi belanja mengalahkan ibadah kita. Mihrab ibadah kita pun dibiarkan sepi dari bacaan Alquran dan kosong melompong, padahal Rasulullah Saw telah mencontohkan kepada kita.
Siti Aisyah r.a berkata, “Rasulullah Saw ketika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadan selalu menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah. Beliau membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggangnya.”
Pada sepuluh hari terakhir ini juga dianjurkan memperbanyak doa kepada Allah SWT agar kita dibebaskan dari siksa neraka. Semoga hari-hari terakhir yang tersisa dapat lebih baik dari hari sebelumnya dan menjadi titik tolak menuju bulan-bulan setelah hari raya. (Tom)