Mozaik Peradaban Islam

Bayt Al-Hikmah (5): Al-Kindi (3): Kebenaran Pertama

in Monumental

Last updated on August 6th, 2021 02:55 pm

Semua ilmu filsafat adalah tentang penyelidikan kebenaran, maka filsafat pertama adalah pengetahuan tentang kebenaran pertama dan penyebab semua kebenaran.

Lukisan wajah Plato karya Raffaello Sanzio. Foto: Public Domain

Karya Al-Kindi yang paling ternama, yang berjudul Mengenai Filsafat Pertama, dikhususkan untuk membahas filsafat pertama atau metafisika, atau lebih spesifik lagi ini adalah studi tentang Ketuhanan.

Argumen yang tercantum di dalamnya di antaranya adalah: karena semua ilmu filsafat adalah tentang penyelidikan kebenaran, maka filsafat pertama adalah pengetahuan tentang Tuhan, yang merupakan “kebenaran pertama dan penyebab semua kebenaran”.

Beberapa mungkin akan menilai bahwa buku ini mirip dengan konsep filsafat pertama yang dicetuskan oleh Aristoteles. Akan tetapi sebenarnya ada perbedaan, yang dibahas oleh Aristoteles adalah filsafat pertama sebagai ilmu tentang keberadaan.

Meski demikian, al-Kindi juga di dalamnya erat mengaitkan keberadaan dengan kebenaran, menurutnya, bahwa “segala sesuatu yang ada memiliki kebenaran”.

Bagi al-Kindi, mengatakan bahwa Tuhan adalah penyebab dari semua kebenaran sama saja dengan mengatakan bahwa Tuhan adalah penyebab semua makhluk, sebuah poin yang dia sampaikan secara eksplisit di bagian terakhir Mengenai Filsafat Pertama. Hal ini akan kita bahas kemudian.

Konsep teologi utama dalam Mengenai Filsafat Pertama, bagaimanapun, bukanlah tentang kebenaran atau keberadaan, tetapi ketunggalan.  

Teologi filosofis al-Kindi memiliki dua aspek utama: bukti bahwa harus ada “Yang Benar” yang menjadi penyebab ketunggalan dalam segala hal, dan pembahasan tentang sifat Yang Benar ini. Aspek-aspek ini masing-masing dibahas di bagian ketiga dan keempat Mengenai Filsafat Pertama.

Pada bagian ketiga, al-Kindi pertama-tama membuktikan bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat menjadi penyebab dirinya sendiri. Di dalamnya dia menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat menjadi penyebab ketunggalannya sendiri.

Mengadopsi Isagoge karya Porphyry (filsuf Romawi dari abad ke-2 SM), al-Kindi mengklasifikasikan semua predikat atau term (maqulat) ke dalam genus, spesies, pembeda, individu, aksiden sebenarnya, dan aksiden umum.

Pada gilirannya al-Kindi kemudian berpendapat bahwa setiap jenis predikat menunjukkan baik kesatuan maupun multiplisitas. Contohnya seperti ini, bahwa hewan adalah satu genus, tetapi terdiri dari banyak spesies; manusia adalah satu spesies, tetapi terdiri dari banyak individu; dan satu manusia adalah satu individu, tetapi terdiri dari banyak bagian tubuh.

Pada akhirnya, al-Kindi mencari penjelasan atas berbaurnya kesatuan dan multiplisitas dalam semua hal ini. Dia berpendapat bahwa pembauran ini bukanlah suatu kebetulan, juga ia tidak dapat disebabkan oleh bagian mana pun dari kumpulan hal-hal yang satu dan banyak.

Dengan demikian al-Kindi berpendapat, bahwa yang menjadi penyebab membaurnya kesatuan dan multiplisitas ini adalah sesuatu yang di luar diri mereka, atau penyebab eksternal. Penyebab ini adalah sesuatu yang eksklusif, sepenuhnya bebas dari multiplisitas.

Al-Kindi mengungkapkan tentang penyebab eksternal ini dengan mengatakan bahwa “Dia pada dasarnya adalah Satu”, sedangkan hal-hal lain di luar-Nya adalah “secara aksidental satu”. Dia juga menyebut bahwa sebab eksternal ini adalah “Satu dalam Kebenaran”, sementara hal-hal lain di luar diri-Nya adalah “satu secara metaforis”.

Singkatnya, penyebab eksternal yang dimaksud al-Kindi adalah “Yang Benar”, atau Tuhan.

Setelah menjelaskan bahwa setiap jenis term atau ekspresi menyiratkan multiplisitas serta kesatuan, maka tidak mengherankan bahwa dalam bagian empat Mengenai Filsafat Pertama al-Kindi melanjutkan dengan berpendapat bahwa berbagai jenis predikat tidak dapat diterapkan pada Kebenaran Yang Satu.[1]

Dia menyimpulkan kesimpulannya sebagai berikut ini:

“Demikianlah Yang Maha Tunggal tidak memiliki (maksudnya tidak dapat didefinisikan-red) materi, bentuk, kuantitas, kualitas, atau hubungan. Dan tidak dijelaskan oleh salah satu term lain: tidak memiliki genus, tiada pembeda khusus, bukan individu, tidak ada aksiden yang sebenarnya, dan tidak ada aksiden umum. Ia tidak bergerak, dan tidak dijelaskan melalui apa pun yang disangkal sebagai satu kebenaran. Oleh karena itu (Ia) hanya kesatuan murni, maksudku tiada lain dari kesatuan. Dan setiap kesatuan selain itu adalah banyak.”[2]

Oleh para teolog kontemporer, kesimpulan al-Kindi di atas ini seringkali dibandingkan dengan teologi Mu’tazilah. Sebabnya adalah karena Mu’tazilah juga mengambil pandangan yang ketat tentang pertanyaan tentang atribut ilahi ini, dengan alasan bahwa kesederhanaan Tuhan mengesampingkan penerimaan atribut apa pun yang berbeda dari esensi Tuhan.

Namun, yang jelas para filsuf Yunani telah memberikan pengaruh besar terhadap al-Kindi. Konsep “Yang Benar” dari al-Kindi memiliki kemiripan yang kuat dengan “prinsip pertama” dari Neoplatonis.[3] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Stanford Encyclopedia of Philosophy, “al-Kindi”, dari laman https://plato.stanford.edu/entries/al-kindi/, diakses 26 Juli 2021.

[2] R Rashed dan J Jolivet, Oeuvres Philosophiques & Scientifiques d’al-Kindi: Volume 2, Métaphysique et cosmologie (Leiden: Brill, 1998), hlm 95, dalam Stanford Encyclopedia of Philosophy, Ibid.

[3] Stanford Encyclopedia of Philosophy, Loc.Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*