Beberapa Peta Klasik Karya Ilmuwan Muslim (1)

in Studi Islam

Last updated on December 31st, 2017 04:56 am

“Kesadaran ruang” adalah tuntutan fitrah semua manusia. Upaya untuk membuat peta dunia adalah salah satu cara memenuhi tuntutan eksistensial tersebut.”

—Ο—

 

Pertanyaan, darimana saya berasal? Sedang berada dimana saya? dan akan kemana saya kelak? adalah pertanyaan eksistensial mahluk yang bernama manusia ini. Pertanyaan ini menggantung di dalam fitrahnya, dan menuntut jawaban terus menerus.  Ini sebabnya, “kesadaran ruang” merupakan salah satu kebutuhan fundamental manusia. Sama seperti kesadaran waktu, kesadaran ruang bila tidak terpuaskan akan membawa seseorang atau sebuah peradaban terperangkap dalam ketakutan, kejumudan dan lamban.

Demi memenuhi tuntutan fitrah ini, sejak lama sekali, manusia sudah menjelajah berbagai wilayah, baik darat maupun perairan untuk memastikan hamparan ruang ini. Mulanya mereka hanya menemukan rute, lama kelamaan mereka mulai membangun konstalasi geografi dalam benaknya, dan akhirnya terbuatlah peta geografis. Sejarah rute di darat, mungkin yang tertua dan terpanjang, adalah Jalur Sutra yang membentang dari Samudera Pasifik hingga ke Laut Mediterania. Sedangkan rute laut, diperkirakan yang tertua adalah Jalur Kayu Manis (Cinnamon Route) yang membentang dari Samudera Pasifik hingga ke Madagaskar yang sudah berusia lebih dari 3.500 tahun.[1] Adapun yang diketahui mampu membuat peta dunia pertama kali dan cukup bisa dikenali, adalah ilmuwan Yunani bernama Claudius Ptolemy yang hidup pada abad ke 2 masehi.

Pada masa terbitnya peradaban Islam, geografi dan pembuatan peta adalah satu bidang yang sangat diminati. Dalam agama Islam, perintah agar memiliki kesadaran ruang dan waktu ini secara berulang-ulang disebut langsung oleh Al-Quran. Cukup banyak ayat-ayat yang memerintahkan manusia, khususnya kaum Muslimin untuk berjalan di muka bumi dan mengambil pelajaran darinya. Seperti Al Quran Surat Al Mulk ayat 15, yang berbunyi; “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan“.

Ataupun beberapa ayat lainnya seperti: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Qs. 29:20

Berjalanlah kamu (di muka) bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang berdosa.” Qs. 27:69

Berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” Qs. 16:36 diulang dalam Qs. 3:137, Qs. 6:11. Dan masih cukup banyak lagi ayat serupa (seperti Qs. 30:9, dan Qs. 40:82) yang memerintahkan kaum Muslimin untuk memiliki kesadaran ruang. Pada ujungnya, kesadaran akan ruang ini akan membawa manusia pada pemahaman tentang dirinya, dan tentu saja pada Tuhan, yang menjadi tujuan puncaknya.

Adalah Al-Khwarizmi ilmuwan Muslim pertama yang dianggap memiliki kontribusi besar pada ilmu geografi. Dialah orang yang menerjemahkan buku Geografi Claudius Ptolemy ke dalam bahasa Arab, yang kemudian banyak dijadikan rujukan bagi para ilmuan sesudahnya. Disamping menerjemahkan, ia juga menulis kitab untuk bidang geografi ini, diantaranya Kitâb Sûrat al-Ard (Kitab gambar bumi). Kitab ini hampir seluruhnya terdiri dari daftar garis bujur dan lintang daerah dan memberikan bentuk tabulasi koordinat tempat-tempat seperti kota, gunung, laut, sungai dan pulau.[2]

