“Bila kita perhatikan sosok misterius ini agaknya mirip dengan sosok Khidir yang Allah kirimkan kepada Nabi Musa. Sosok dalam kisah Nabi Sulaiman juga dihadirkan untuk menguji Nabi Sulaiman apakah beliau orang yang bersyukur atau tidak. Dan Nabi Sulaiman berhasil melewati ujiannya dengan baik.”
—Ο—
Ratu Balqis memutuskan untuk pergi sendiri ke Istana Sulaiman. Ancaman Nabi Sulaiman demikian menakutkan. Mereka menyadari betapa besar bencana yang akan menimpa mereka bila Sulaiman dan pasukannya yang besar itu datang kepada mereka. Para utusan Ratu Balqis mengharap agar ratu sendiri yang akan datang menghadap ke Sulaiman seraya membawa misi perdamaian. Akhirnya, mereka berhasil meyakinkan ratu, dan Bilqis dengan perasaan bercampur aduk mulai melakukan perjalanannya ke kerajaan Sulaiman.
Nabi Sulaiman AS, mengetahui bahwa Ratu Bilqis sedang menuju ke tempatnya. Dan beliaupun mengetahui, bahwa dalam diri Biqis masih ada separuh lagi keraguan untuk menyatakan tunduk dan berserah diri. Sulaiman duduk di kursi kerajaan di tengah-tengah para pembesarnya dan para menterinya serta para komandan pasukan. Beliau berpikir tentang Balqis. Tentang bagaimana matahari disembah. Tentang kemajuan kerajaan Balqis dalam bidang kesenian dan ilmu pengetahuan. Sulaiman bertanya kepada dirinya sendiri, apakah kemajuan menjadi penghalang untuk mengetahui kebenaran, apakah ratu itu gembira dengan kekuatan yang dicapainya? Dan bagaimana Ratu tersebut begitu memuja singgasananya.
Para intelejen Sulaiman telah memberitahunya bahwa hal yang sangat disegani dan dikagumi oleh kaum Balqis di kerajaan Saba’, yaitu singgasana ratu Balqis. Singgasana itu terbuat dari emas dan batu mulia; singgasana tersebut dijaga oleh para penjaga yang sangat disiplin di mana mereka tidak pernah lalai sedikit pun. Oleh karena itu, sangat tepat bila Sulaiman menilai bahwa inilah titik krusial yang bisa membalikkan kesombongan Ratu Bilqis.
Tiba-tiba saja, melintas dalam diri Sulaiman sebuah ide yang mungkin tidak pernah terbayang oleh siapapun, “Berkata Sulaiman: ‘Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.'” (QS. an-Naml: 38)
Tampaknya, masalah singgasana ini menjadi sesuatu yang amat krusial dalam misi diplomatik Nabi Sulaiman. Sebenarnya, permintaan ini adalah satu hal yang mustahil, meskipun di era teknologi manusia sudah maju seperti sekarang . Mengingat jarak antara Istana Sulaiman dengan Ratu Bilqis terpatut ribuan kilometer. Beberapa pendapat banyak yang mengatakan bahwa Istana Nabi Sulaian terletak di Palestina, sedang Istana Ratu Bilqis terletak di Yaman. Tapi mengingat Allah SWT sudah menundukkan banyak mahluk untuk Sulaiman, dan memberikan karunia yang sangat banyak padanya, permintaan ini sebenarnya masuk akal saja.
Menanggapi hal ini, salah saeorang pengikutnya dari golongan Jin menyatakan kesanggupannya:“Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: ‘Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.'” (QS. an-Naml: 39)
Mendengar penawaran Ifrit, Nabi Sulaiman tampaknya belum berasa puas. Beliau masih menunggu jawaban yang lebih meyakinkan lagi dari yang sampaikan Ifrit. Kemudian seseorang menanggapi dengan jawaban yang sangat luar biasa: “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab: ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.’, maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: ‘Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) diriku sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. an-Naml: 40)
Mirip seperti kisah tentang sosok yang misterius pada masa Nabi Musa, yang muncul ketika situasi genting, sosok yang diceritakan Al-Quran sebagai “seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab” ini juga muncul pada situasi yang genting seperti itu. Sebagaimana Allah SWT gambarkan, bahwa kaum Saba ini “dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar” (QS. an-Naml: 23). Singgasana yang menjadi kebanggaan seluruh negeri Saba dan dikagumi oleh negeri-negeri lainnya itu, merupakan kunci yang tidak bisa ditawar untuk menundukkan kesombongan kaum Saba dan ratunya. Pada titik inilah posisi sosok misterius dalam kisah demikian penting.
Bayangkan, ia mampu membawa singgasan Ratu Bilqis yang menjadi kebanggaan seluruh rakyat Saba, yang dijaga demikian ketat, dan bertahtakan emas dan batu mulia, hanya dalam satu kedipan mata. Allah SWT dalam Al-Qur’an tidak menyingkap kepribadian seseorang yang menghadirkan singgasana itu. Al-Qur’an hanya menggaris bawahi bahwa orang itu mempunyai ilmu dari al-Kitab.
