Mozaik Peradaban Islam

Abdullah bin Saba dan Kejadongan Sebagian Ulama Islam (1): Kurangnya Ilmu

in Studi Islam

Last updated on July 15th, 2022 07:42 am

Di Malaysia, telah muncul konsep baru untuk menggambarkan ulama yang sering mengeluarkan pernyataan tidak masuk akal, yaitu Jadong, akronim dari ‘Jahat, Bodoh, dan Sombong’.

Foto: MEHR News Agency

Oleh Profesor Syed Farid Alatas | Pengajar di  National University of Singapore

Pengantar redaksi: Tulisan Prof. Syed Farid Alatas ini kami publikasikan sebagai peringatan juga bagi kita di Indonesia, karena gejala “kejadongan” di kalangan agamawan atau orang-orang beragama seperti ini bisa—bahkan sudah—terjadi di mana-mana, termasuk di negeri kita.

Tulisan ini tadinya diterbitkan di Malaysia dan berbahasa Malaysia, yang berjudul Masalah Kejadongan. Atas izin penulis kami mengalihbahasakan dan menerbitkannya di Gana Islamika. Selamat menyimak….

Di Dunia Islam, semakin banyak cendekiawan dan aktivis yang kecewa karena pemerintah dan lembaga keagamaan didominasi bukan hanya oleh para pemimpin kleptokratis yang korup, tapi juga oleh para politisi dan ulama yang sering mengeluarkan pernyataan kontroversial dan tidak masuk akal.

Di Malaysia, telah muncul konsep baru untuk menggambarkan kondisi ini, yaitu Jadong, akronim dari “Jahat, Bodoh, dan Sombong”. Istilah jadong diperkenalkan oleh Prof. Syed Hussein Alatas lebih dari lima belas tahun yang lalu. Dia menyampaikan istilah ini untuk pertama kalinya dalam acara Kuliah Umum Syed Hussein Alatas yang bertemakan Cita Sempurna Warisan Sejarah, diselenggarakan oleh Universiti Kebangsaan Malaysia pada 2001.

Salah satu contoh dari pandangan jadong adalah klaim di antara sebagian umat beragama yang menyatakan perempuan yang tidak menutup aurat lebih berisiko untuk diperkosa. Klaim ini dapat dikatakan jadong karena bersandar kepada pendapat para “ulama” yang pengetahuannya kurang. Lebih-lebih, para ulama itu menganggap diri mereka sebagai orang yang berilmu.

Akibat kesombongan, maka tidak mungkin bagi mereka untuk mengakui kekurangan ilmu mereka. Pada saat yang sama, ekspresi mereka dapat dinilai jahat karena telah merendahkan kehormatan dan martabat perempuan.

Ulama-ulama seperti ini tidak mengetahui bahwa telah banyak penelitian yang menunjukkan jika motif pemerkosaan bukan didorong oleh hasrat seksual, melainkan kekuasaan. Setiap perempuan, baik yang auratnya tertutup maupun tidak, tua atau muda, dan “cantik” atau “jelek”, beresiko menjadi korban pemerkosaan. Tujuan pemerkosa tiada lain adalah untuk menunjukkan kuasanya terhadap korban, yang dianggap lebih rendah darinya.

Ulama artinya orang yang berilmu. Jika ingin berkomentar suatu hal, misalnya tentang pemerkosaan, mereka harus memiliki kepakaran tentang itu. Jika di antara mereka tidak ada yang ahli dalam masalah tersebut, maka ulama harus mengakui kekurangan, mempelajari masalah tersebut, dan meminta pendapat sosiolog atau psikolog yang memang ahli di bidangnya. Jika tidak, mereka memang se-jadong-jadong-nya, yaitu bersikap dan bertindak jadong.

Hal semacam ini terjadi juga di negara lain. Salah satu contohnya di Mesir. Seorang “ulama” di sana—untuk mengatasi masalah tentang non-muhrim yang terpaksa mesti kerja berdampingan di tempat kerja—mengatakan bahwa karyawati boleh menjadikan karyawan rekan kerjanya sebagai “anak angkat”. Tapi ada perbedaan di antara Mesir dan Malaysia. Di Malaysia, jenis-jenis ulama semacam itu semakin mendominasi lembaga-lembaga keagamaan.

Baru-baru ini, ada seruan untuk menghancurkan patung. Ajakan tersebut juga karena didasari oleh kurangnya ilmu. Padahal, orang-orang yang berpendidikan rendah juga tahu bahwa keberadaan patung di kota-kota itu tidak akan melemahkan iman kita.

Satu lagi persoalan yang muncul dari beberapa kalangan akademisi di Malaysia, yaitu mengenai sosok Abdullah bin Saba. Abdullah bin Saba dikatakan sebagai orang Yahudi asal Yaman yang hidup sezaman dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat Islam. Abdullah bin Saba kemudian disebut-sebut sebagai pencipta mazhab Syiah. Mereka yang berpandangan seperti ini sebenarnya ingin mengatakan bahwa Syiah bukanlah mazhab yang sah dalam Islam. (PH)

Bersambung ke:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*