Dinasti Abbasiyah (48): Muhammad Al-Amin (5)

in Sejarah

Last updated on May 27th, 2019 07:50 am

Perang saudara antara kubu Al-Amin melawan Al-Makmun terus berlangsung di sejumlah front. Akibat perang ini, tak terhitung jumlah korban yang jatuh dan darah kaum Muslimin yang tumpah. Sejarah menyebut perang saudara ini sebagai “fitnah keempat” dalam sejarah Islam.


Gambar ilustrasi. Sumber: mihaaru.com


Di Rayy, sebanyak 40.000 personil pasukan Ali bin Isa bin Mahan dengan persenjataan lengkap sudah berkumpul kembali dalam kekuatan penuh. Di hadapannya terdapat kurang dari 4000 pasukan Al-Makmun yang dipimpin oleh Tahin bin Husein. Melihat pasukan mewah di hadapannya, Tahir bin Husein tercengang. Dia lalu mengutus tiga orang untuk memastikan pasukan apa yang ada di hadapannya ini. Ketiga utusan itupun bertanya, “siapa kalian dan pasukan dari manakan kalian ini?”[1]

Salah satu dari prajurit itupun menjawab, bahwa mereka adalah pasukan Ali bin Isa bin Mahan. Lalu ketiga orang itupun ditangkap dan dicambuk oleh anak buah Ali bin Isa. Berita ini pun sampai ke telinga Tahir bin Husein. Mendengar ini, Tahir sangat marah. Dia pun mengobarkan semangat perlawanan di antara anak buahnya, dan bersiap untuk perang.[2]

Uniknya, sebagaimaan dikisahkan Tabari, Tahir bin Husein dan pasukannya tidak mengenali Ali bin Isa. Mereka hanya tahu bahwa pasukan ini adalah musuh mereka. Ali bin Isa pun tidak menyangka bahwa pasukan ini yang dikirim Al-Makmun untuk melawannya. Karena jumlah mereka demikian kecil dan tidak sebanding. Maka ketika kedua pasukan ini bertemu, terjadi dulu adu mulut di antara mereka. Lalu tiba-tiba, Tahir bin Husein dan anak buahnya menyerang semua orang yang diidentifikasi sebagai komandan pasukan ini. Satu persatu dari mereka tewas. Dan tak berapa lama kemudian, muncul teriakan dari pasukan Baghdad yang mengatakan bahwa Ali bin Isa bin Mahan sudah tewas.[3]

Mendengar informasi ini, pasukan Baghdad pun berhenti bertarung, dan mengaku kalah. Tahir bin Husein kemudian mendekati jasad yang dikatakan sebagai Ali bin Isa bin Mahan. Dia lalu memenggal kepalanya dan membawanya menghadap Al-Makmun. Kepala itu kemudian di arak keliling Khuarasan.

Di sepanjang jalan, orang-orang Khurasan yang sejak lama merasa teraniaya di bawah rezim Ali bin Isa bin Mahan mengenali kepala tersebut. Mereka pun memuji Al-Makmun. Tak lama berselang, rakyat Khurasan datang berbondong-bondong menyatakan baiatnya pada Al-Makmun. Sejak saat itu, Al-Makmun dinobatkan sebagai khalifah oleh masyarakat Khurasan, dan di saat yang bersamaan, mereka pun mendeligitimasi Muhammad Al-Amin sebagai khalifah.[4]  

Di tempat berbeda, kabar kekalahan pasukan Ali bin Isa bin Mahan sampai kepada Al-Amin. Ketika itu dia sedang memancing dan kesal karena belum juga mendapatkan tangkapan. Menanggapi berita kekalahan Ali bin Isa, Al-Amin berkata pada si pembawa berita, “Celaka kau! Lihat, Kautsar telah berhasil mendapatkan dua ekor ikan, sedang aku belum sama sekali!”[5]

Ibnu Salih Al-Jurmi menceritakan bahwa ketika Ali bin Isa tewas, orang-orang Baghdad dicekam ketakutan. Sementara itu, Al-Amin sendiri menyesali tindakannya yang telah memecat saudaranya. Namun, para pajabat di sekelilingnya dibutakan oleh ambisi dan ketamakan luar biasa. Merekalah yang memanas-manasi Al-Amin demi harta dan kedudukan.[6] Sehingga Al-Amin pun akhirnya memerintahkan pada salah satu jenderalnya bernama Abdul Rahman bin Jabalah Al-Abnawi untuk memimpin pasukan mengalahkan Tahir bin Husein. 

Abdul Rahman bin Jabalah Al-Abnawi sengaja membawa 20.000 pasukan khusus dari Abna. Pasukan ini terkenal memiliki kemahiran dalam berkuda, memiliki kecepatan manuver, dan sangat agresif dalam bertempur. Al-Amin membekali pasukan dengan uang yang sangat banyak, kuda-kuda yang sehat, dan senjata lengkap. Segera setelah itu, pasukan ini melaju ke arah Khurasan. Tujuan mereka adalah Kota Hamadan yang letaknya tak jauh dari Rayy. Sebab diperkirakan, setelah berhasil menaklukkan pasukan Ali bin Isa di Rayy, Tahir bin Husein berencana memperluas cakupan ekspedisi militernya ke Hamadan. Itu sebabnya, mereke harus tiba terlebih dahulu ke kota itu sebelum Tahir bin Husein.[7]