Kitab karya Al-Khwarizmi ini telah berfungsi sebagai dasar pijakan untuk karya-karya selanjutnya dan merangsang studi geografis di kalangan ilmuwan Muslim kala itu. Dikatakan bahwa Kitâb Sûrat al-Ard tersebut juga disertai peta regional masing-masing wilayah, dan satu peta dunia komprehensif yang disebut “al-Sûrat al-Ma’muniyya“, namun semuanya telah hilang. Bahkan konon dikatakan bahwa peta karya Al-Khwarizmi ini juga merupakan peta pertama langit dan bumi yang digambar oleh umat Islam.[3]

Memang bukan hal mudah mempertahankan keutuhan sebuah naskah yang sudah berusia lebih dari 1000 tahun yang lalu. Tapi masih ada beberapa diantara naskah tersebut yang bertahan. Meski kondisinya sudah tidak lagi utuh. Dari karya-karya tersebut kita bisa menilai betapa tinggi kesungguhan para ilmuwan masa lalu mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan eksistensial dalam dirinya. Berikut ini beberapa peta klasik karya ilmuwan Muslim yang masih bisa dikenali.

Peta karya Al-Balkhi dari Abad ke 9 Masehi

Peta dunia karya Al-Balkhi Sumber gambar: 1001inventions.com

 

Abu Zayd Ahmed ibn Sahl Balkhi adalah murid ilmuwan terkenal, Al Kindi. Ia Lahir pada tahun 850 M di Shamistiyan, di provinsi Balkh, Khorasan (di Afghanistan modern). Ia diperkirakan hidup antara tahun 850 M sampai tahun 934 M. Salah satu peninggalannya yang berharga adalah sekolah “Balkhī”, yaitu pusat pemetaan terestrial di Baghdad. Lulusan sekolah ini banyak yang menjadi ahli geografi yang juga banyak menulis tentang orang-orang, produk, dan kebiasaan daerah-daerah di dunia Muslim. Disamping sebagai geographer, Al-Balkhi juga dikenal memiliki keahlian di bidang matematika, kedokteran, dan psikologi.[4]

 

Peta Karya Ibn Hawqal dari Abad 10 Masehi

Peta dunia karya Ibn Hawqal. Sumber gambar: 1001inventions.com

Peta ini merupakan karya Abu al-Qasim Muhammad bin Hawqal. Orientasi peta ini menempatkan selatan di bagian atas dan utara di bawah. Model ini kemudian banyak ditiru dan menjadi khas peta-peta karya ilmuwan Muslim setelahnya. Setidaknya hingga Al Idrisi, para ilmuwan Muslim masih membuat peta dengan orientasi seperti ini. Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan Ibn Hawqal. Beberapa informasi tentang asal usulnya menyebutkan bahwa ia berasal dari wilayah al-Jazira, Turki.

Bila dibanding dengan geographer Muslim lainnya, Ibn Hawqal lebih dikenal sebagai pedagang dan pelancong daripada sebagai seorang ilmuwan. Hampir seluruh hidupnya ia habiskan untuk berjalan, dan hampir tidak pernah menetap lama di satu tempat. Orang-orang mengenal dirinya dari karyannya, yaitu kitab Surat al-Ard. Dari kitab ini dapat diketahui bahwa ia adalah seorang yang rajin membaca karya-karya para ilmuwan seperti Khurdadhebah, Qudadamah dan al-Jihani. Dari buku-buku itulah diduga Ibn Hawqal memiliki ketajaman dalam memahami tempat-tempat yang ia singgahi.[5]

 

Peta Karya Al Istakhri dari Abad 10 Masehi

Peta Dunia karya Al Istakhri dari Abad 10 Masehi. Sumber gambar: 1001inventions.com

Peta dunia di atas dibuat oleh Abul Qasim Ubaidullah bin Abdullah ibn Khurdad-bih al Istakhri (934 M) alias Estakhri. Mirip seperti peta karya Ibn Hawqal, peta karya Al Istakhri juga berorientasi dengan Selatan di bagian atas dan utara di bawah. Nama Al Istakhri hampir tidak dikenal dalam biografi Arab standar manapun. Namanya hanya dikenal melalui karyanya, yaitu kitab al-masalik wa-al-mamalik. Dalam kitab tersebut diterangkan bahwa ia pernah bertemu dengan Ibn Hawqal. Disamping sebagai pembuat peta, ia juga diduga sebagai pembuat kincir angin paling awal dalam dunia Islam.

