Dinasti Abbasiyah (31): Harun Al-Rasyid (2)

in Sejarah

Last updated on April 13th, 2019 07:47 am

Di awal masa pemerintahannya, Harun Al Rasyid didampingi oleh dua orang kepercayaan, yaitu Yahya bin Khalid dan Khaizuran, ibu kandungnya. Keduanya adalah sosok berpengalaman dalam mengelola pemerintahan. Dan sekarang, kedua orang ini diberi kekuasaan yang luas oleh Harun untuk mengatur pemerintahan. Tidak mengherankan bila sejak awal, pemerintahan Harun Al-Rasyid sudah mencapai stabilitas yang optimal.


Gambar ilustrasi. Sumber: inspiradata.com


Setelah memastikan legitmasinya sebagai khalifah kelima Dinasti Abbasiyah, Harun Al-Rasyid segera menundukkan semua pesaing politiknya. Seperti Ja’far bin Al-Hadi yang sebelumnya ingin dinobatkan sebagai putra mahkota menggantikan Harun. Dia mengutus Huzaymah bin Khazim at-Tamimi mendatangi Ja’far bersama lima ribu pasukan. Di hadapan Ja’far, Huzaymah mengancam akan memenggal kepala Ja’far bila tidak segera memberikan baiatnya pada Harun Al-Rasyid. Ja’far pun tidak punya pilihan, selain membaiat pamannya.[1] 

Setelah selesai dengan urusan legitimasinya, Harun kemudian langsung bekerja merestrukturisasi negara secara keseluruhan. Hampir semuanya dia susun ulang agar kompatibel dengan keinginannya. Batas-batas propinsi, kembali diatur ulang dan dibuat lebih tegas teritorinya. Kemudian dia juga membentuk propinsi-propinsi baru, dan juga membagi-bagi kawasan berdasarkan karakternya secara detail.[2] Secara umum, bisa dikatakan bahwa pada masa pemerintahan Harun inilah Abbasiyah benar-benar beroperasi sebagai negara secara utuh.

Terkait masalah politik, Harun memiliki kelenturan seperti ayahnya, Al-Mahdi. Dia mengganti para gubernur yang dirasa kurang cocok dan bermasalah secara politik. Seperti Umar bin Abdul Aziz, Gubernur Madinah yang pada masa Al-Hadi melakukan pembantaian terhadap anak keturunan Ali bin Abi Thalib, oleh Harun disingkirkan, dan diganti dengan sosok bernama Ishaq bin Sulaiman.[3]

Setelah itu dia berusaha kembali merangkul seluruh Bani Hasyim, dengan membagikan kas negara secara merata ke semua pihak yang berhak.[4] Dia juga mengeluarkan kebijakan mengampuni semua orang yang diusir atau yang hidup di pengasingan, dan mengizinkan mereka kembali dengan aman – kecuali orang-orang yang sudah dinyatakan murtad dan zindiq. Umumnya, mereka yang terusir dan terasing ini adalah para pendukung keturunan Ali bin Abi Thalib yang selama masa pemerintahan sebelumnya diburu dan kejar-kejar.[5]

Dalam hal pemerintahan, Harun juga merangkul banyak orang-orang Persia ke dalam struktur pemerintahannya. Sebagian pendapat mengatakan bahwa kebijakan ini lahir karena wazirnya, Yahya bin Khalid, berasal dari Persia.[6] Tapi bila ditinjau lebih jauh, kebijakan ini memang lebih baik secara politis. Mengingat Baghdad sendiri memang terletak di Persia, dan prajurit-prajurit andalan Bani Abbas umumnya banyak orang Persia.

