Al-Kindi adalah ahli kriptografi, sebuah ilmu tentang analisa frekuensi huruf dan kode. Kriptografi adalah pembuka jalan bagi dunia komputer, Internet, dan digital. Al-Kindi disebut-sebut sebagai Bapak Kriptografi.
Para pencinta ilmu di masa kini cukup beruntung karena deretan buku yang dianggap hasil karya al-Kindi terselamatkan. Daftar karya-karya al-Kindi awalnya ditemukan dalam sebuah buku dari abad ke-10 yang berjudul Kitab al-Fihrist (Katalog Buku-Buku).[1]
Kitab al-Fihrist ditulis oleh Ibnu al-Nadim, seorang pencinta buku; warraq (penyalin naskah); pedagang buku, dia memiliki toko buku yang besar di pusat kota Baghdad; dan cendekiawan yang terkenal dan termasyhur pada masanya.
Karena demikian besar rasa cintanya terhadap buku-buku, Ibnu al-Nadim sangat bergairah untuk mencatat buku-buku yang pernah dimiliki di perpustakaan atau pernah dijual di toko bukunya.
Yang dicatat oleh Ibnu al-Nadim bukan hanya sekadar nama pengarang dan judul bukunya, tapi juga keterangan mengenai isi buku, riwayat hidup pengarang beserta karya-karyanya, dan pengelompokkan buku-buku tersebut berdasarkan bidang pembahasan atau subyeknya.
Catatannya inilah yang kemudian dia terbitkan dalam bentuk sebuah buku yang dia namai Kitab al-Fihrist.[2]
Berkat Ibnu al-Nadim kita jadi mengetahui bahwa al-Kindi menulis ratusan risalah tentang berbagai disiplin ilmu dan filosofi yang sangat luas. Dari sana dapat dilihat bahwa al-Kindi jauh lebih banyak menulis buku-buku ilmiah dan matematika ketimbang filsafat.
Banyak dari yang disebutkan terakhir itu sekarang akan hilang jika bukan karena terhimpun dalam satu manuskrip, yang kini disimpan di Istanbul, yang berisi sebagian besar tulisan filosofis al-Kindi yang masih ada.[3]
Meski demikian, menurut sejarawan Eamonn Gearon, dari sekian banyak karya al-Kindi tersebut, inti dari studinya — dan dengan demikian juga reputasinya — adalah tulisan-tulisan filosofisnya, yang banyak menggunakan ilmu pengetahuan dari zaman Yunani kuno.
Dan memang, relasi al-Kindi dengan tulisan-tulisan filosofisnya ini berasal dari terjemahan para filsuf Yunani seperti Plato, Aristoteles, dan Plotinus. Penyelidikan filosofis al-Kindi sendiri merujuk kepada pertanyaan-pertanyaan filosofis yang dicetuskan oleh Aristoteles.
Sebagai seorang Muslim yang taat, al-Kindi tampaknya tidak pernah melihat adanya konflik antara keyakinan agamanya dan prinsip utama filsafat Yunani: akal dan logika. Menggabungkan bentuk rasionalisme neo-Platonis, al-Kindi percaya bahwa buku-buku agama — dan bahkan Alquran — dapat dipahami pada tingkat yang berbeda, tanpa kontradiksi yang melekat.
Selain karya terjemahan dari bahasa Yunani ke Arab, al-Kindi juga menulis sekitar 230 karya aslinya sendiri, dan dia adalah orang Arab pertama yang mengurutkan berbagai cabang ilmu pengetahuan secara komprehensif, yang mana kemudian dipraktikkan.
Bapak Kriptografi
Menurut David Khan, sejarawan kriptografi Amerika Serikat, buku al-Kindi yang membahas tentang cara menguraikan pesan-pesan dalam kriptografi adalah yang terbaik di dunia, dan bahkan ini masih digunakan oleh para ahli kriptografi dunia sampai Perang Dunia II.
Rahasia kesuksesan al-Kindi di bidang ini adalah studi orisinilnya tentang analisis frekuensi, cabang matematika yang asalnya dikembangkan oleh para Muslim di Timur Tengah untuk menganalisa frekuensi huruf atau kelompok huruf dalam sebuah teks untuk memecahkan kode-kode.[4]
Pada perkembangan berikutnya, kriptografi memicu orang-orang untuk menciptakan sandi dan kode yang lebih kuat. Seiring waktu, para cendekiawan berpacu satu sama lain dalam upaya untuk menciptakan kode yang tidak dapat dipecahkan.
Ilmu kriptografi bahkan hingga saat ini tetap dianggap ilmu yang penting bagi masyarakat dunia, sebab ia adalah pembuka jalan bagi ilmu pengetahuan yang siapapun kini tidak bisa tidak menggunakannya: dunia komputer, internet, dan digital. Maka tidak salah jika al-Kindi oleh sebagian orang kini dianggap sebagai Bapak Kriptografi.[5]
Astrologi dan Alkimia
Selain ahli kriptografi, al-Kindi juga adalah seseorang yang sangat mempercayai astrologi, yang mana pada masa kini ilmu ini hanya dianggap sebagai ilmu semu. Astrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang posisi relatif bintang dan planet yang mana diyakini dapat mempengaruhi berbagai peristiwa di muka bumi.
Meskipun kini astrologi hanya dianggap sebagai ilmu semu, namun pada masanya hal ini pernah dianggap sebagai sesuatu yang benar-benar serius. Tetapi bagaimanapun, al-Kindi membuat klasifikasi-klasifikasi, dia membedakan mana yang menurutnya astrologi yang salah dan mana yang benar.
Jika astrologi dianggap sebagai ilmu semu, sesungguhnya al-Kindi adalah pengkritik keras ilmu semu lainnya, yaitu alkimia. Para pemuja alkimia pada abad pertengahan percaya bahwa ilmu ini dapat mengubah logam-logam dasar, timah misalnya, menjadi sesuatu yang berharga seperti emas.
Al-Kindi mencemooh ilmu alkimia karena menurutnya ini adalah ilmu palsu. Orang-orang ini, menurut al-Kindi, ketimbang benar-benar tertarik terhadap ilmu pengetahuan, mereka lebih tertarik untuk mencari jalan agar lebih cepat kaya dengan mudah.[6]
Ke depan, kita akan membahas subjek pembahasan al-Kindi yang tersebar di dalam berbagai bukunya, yakni mengenai metafisika dan psikologi. (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Stanford Encyclopedia of Philosophy, “al-Kindi”, dari laman https://plato.stanford.edu/entries/al-kindi/, diakses 26 Juli 2021.
[2] Agus Rifai, Kontribusi Ibn Al-Nadim dalam Dunia Kepustakawanan Islam: Kajian terhadap Kitab al-Fihrist (Jurnal Al-Maktabah, Vol.8 No.2, Oktober 2006), hlm 73-74.
[3] Stanford Encyclopedia of Philosophy, Loc.Cit.
[4] Eamonn Gearon, The History and Achievements of the Islamic Golden Age (The Great Courses: Virginia, 2017), hlm 49-50.
[5] Siham Machkour, “You Probably Didn’t Know Al-Kindi’s Work On Deciphering Cryptographic Messages”, dari laman https://mvslim.com/you-probably-didnt-know-al-kindis-work-on-deciphering-cryptographic-messages/, diakses 26 Juli 2021.
[6] Eamonn Gearon, Op.Cit., hlm 50-51.