Salah satu yang istimewa dari kitab Al Istakhri adalah ulasannya yang sudah jauh lebih komprehensif, dan ditulis dalam Bahasa Arab. Mungkin karena sisi komprehensifnya inilah kitab ini menjadi begitu terkenal pada masanya. Peta buatan Al Istakhri terdiri dari 21 set gambar dan penjelasan yang cukup komprehensif. Tiga set diantaranya terdiri dari peta lautan yang meliputi peta Laut Kaspia, Laut Tengah, dan Samudera Hindia. Sedang sisanya peta-peta tersebut berisi tentang “provinsi” mulai dari Maroko hingga Azarbaijan. Termasuk juga terdapat Gurun Persia dan Gunung Caucasus. Diperkirakan, kata “provinsi” yang ia maksudkan ini adalah iqlim dalam bahasa Ptolemy, yang sekaligus memperlihatkan besarnya pengaruh dari Ptolemy dan Al-Khwarizmi dalam karya Al Istakhri .[6] (AL)

Peta Teluk Persia karya Al-lstakhri. Sumber gambar: 1001inventions.com

 

Peta Utara pegunungan Caucasus. Sumber gambar: 1001inventions.com

 

Bersambung…

Peta Klasik Karya Ilmuwan Muslim (2)

Catatan kaki:

[1] Lihat, Charles E.M. Pearce & Frances M. Pearce, Oceanic Migration: Paths, Sequence, Timing and Range of Prehistoric Migration in the Pacific and Indian Oceans. Springer: London-New York, 2010, Hal. 75-81

[2] Kitab tersebut disusun menurut sistem tujuh iklim ala Yunani (aqâlim). Bagian pertama mencantumkan kota; kedua, gunung (memberi koordinat titik ekstrim dan orientasinya); ketiga, lautan (memberi koordinat titik penting di garis pantai mereka dan deskripsi kasar dari garis besar mereka); keempat, pulau (memberi koordinat pusat mereka, dan panjang dan luasnya); kelima, titik pusat dari berbagai wilayah geografis; keenam, sungai; dan ketujuh kota penting disekitar aliran sungai. Lihat, http://www.muslimheritage.com/node/654, diakses 26 Desember 2017

[3] Lihat, Ibid

[4] Lihat, https://en.wikipedia.org/wiki/Abu_Zayd_al-Balkhi, diakses 26 Desember 2017

[5] Lihat, http://www.1001inventions.com/maps, diakses 26 Desember 2017

[6] 1) Peta Dunia; 2) Jazirah Arabia; 3) Samudera Hindia; 4) al-Maghrib [Maroko/Afrika Utara); 5) Mesir; 6) Syria; 7) Laut Mediterania; 8) al-Jazirah ( Bagian atas Mesopotamia); 9) Iraq (bagian bawah Mesopotamia); 10) Khuzistan; 11) Fars; 12) Kirman; 13) Sind; 14) Armenia, Arran (Alvan), dan Azerbaijan; 15) Jibal (Pegunungan Persia Tengah); (16) Daylam dan sekitarnya (Rayy, Tabaristan); 17) Laut Kaspia; 18) Gurun Persia; 19) Sijistan; 20) Khurasan; dan 21) Transoxiana. Lihat, http://www.henry-davis.com/MAPS/EMwebpages/211mono.html, diakses 26 Desember 2017

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*