Titik Balik Sejarah Islam Modern (1); Berdirinya Dinasti Saud

in Negara Islam

Last updated on July 5th, 2018 06:48 am

Mungkin pertama kalinya dalam sejarah, dimana pakta terjadi antara pedang dan agama. Dalam sejarah Islam, peritiwa ini terjadi di tahun 1744, ketika hasrat berkuasa Muhammad ibn Saud bertemu legitimasi nilai yang dibawa Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab.”

—Ο—

 

Bila kita bicara tentang Islam di permulaan era modern, hanya dua imperium yang lekat di pikiran kita, yaitu dinasti Otoman di Turki, dan bangkitnya dinasti Saud di Timur Tengah. Pada abad 18, mungkin hanya Turki satu-satunya dinasti Islam yang berada dalam pusaran dinamika politik global. Namun pada masa itu, Turki sedang dalam masa menunggu detik-detik kehancurannya pada abad 19. Sedang di waktu yang hampir bersamaan, di Dariyah, sebuah desa yang terletak di tengah padang pasir Timur Tengah, sebuah denyut kehidupan dinasti lainnya, baru saja lahir.

Pada 1744, Muhammad ibn Saud, putra seorang penguasa lokal padang pasir, menikahi putri seorang ulama koservatif Sunni, bernama Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab. ‘Abd al-Wahhab menjadi kondang namanya sejak sepak terjangnya dalam menolak “prilaku menyimpang” umat Islam dalam beribadah. Atas sikapnya yang keras kepala dan cenderung ekslusif ini, ‘Abd al-Wahhab menuai banyak penolakan dari masyarakat dan ulama. Tapi siapa sangka, momen pernikahan Putrinya dengan Muhammad ibn Saud, ternyata menjadi kunci pembuka keberhasilan misinya di kemudian hari.

Dari hasil pernikahan ini, lahirlah Negara Arab Saudi yang sekarang kita kenal. Negara ini menganut secara konsisten paham Wahabi, yang tidak lain diambil dari nama Abd al-Wahhab, buyut dinasti ini. Dan desa Dariyah yang dulunya hanya sebuah kawasan kecil di padang pasir Arabia, menjelma menjadi salah satu metropolitan yang masyur di Timur Tengah, yang sekarang kita kenal dengan Riyadh.[1]

Menurut Eammon Gaeron, pernikahan antara Muhammad ibn Saud dengan putri Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab, bukan hanya pernikahan biasa. Momentum ini menandai dimulainya titik balik sejarah Islam modern yang kita lihat seperti sekarang. Gaeron menyebutnya momen bergabungnya visi politik dengan misi agama secara formal dan disadari. Sebuah pakta yang menyatukan antar dua kepentingan dalam satu ikatan dinasti.[2] Sejarah modern menyaksikan, bagaimana ikatan yang dibuat 200 tahun lalu ini, memang terbukti sangat kokoh. Setidaknya dua kali kerajaan Saud mengalami kehancuran, namun bangkit lagi dan bangkit lagi, hingga sekarang menjadi satu-satunya dinasti politik Islam yang tersisa di dunia.

Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab lahir di ‘Uyaynah (sekarang 30 Km dari Riyadh) pada tahun 1703. Ia berasal dari keluarga ulama, dan sejak kecil sudah memiliki minat yang tinggi terhadap ilmu agama. Demi menuntut ilmu, ‘Abd al-Wahhab berjalan ke banyak tempat, mencari guru-guru ataupun kitab yang dibutuhkan. Setelah puas mencari ilmu, dia kembali ke tanah kelahirnyya di ‘Uyaynah dan memulai dakwah di sana.

