Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (5): Zulkarnain (1)

in Studi Islam

Last updated on April 20th, 2019 12:19 pm

Kisahnya demikian terkenal. Ekspedisinya menjadi legenda yang masyhur di segala pelosok bumi. Tapi tak satupun yang mengenali identitasnya, bahkan namanya. Dunianya hanya mengenalnya dengan sebutan “Dzū al-Qarnayn”

 —Ο—

Salah satu sosok yang sangat dikenal legendanya, baik sebelum masa Rasulullah SAW, bahkan hingga saat ini, adalah sosok dijuluki Al Quran dengan sebutan Zulkarnain (Dzū al-Qarnayn). Kisah tentang sosok ini diurai panjang lebar dalam Al-Qur’an Surah Al-Kahfi sebanyak 16 ayat (83-98). Siapapun yang membaca penjelasan Al Quran, tentu akan terkagum-kagum dengan karunia Allah SWT yang diberikan pada sosok ini. Ia digambarkan sebagai sosok yang Allah bukakan kepadanya jalan untuk mencapai segala sesuatu. Allah SWT berfirman:

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzū al-Qarnayn. Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya.” Sungguh, Kami telah menempatkannya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, (QS. Al Kahfi: 83-84)

Hanya saja, sepanjang belasan ayat tersebut, tak sekalipun disebutkan nama asli sosok ini. Di kerajaan mana ia memerintah? Pada masa nabi apa ia hidup? Dan ilmu apa yang ia miliki. Bahkan sebutan “Dzū al-Qarnayn” sendiri, para ulama banyak berbeda pendapat tentang artinya. Semua ulama menyepakati, bahwa Dzū al-Qarnayn bukanlah sebuah nama. Melainkan hanya sebuah julukan. Tapi atas sebab apa julukan itu diberikan, dan mengapa Al Quran mengabadikan julukan tersebut, para ahli masih banyak berbeda pendapat.

Secara harfiah, Dzū al-Qarnayn berarti “Pemilik dua tanduk”. Ada yang berpendapat bahwa dia digelar demikian karena rambutnya yang panjang disisir dan digulung sedemikian rupa, bagaikan dua tanduk; atau karena dia memakai perisai di kepala yang terbuat dari tembaga yang menyerupai tanduk. Ada juga yang berkata bahwa dia mencetak uang logam dengan gambar berbentuk dua tanduk yang melambangkan dirinya serupa dengan Dewa Amoun.

Menurut sebagian pendapat, sosok Dzū al-Qarnayn adalah Alexander The Great dari Macedonia. Ada juga yang berpendapat dia adalah salah seorang penguasa Himyar (Yaman). Hal ini dengan alasan bahwa penguasa-penguasa Yaman menggunakan kata Dzu pada awal namanya seperti Dzu Nuwas dan Dzu Yazin. Riwayat lain juga menyatakan dia adalah Koresy (539-560 SM) pendiri Imperium Persia. Sementara menurut Thahir Ibn ‘Asyur bahwa dia adalah seorang penguasa dari Cina dengan alasan yang kuat pula.[1]

Sementara menurut Atsar dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang dicantumkan oleh Ath-Thabari dalam Jami’ Al-Bayan dan An-Nuhas dalam Ma’ani Al-Qur’an sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman menyatakan bahwa Ibnu Al-Kawa’ pernah bertanya kepada Ali r.a. tentang Dzū al-Qarnayn, apakah ia seorang nabi ataukah malaikat? Ali menjawab “Bukan ini (nabi) dan bukan itu (malaikat), ia adalah seorang hamba yang shalih, yang menyeru kaumnya kepada Allah ta’ala, lalu mereka melukai kepalanya (sebelah), kemudian ia menyeru mereka lagi, namun mereka malah melukai lagi kepalanya (sebelahnya lagi). Karena itu dia dijuluki Dzulqarnain.”[2]

Menurut Quraish Shihab, kata “makkanna” dalam QS. 18: 84 diambil dari kata tamkin, bermakna memungkinkan dan menjadikan bisa dan mampu. Kemampuan dimaksud adalah kemantapan dalam hal kekuasaan dan pengaruh. Allah SWT memantapkan bagi Dzū al-Qarnayn kekuasaan dengan menganugerahkan kepadanya pengetahuan tentang tata cara mengendalikan wilayah, serta mempermudah baginya memperoleh sarana dan prasarana guna mencapai maksudnya.[3] Sementara kata “sababan” pada mulanya berarti tali, kemudian makna ini berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat mengantar guna meraih apa yang dikehendaki. Sebagian ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud sebagai sarana mencapai segala sesuatu tersebut, tidak lain adalah ilmu, kemampuan dan alat.[4]

Allah SWT berfirman:

Maka diapun mengikuti suatu jalan. Hingga ketika dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ suatu kaum.Kami berkata: “Wahai Zulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.”Berkata Zulkarnain: “Adapun orang yang zalim, maka kelak kami akan menyiksanya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang sangat keras.” Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang baik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami.” (QS. Al Kahfi: 85-88)

Menurut Quraish Shihab, kata “tempat terbenam matahari” (maghrib asy-syams), dalam QS. Al Kahfi: 85 tersebut tidak dapat dipahami sebagai tempat terbenam matahari dalam arti fisik. Karena sesungguhnya tidak ada tempat untuk terbit dan terbenamnya matahari. Dengan demikian, ayat ini harus dipahami secara majazi. Dimana kata tempat terbenam matahari yang dimaksud yaitu tempat terjauh di wilayah barat, yang di sana merupakan pemukiman terakhir manusia di kawasan barat. Ini sebabnya, banyak yang menafsirkan bahwa tempat tersebut bisa jadi adalah Samudera Atlantik. Namun demikian kita tidak dapat memastikan di mana persis lokasinya, karena teks ayat ini tidak menjelaskan, dan tidak ada juga sumber yang dapat dipercaya yang menentukannya.[5] (AL)

Bersambung…

Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (5): Dzū al-Qarnayn (2)

Sebelumnya:

Beberapa Sosok Penting Tanpa Nama di Dalam Al Quran (4): Sosok yang Memindahkan Singgasana Ratu Balqis (2)

Catatan kaki:

[1] Lihat, Rukimin, Kisan Dzulqarnain Dalam Al-Quran Surat Al-Kahfi: 83-101 (Pendekatan Hermeneutik), PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 15, No. 2, Desember 2014, hal. 146

[2] Ibid

[3] Ibid

[4] Lihat, DR. Abdul Karim Zaidan, Hikmah Kisah-Kisah Dalam Al Quran, Jakarta, DarusSunnah, 2010, hal. 634

[5] Lihat, Rukimin, Op Cit, hal. 149

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*