Ilustrasi peta wilayah kekuasaan Abbasiyah di sebelah timur. Kota Hamadan terletak di antara Rayy dengan Baghdad. Sumber gambar: timemaps.com


Dengan kemampuan luar biasa yang dimiliki oleh Abdul Rahman bin Jabalah Al-Abnawi dan pasukan kudanya, mereka berhasil tiba di Hamadan terlebih dahulu. Dikisahkan oleh Tabari, bahwa setibanya di Hamadan, Abdul Rahman mulai meningkatkan kewaspadaannya. Telah dipastikan bahwa mereka tiba terlebih dahulu ke kota tersebut, dia memerintahakan anak buahnya memblokade semua jalan masuk ke kota tersebut. Dia pun kemudian memerintahkan anak buahnya membangun parit pertahanan, memperbaiki tembok kota, dan bersiap menunggu kedatangan pasukan Tahir bin Husein.[8]

Di tempat yang lain, Tahir bin Husein agaknya tidak memiliki keinginan untuk memperluas cakupan wilayahnya. Tapi ketika mendengar kabar bahwa pasukan Baghdad sudah menguasai Kota Hamadan, dia pun bersiap menyongsong pasukan tersebut. Abdul Rahman yang mendengar kedatangan pasukan Tahir bin Husein, langsung membawa pasukannya keluar kota. Terjadilah pertempuran yang berakhir dengan kalahan pasukan Abdul Rahman. Dia pun memutuskan untuk mundur dan bertahan di Kota Hamadan.[9]

Tahir bin Husein membawa pasukannya maju untuk mengepung Kota Hamadan. Tapi ternyata, pasukan Abdul Rahman yang sudah kalah sebelumnya, sudah kehilangan asa. Tak butuh waktu lama, Tahir bin Husein pun berhasil menaklukkan kota tersebut, dan membunuh Abdul Rahman. Dengan tewasnya Abdul Rahman, kekuatan Al-Amin makin melemah.

Setelah itu, perang saudara antara kubu Al-Amin melawan Al-Makmun terus berlangsung di sejumlah front. Akibat perang ini, tak terhitung jumlah korban yang jatuh dan darah kaum Muslimin yang tumpah. Sejarah menyebut perang saudara ini sebagai “fitnah keempat” dalam sejarah kaum Muslim.[10]

Di sisi lain, Al-Amin tak kunjung mengubah tabiat buruknya. Menurut Imam Al-Suyuthi, pengaruh dan kekuasaan Al-Amin kian hari kian melemah karena dia selalu berfoya-foya dan terlena dalam tindakan-tindakan tiada guna. Sebaliknya, pengaruh Al-Makmun makin besar hingga akhirnya penduduk Makkah dan madinah membaiatnya, demikian pula mayoritas wilayah Irak.[11]

Kerusakan yang terjadi di dalam tubuh pemerintahan Al-Amin ketika itu sudah teramat parah. Kekuatan militernya porak poranda, kas negara bangkrut, kondisi kehidupan rakyat makin buruk, kejahatan merajarela, dan kerusakan menggerogoti segala sektor akibat perang berkepanjangan. Keindahan Baghdad tak berbekas.[12] (AL)

Besambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, The History of al-Tabari (Ta’rikh al-rusul wa’I-muluk), VOLUME XXXI, The War between Brothers, translated and annotated by Michael Fishbein, (USA: State University of New York Press, 1992), hal. 51

[2] Ibid

[3] Ibid, hal. 54

[4] Ibid, hal. 82

[5] Lihat, Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa; Sejarah Para Khalifah, (Jakarta: Qisthi Press, 2017), hal. 318

[6] Ibid

[7] Lihat, The History of al-Tabari (Ta’rikh al-rusul wa’I-muluk), VOLUME XXXI, Op cit, hal. 84

[8] Ibid

[9] Ibid, hal. 89-91

[10] Fitnah pertama tercatat pada saat pemberontakan yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan, berlanjut dengan perang saudara antara Sayyidina Ali dengan Siti Aisyah (Perang Jamal) dan dengan Mu’awiyah (Perang shiffin). Periode fitnah pertama berakhir dengan perdamaian antara Sayyidina Hasan dan Mu’awiyah. Fitnah kedua berlangsung pada periode pembantaian Sayyidina Husain di Karbala dan berlanjut dengan perlawanan Abdullah bun Zubair. Periode peperangan antara al-Walid II dan Yazid III dikenal dalam sejarah islam sebagai fitnah ketiga, yang berakhir dengan naiknya Marwan sebagai Khalifah terakhir Umayyah. Adapun periode pertempuran antara kedua putra Harun ar-Rasyid di masa Dinasti Abbasiyah, antara Al-Amin dan Al-Makmun, disebut-sebut sebagai fitnah keempat. Peperangan ini berlangsung pada tahun 811-813 Masehi. Lihat, Nadirsyah Hosen, Khalifah Al-Amin bin Harun Ar-Rasyid: Penyuka Sesama Jenis dan Pemicu Perang Saudara, https://geotimes.co.id/kolom/politik/khalifah-al-amin-bin-harun-ar-rasyid-penyuka-sesama-jenis-dan-pemicu-perang-saudara/, diakses 20 Mei 2019

[11] Lihat, Imam As-Suyuthi, Op Cit, hal. 319

[12] Ibid

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*