Lagi-lagi, kita dihadapkan pada satu mukjizat yang besar, yang dilakukan oleh sosok yang tingkat kerahasiaan identitasnya demikian berlapis. Al-Qur’an tidak menjelaskan kepada kita, apakah ia seorang malaikat atau manusia atau jin. Begitu juga Al-Qur’an al-Karim sepertinya menyembunyikan kitab yang dimaksud, dimana darinya orang tersebut mempunyai kemampuan yang luar biasa ini. Al-Qur’an sengaja tidak menyingkap hakikat ilmu yang berasal dari kitab yang dimaksud.[1]
Tafsir Jalalayn ketika mengurai ayat ini menyebutkan; (Seorang yang mempunyai ilmu dari Al kitab) yang diturunkan (berkata,) ia bernama Ashif ibnu Barkhiya; dia terkenal sangat jujur dan mengetahui tentang asma Allah Yang Teragung, yaitu suatu asma apabila dipanjatkan doa niscaya doa itu dikabulkan (“Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”) jika kamu tujukan pandanganmu itu kepada sesuatu. Maka Ashif berkata kepadanya, “Coba lihat langit itu”, maka Nabi Sulaiman pun menujukan pandangannya ke langit, setelah itu ia mengembalikan pandangannya ke arah semula sebagaimana biasanya, tiba-tiba ia menjumpai singgasana ratu Balqis itu telah ada di hadapannya. Ketika Nabi Sulaiman mengarahkan pandangannya ke langit, pada saat itulah Ashif berdoa dengan mengucapkan Ismul A’zham, seraya meminta kepada Allah supaya Dia mendatangkan singgasana tersebut, maka dikabulkan permintaan Ashif itu oleh Allah. Sehingga dengan seketika singgasana itu telah berada di hadapannya. Ibaratnya Allah meletakkan singgasana itu di bawah bumi, lalu dimunculkan-Nya di bawah singgasana Nabi Sulaiman. (Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak) telah berada (di hadapannya, ia pun berkata, “Ini) yakni didatangkannya singgasana itu untukku (termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku) untuk menguji diriku (apakah aku bersyukur) mensyukuri nikmat, lafal ayat ini dapat dibaca Tahqiq dan Tas-hil (atau mengingkari) nikmat-Nya. (Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya) artinya pahalanya itu untuk dirinya sendiri (dan barang siapa yang ingkar) akan nikmat-Nya (maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya) tidak membutuhkan kesyukurannya (lagi Maha Mulia”) yakni tetap memberikan kemurahan kepada orang-orang yang mengingkari nikmat-Nya.[2]
Terlepas dari siapa sesungguhnya sosok tersebut, memang pada akhirnya, yang lebih istimewa dari kisah tentang sosok misterius yang memiliki kemampuan luar biasa ini adalah reaksi Nabi Sulaiman sendiri. Beliau demikian tenang ketika menyaksikan mukjizat ini muncul dihadapannya, dan mengembalikan semua fenomena itu sebagai suatu karunia yang berasal dari Allah SWT.
Lebih jauh, bila kita perhatikan sosok misterius ini agaknya mirip dengan sosok Khidir yang Allah kirimkan kepada Nabi Musa. Sosok dalam kisah Nabi Sulaiman juga dihadirkan untuk menguji Nabi Sulaiman apakah beliau orang yang bersyukur atau tidak. Dan Nabi Sulaiman berhasil melewati ujiannya dengan baik.
Sesaat setelah itu, sosok itupun tidak disebutkan lagi. Nabi Sulaiman pun tidak menyebutkan atau memuji-muji kehebatan sosok tersebut. Beliau secara penuh bersyukur kehadirat Allah SWT atas karunia yang diperlihatkan dihadapannya oleh satu salah mahlukNya yang luar biasa. Sebagaimana Khidir, hingga kini, identitas hamba Allah yang “mempunyai ilmu dari al-Kitab” tersebut tetap menjadi rahasia Allah yang tersembunyi. (AL)
Bersambung…
Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (5): Dzū al-Qarnayn (1)
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Lihat, DR. Abdul Karim Zaidan, Hikmah Kisah-Kisah Dalam Al Quran, Jakarta, DarusSunnah, 2010, hal. 545
[2] Lihat, https://tafsirq.com/27-an-naml/ayat-40#tafsir-jalalayn, diakses
Gimana dengan kelanjutannya?
Ditunggu selanjutnya
Itu tinggal diklik kelanjutannya Mas/Mbak Marni, kan ada link-nya di bawah tulisan bersambung…
Gimana dengan kelanjutannya?
Ditunggu selanjutnya
Itu tinggal diklik kelanjutannya Mas/Mbak Marni, kan ada link-nya di bawah tulisan bersambung…