Arya Damar dan Era Penyebaran Islam di Nusantara (1)

in Islam Nusantara

Last updated on December 10th, 2018 05:19 am

Dia hidup pada era transisi, ketika runtuhnya kerajaan Majapahit dan bangkitnya pengaruh Islam di Nusantara. Sosok tersebut bernama Arya Damar. Namanya tercatat di banyak naskah kuno Nusantara, dan juga tercatat dalam naskah-naskah kuno Cina.”

—Ο—

 

Dalam studi kontemporer, Islam diperkirakan sudah masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 M. Namun  baru kembang dan menjadi agama populer di Nusantara pada abad ke 13-14 M. Menariknya, sebagian besar sejarawan sependapat bahwa Islam menyebar di Nusantara dengan cara damai. Ini tentu saja merupakan anomali dari sejarah penyebaran Islam di banyak negara di dunia. Dimana umumnya Islam menyebar oleh penaklukan atau invasi. Ini juga mungkin yang menjadi sebab umat Islam nusantara merasa asing dengan dakwah Islam yang keras, garang dan intoleran.

Dilihat dari konteksnya, abad 13-14 M adalah era dimana pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu Jawa mulai meredup di Nusantara, dan di sisi lain terjadi kebangkitan pengaruh tokoh-tokoh Islam di seluruh kepulauan Nusantara. Mereka dalam waktu relatif singkat berhasil memanjat tangga sosial dengan cara yang lunak. Mereka menikah dengan elit kekuasaan, dan beberapa di antaranya dipercaya memegang jabatan kunci di sejumlah wilayah. Demikianlah secara garis besar proses transisi kebudayaan itu terjadi.

Tulisan sederhana ini hanya bermaksud mengulas salah satu tokoh yang kedudukan dan kiprahnya tidak mungkin dinafikan dalam mengisahkan sejarah perkembangan Islam di Nusantara pada abad krusial ini. Dia hidup pada era transisi, ketika runtuhnya kerajaan Majapahit dan bangkitnya pengaruh Islam di Nusantara. Sosok tersebut bernama Arya Damar. Namanya tercatat di banyak naskah kuno Nusantara, dan juga tercatat dalam naskah-naskah kuno Cina.

 

Ilustrasi gambar, wilayah kekuasaan Majapahit. Sumber gambar: Jejakrekam.com

 

Setting sejarah

Dalam diskursus tentang sejarah perkembangan Islam di  Nusantara, muncul satu pertanyaan penting; bila Islam sudah masuk ke Nusantara sejak masa awal Islam (abad ke 7 M), mengapa baru tersebar secara masif pada abad ke 14 M?

Menurut Engseng Ho dalam salah satu tulisannya di buku “Peran Dakwah Damai Habaib/’Alawiyin di Nusantara”, hal yang menyebabkan Islam  baru menyebar luas di Asia Tenggara pada abad ke 14 dikarenakan munculnya sejumlah perubahan key drive dalam dinamika politik global masa itu. Menurut penelitian Engseng Ho, ekspedisi militer bangsa Mongol di kawasan Asia pada pertengahan abad 13 yang menjadi faktor fundamental perubahan tersebut. Pada tahun 1258, orang-orang Mongol menaklukkan Cina dan menghancurkan Baghdad, serta banyak imperium Islam lainnya di kawasan Asia.[1]

Lebih lanjut, menurut Engseng Ho, selama abad 9, 10, 11, dan 12, terdapat jalur perjalanan dagang dari Zaitun (Kanton, Cina) melewati Selat Malaka, ke India, sampai ke Teluk Persia. Kemudian ke Irak, Baghdad (Selat Hormuz), dan menyebrang ke Lebanon, lalu menyeberang ke Eropa. Dari sana, ada perahu Cina dari Zaitun sampai Bashrah, Irak. Pada saat yang sama pula, terdapat perahu dari Irak ke Cina. Satu perahu mampu melampaui perjalanan tersebut.[2]

Setelah dihancurkannya Baghdad, perjalanan ke Lebanon jadi cukup sulit karena tidak ada keamanan. Jadi, dari sekitar tahun 1300, perjanan tersebut berubah dari Selat Hormuz ke Bashrah menjadi ke Laut Merah (Teluk Aden-Mesir). Dari perpindahan tersebut, banyak kota yang menjadi kota persinggahan, bahkan dari Alexandria ke Aden, juga Yaman, kemudian, sampai ke Malaka.[3]