Selain Yahya bin Khalid, satu orang lagi yang oleh Harun diberikan porsi kekuasaan sangat besar adalah ibunya, Khaizuran. Bila di era Al-Hadi, Khaizuran dibelenggu secara politik, maka di era Harun Al-Rasyid, ibunya dibebaskan untuk berkecimpung dalam masalah politik sebagaimana dulu di era Al-Mahdi. Sebagaiman kemudian terjadi, baik Yahya maupun ibunya memang memberikan dampak positif bagi Harun Al-Rasyid.[7]

Keduanya adalah orang-orang berpengalaman dalam politik dan urusan pemerintahan ketika era Al-Mahdi. Dan sekarang, mereka berdua inilah pendukung paling setia Harun Al-Rasyid, sekaligus tempat khalifah berdiskusi dan meminta nasehat. Gubernur-gubernur yang ditunjuk oleh Harun Al-Rasyid umumnya adalah orang yang direkomendasikan oleh Yahya.[8] Dan beberapa kebijakan yang dikeluarkan Harun di awal masa pemerintahannya, umumnya hasil konsultasi dari kedua penasehatnya ini. Maka tidak mengherankan, di usianya yang masih 22 tahun, Harun sudah memancarkan kebijaksanaan layaknya raja yang sudah matang.[9]

Di samping itu, salah satu kelebihan Harun Al-Rasyid juga sangat terkenal adalah kedermawanannya. Imam As-Suyuthi mengutip Nafthawaih berkata:”Al-Rasyid banyak mengikuti prilaku kakeknya, Al-Manshur, kecuali dalam hal kekikiran. Sungguh tak pernah ada seorang khalifah yang setara dengannya dalam hal kedermawanan…” Di samping itu dia juga suka dipuji. Kalau ada yang memujinya, dia akan mengeluarkan uang dalam jumlah besar. [10]  

Ketika datang musim haji di tahun pertamanya memerintah, Harun benar-benar menjadikan ini sebagai momentum untuk memparadekan kedermawanannya. Dia sangat royal membagi-bagikan hadiah dan uang kepada masyarakat di Mekkah dan Madinah, sehingga ini dicatat oleh para sejarawan. (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, Nadirsyah Hosen, Khalifah Harun Ar-Rasyid: Masa Keemasan Abbasiyah, https://geotimes.co.id/kolom/politik/khalifah-harun-ar-rasyid-masa-keemasan-abbasiyah/, diakses 10 April 2019

[2] Salah satunya adalah wilayah perbatasan antara Binzantium dengan Jazirah Arabia (mungkin di sekitar Asia Kecil sekarang). Oleh Harun Al-Rasyid, wilayah ini dijadikan satu sistem administratif tersendiri yang diberi nama al-‘awasim. Lihat, The History of al-Tabari, VOLUME XXX, The Abbasid Caliphate in Equilibrium, translated and annotated by C. E. Bosworth, State University of New York Press, 1995, hal. 99

[3] Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, The History Of Islam; Volume Two, (Riyadh, Darussalam, 2000), hal. 340

[4] Dalam riwayat Tabari, harta yang dimaksud ini adalah dhawu al-qurba, (yang diperintahkan Allah dalam Al-Quran Surat As-Syura: 23) Lihat, The History of al-Tabari, VOLUME XXX, Op Cit, hal. 99

[5] Ibid

[6] Lihat, Nadirsyah Hosen, Khalifah Harun Ar-Rasyid: Masa Keemasan Abbasiyah, https://geotimes.co.id/kolom/politik/khalifah-harun-ar-rasyid-masa-keemasan-abbasiyah/, Op Cit

[7] Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, Op Cit

[8] Sebagaimana ucapan Harun kepada Yahya ketika pertama kali mengangkatnya sebagai Wazir, Harun berpesan: “Saya telah memberi anda tanggung jawab untuk mengelola sejumlah kebijakan dan telah mendelegasikan sebagian beban tanggung jawab saya kepada anda. Jadi, kelola otoritas ini dengan bijak; tunjuk sebagai gubernur-gubernur yang akan membantu anda secara tepat; dan jalankan pemerintahan ini dengan cara yang terbaik menurut anda. " kemudian, pada saat yang sama, Harun menyerahkan cincin, yang merupakan segel istana pada Yahya. Lihat, The History of al-Tabari, VOLUME XXX, Op Cit

[9] Ibid

[10] Lihat, Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa’; Sejarah Para Khalifah, (Jakarta, Qisthi Press, 2017), hal. 302

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*