Di tempat ini ia menyebarkan gagasannya yang revolusioner untuk memberantas segala bentuk praktek yang menurutnya satu penyimpangan di tengah masyarakat Muslim. Tidak sedikit yang menduga bahwa paham ‘Abd al-Wahhab ini diilhami oleh pemikiran Ulama besar abad 14, Ibn Taymiyah, yang menyerukan pemurnian Islam melalui pemberantasan praktik yang menurutnya menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya, seperti praktek tasawuf, ziarah kubur, dan penghormatan terhadap orang-orang suci. [3]

Penguasa’Uyaynah pada masa itu adalah ‘Ustmān ibn Mu’ammar. Ia dengan senang hati menyambut dakwah ‘Abd al-Wahhab dan segera menjadi salah satu pengikutnya. Tapi tidak demikian dengan masyarakat dan beberapa penguasa lainnya di sekitarnya. Mereka merasa tidak setuju dengan pandangan-pandangan agama ‘Abd al-Wahhab dan menentang ajaran-ajarannya. Salah satunya adalah Kepala wilayah Al-Hasa, yang merupakan keturunan suku Banu Khālid yang sangat berpengaruh di sana.

Ia mengancam ‘Ustmān ibn Mu’ammar untuk berperang, kecuali Ustman menghukum mati ‘Abd al-Wahhāb. Mendapat ancaman ini, ‘Ustmān tidak berkutik. Ia meminta ‘Abd al-Wahhāb untuk pergi meninggalkan desa ‘Uyaynah.[4]

Dari ‘Uyaynah, ‘Abd al-Wahhāb pergi ke Diriyah bersama seluruh keluarganya. Tanpa disangka, di Dariyah ia disambutan dengan tangan terbuka oleh penguasa wilayah tersebut, Muhammad ibn Saud. Ditempat ini ‘Abd al-Wahhāb mendapat perlindungan, kehormatan dan ajaran-ajarannya diikuti.

Muhammad ibn Saud lahir pada tahun 1710. Setelah menggantikan ayahnya sebagai penguasa Deriyah, ia dikenal sebagai penguasa ambisius dan memiliki visi politik yang jauh, serta berhasrat besar memperluas wilayah kekuasaan sukunya. Menurut sumber yang lain, kedatangan ‘Abd al-Wahhāb ke Diriyah justru karena permintaan langsung dari Muhammad ibn Saud. Konon, sejak mendengar dakwah-dakwah yang disampaikan ‘Abd al-Wahhāb, dia menjadi tertarik, dan mengharapkan kedatangan ulama kontroversial ini.[5]

Di Dariyah, misi ajaran ‘Abd al-Wahhāb dan visi politik Muhammad ibn Saud dipersatukan oleh ikatan sumpah dan perjanjian pada tahun 1744.[6] Dan pada tahun 1745, orang-orang mulai berdatangan menyambut ajaran ‘Abd al-Wahhāb. Doktrin-doktrin reformasi keagamaan yang digaungkan ‘Abd al-Wahhāb mulai membentuk legitimasi perjuangan. Atas alasan itu, Negara Saudi pertama didirikan, [7] dan ekspansi militerpun di mulai.

Satu demi satu, wilayah-wilayah sekitar ditaklukkan. Agresi pertama mereka tidak lain adalah ‘Uyaynah dan Al-Hasa. Selanjutnya, selama 27 tahun gerakan ini melakukan ekspansi ke berbagai wilayah di semenanjung Arabia Tengah, tapi mendapat perlawanan yang sengit dari suku-suku di sekitarnya. Pada 1765, ketika Muḥammad ibn Sa’ūd meninggal, hanya beberapa bagian Arabia tengah dan timur yang jatuh di bawah kekuasaannya, selebihnya masih terus melakukan perlawanan. (AL)

Bersambung…

Titik Balik Sejarah Islam Modern (2); Runtuhnya Dinasti Saud I

 

Catatan kaki:

[1] Lihat, https://www.britannica.com/place/Saudi-Arabia/Daily-life-and-social-customs, diakses 12 November 2017

[2] Lihat, Eamonn Gearon, Turning Points in Middle Eastern History; Course Guidebook, United States of America, The Teaching Company, 2016, Hal. 224

[3] Lihat, https://www.britannica.com/place/Saudi-Arabia/Daily-life-and-social-customs, Op Cit

[4] Ibid

[5] Lihat, Eamonn Gearon, Op Cit, Hal. 225

[6] Lihat, https://www.psaiahf.com/en/about-festival/visitors/history-of-the-kingdom-of-saudi-arabia, diakses 12 November 2017

[7] Lihat, http://www.saudiembassy.or.jp/En/SA/History.htm, diakses 12 November 2017

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*