Pada saat yang sama, banyak sekali perdagangan yang bermuara di Kanton atau Zaitun, di mana mereka banyak berasal dari Timur Tengah, dari Irak dan Persia, di bawah kekuasan Mongol. Pada abad-abad tersebut, terjadi banyak perdagangan dengan kehadiran mereka, kegiatan dakwah, dan juga banyak pernikahan dengan etnis lokal. Setelah Mongol dikalahkan Dinasti Ming di Cina, sekitar abad 14, banyak sekali pedagang Muslim yang berpindah dari Zaitun ke Asia Tenggara. Pada saat yang sama, banyak kota yang menjadi pusat kota-kota Islam, seperti Cambay di India atau Aden di Yaman. Dari setting sejarah inilah, menurut penilaian Engseng Ho, yang menyebabkan Islam baru menyebar secara masif dan progresif di kawasan Asia Tenggara pada abad 14 dan 15 M.[4]

Sedang di Nusantara, pada saat yang sama Majapahit sedang mengalami masa kemunduran. Imperium terbesar di Nusantara ini, harus menghadapi musuh yang tidak mungkin dikalahkan oleh imperium manapun, yaitu perang saudara. Sebagaimana sejarah mencatat, Pada tahun 1401-1405, terjadi perang suksesi memperebutkan tahta Majapahit atau yang dikenal dengan Perang Paregreg. Perang ini telah menguras kekuatan Majapahit sedemikian rupa.[5]

Setelah Perang Paregreg, kewibawaan Majapahit di Nusantara menurun, dan pengaruhnya memudar dengan cepat. Beberapa negara bawahan bahkan mulai melepaskan kesetiaannya dari Majapahit.[6] Di sisi lain, perubahan cepat yang terjadi di level global membuat segala bentuk anasir dari luar berjamur di Nusantara. Salah satu yang paling dominan adalah pengaruh agama Islam yang datang bergelombang baik dari India, Hadramaut (Yaman), maupun dari Cina dan Champa.

Bila dicermati, pengaruh Islam yang hadir pada era ini memang memiliki metode penyebaran yang agak berbeda dengan sebelumnya. Bila sebelumnya Islam datang dalam bentuk komunitas atau keluarga,[7] pada masa ini, Islam masuk ke nusantara dengan didukung pengaruh diplomasi antar negara yaitu Kerajaan Majapahit dengan Dinasti Ming di Cina dan Champa di Vietnam.

Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo mengatakan, bahwa pengaruh Islam dari Cina menguat sangat pesat ketika ekspedisi laut terkenal Dinasti Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho menadatangi Nusantara pada tahun 1405.[8] Ekspedisi ini secara tidak langsung menandai dimulainya proses pembangunan instalasi formal kekuasaan bangsa Cina di Nusantara. Maka tidak mengherankan bila para keturunan Cina yang kebetulan juga Muslim, bisa dengan cepat memanjat tangga sosial hingga menduduki posisi penting.

Salah satu hasil perkawinan bangsa Cina dengan ningrat Majapahit itu adalah Arya Damar, tokoh sentral yang akan kisahkan dalam tulisan ini. Dia adalah pangeran Majapahit dari ibu yang berdarah Cina. Naskah dari Klenteng Sam Po Kong Semarang menyebutkan kedudukannya sebagai Kapten Cina, yang bertanggungjawab atas segala urusan orang-orang Cina di Palembang. Dan babad-babad lokal mengisahkan kiprahnya dalam membantu Majapahit. Dia adalah tokoh yang pertama dikunjungi Sunan Ampel sebelum ke Majapahit; dan dia juga menjadi ayah tiri dari Raden Patah yang kemudian menjadi Sultan Demak yang pertama. (AL)

 

Bersambung…

Arya Damar dan Era Penyebaran Islam di Nusantara (2)

Catatan kaki:

[1] Lihat, Engseng Ho, Sejarah Masuknya Islam ke Asia Timur Jauh dan Nusantara serta Peran Kaum ‘Alawiyin di Dalamnya, dalam Peran Dakwah Damai Habaib/’Alawiyin di Nusantara, Yogyakarta, RausyanFikr Institute, 2013,Hal. 97

[2] Ibid

[3] Ibid

[4] Ibid, hal. 98

[5] Lihat, Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo, Tanggerang Selatan, Pustaka IIMaN, 2016, hal. 102

[6] Lihat, https://satujam.com/perang-paregreg/, diakses 5 Desember 2018

[7] Pada abad ke-9 M, muncul infomasi yang mengisahkan tentang adanya migrasi besar-besaran bangsa Persia. Hal ini disampaikan oleh S.Q. Fatimi dalam karyanya “Islam Comes to Malaysia”, dan juga oleh Prof. Wan Hussein Azmi seorang peneliti dan akademisi Malaysia dalam salah satu makalahnya berjudul “Islam di Aceh Masuk dan Berkembangnya Hingga Abad XVI”. Lihat, Prof. Madya DR. Wan Hussein Azmi, Islam di Aceh Masuk dan Berkembangnya Hingga Abad XVI, dalam Prof. A. Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Medan, PT. Al Ma’arif, 1993, Hal. 185

[8] Lihat, Agus Sunyoto, Op Cit, hal. 25

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*