Pada tahun 220 H, Al-Muktasim mulai menggunakan jasa pasukan dari Turki secara formal. Misi pertama mereka adalah menaklukkan kekuatan Babak Khurmi, sebuah agama baru di Azarbaijan. Kelompok ini, nyaris tak terkalahkan sejak masa Al-Makmun.
Meski tidak sedikit pihak yang meragukan keputusan Al-Muktasim untuk menggunakan jasa pasukan budak dari Turki sebagai kekuatan utama Dinasti Abbasiyah. Tapi lambat laun, korps pasukan Turki tersebut mampu menunjukkan kemampuan mereka. Pembuktian pertamanya, adalah ketika Al-Muktasim memutuskan untuk menghancurkan kekuatan Babak Khurmi, seorang pemimpin agama baru di Azarbaijan.
Sebagaimana pernah dikisahkan pada edisi terdahulu,[1] Babak Khurmi adalah pemimpin agama baru yang muncul pertama kali tahun 211 H di Azarbaijan. Agama baru ini dikenal intoleran. Mereka melakukan pembunuhan dan menganiayaan terhadap kaum Muslimin, Kristen, dan Yahudi di wilayah tersebut. Ketika itu, Al-Makmun berkali-kali memerintahkan para komandannya untuk menghancurkan kekuatan Babak. Tapi nyaris semuanya gagal.
Hingga akhirnya, Al-Makmun mengirim sosok bernama Muhammad bin Humaid Tusi. Dia berhasil menggalang kekuatan suku-suku Arab di selatan Azarbaijan dan berhasil mengambil alih pemerintahan di sana.[2] Setelah itu, Muhammad bin Humaid melanjutkan untuk menghabisi kekuatan Babak. Merasa tidak memiliki kekuatan yang memadai untuk menghadapi Muhammad bin Humaid, Babak memutuskan untuk pergi ke gunung dan berlindung di sebuah benteng. [3]
Benteng ini dulunya bernama Al-Badhdh. Lokasinya terletak di wilayah Qaraja Dagh modern, di utara Ahar dan selatan Araxes. Wilayah ini sekarang masuk dalam teritori negara Iran. Tim arkeologi Teheran tampaknya sekarang telah mengidentifikasi situs benteng yang diduga merupakan bekas peninggalan kelompok Babak Khurmi tersebut.[4]
Di Benteng itu, Babak berhasil membangun kekuatan yang tak terkalahkan. Bahkan Muhammad bin Humaid yang menyerang benteng tersebut, akhirnya terbunuh.
Di sisi lain, Babak berhasil membuat aliansi strategis dengan kaisar Bizantium, untuk bersama-sama mengalahkan kekuatan Abbasiyah. Melihat hal ini, perhatian Al-Makmun lebih tertuju ke Bizantium. Sebagaimana sudah dikisahkan sebelumnya, Al-Makmun sendiri yang akhirnya turun tangan memimpin ekspedisi militer ke wilayah Bizantium itu.[5]
Ketika Al-Muktasim berkuasa, kekuatan Babak kembali meningkat. Bahkan kali ini, dia mampu mengembangkan kemampuan mata-mata sedemikian rupa, sehingga menyerupai sebuah mekanisme penjagaan berlapis dengan menggunakan sistem deteksi dini terhadap ancaman. Dengan adanya sistem ini, tidak mudah bagi siapapun untuk menembus benteng Al-Badhdh, apalagi menangkap Babak Khurmi.
Pada awal berkuasa, Al-Muktasim sempat mengutus sejumlah pasukan untuk menghancurkan kekuatan Babak. Awalnya, Al-Muktasim mengutus pasukan yang dikomandani sosok bernama Abu Said Muhammad bin Yusuf. Dia berhasil menghancurkan kekuatan Babak di Ardabil, sebuah kota di wilayah timur Azarbaijan.
Menurut Tabari, Kota Arbadil terbilang vital bagi kelompok Babak, itu sebabnya dia memerintahkan pasukannya untuk merebut kembali kota tersebut dari Abu Said. Tapi serangan yang dipasukan Babak ini berhasil dikalahkan oleh Abu Said. Banyak pengikut Babak yang tewas dalam pertempuran ini. Abu Said memenggal kepala mereka, lalu dikirim ke hadapan Al-Muktasim.[6]
Sejak pertama kali kemunculannya, inilah kekalahan paling parah yang dialami Babak. Meski begitu, kemenangan Abu Said tersebut hanya berhasil menghancurkan kekuatan Babak secara parsial. Babak tetap kuat, baik secara pertahanan maupun pengaruh politiknya. Tapi bagi Al-Muktasim, kemenangan ini dijadikan sebuah model untuk mengukur kedalaman kekuatan musuh.
Tak berapa lama kemudian, Al-Muktasim kembali mencoba strategi berbeda. Kali ini, dia menggunakan jasa Muhammad bin Al-Baith, seorang yang berasal dari keluarga berpengaruh di kawasan Azarbaijan. Keluarga ini, dulunya bermusuhan dengan Babak. Tapi belakangan mereka sudah berdamai, serta membangun hubungan kerjasama yang baik. Sedemikian sehingga, tiap kali rombongan Babak melewati pemukiman Muhammad, mereka akan dijamu dengan ramah dan meriah. Tak ayal, lambat laun, Babak mulai mempercayai Muhammad dan keluarganya.[7]
Satu ketika, Babak mengutus salah seorang kepercayaannya bernama Ismah ke rumah Muhammad bin Al-Baith. Seperti biasa, mereka disambut dengan ramah dan dijamu dengan makanan dan minuman yang banyak. Hingga akhirnya mereka semua mabuk dan tak sadarkan diri. Pada saat itulah, Muhammad bin al-Baith mengikat tubuh mereka.[8]
Ismah dan anak buahnya kemudian diinterogasi satu persatu. Mereka ditanyakan tentang tempat persembunyian Babak, dan jalur paling aman untuk menyerang benteng Al-Badhdh. Umumnya mereka bungkam. Satu persatu kepala mereka dipenggal. Hingga akhirnya tinggal menyisakan segelintir orang, termasuk Ismah. Mereka yang tersisa ini kemudian dikirim ke ke Al-Muktasim.[9]
Di hadapan Al-Muktasim, Ismah akhirnya mengaku dan mulai menjelaskan tentang peta wilayah teritori Babak Khurmi. Termasuk juga akses jalan menuju ke pusat kekuatan Babak, dan model pertempuran macam apa yang mungkin dilakukan di wilayah tersebut.[10]
Setelah informasi lengkap terkumpul, Al-Muktasim memerintahkan kepada Al-Afshin, salah satu jenderal Turki dari kelompok Farghana (berasal dari Transoxiana) untuk menaklukkan kekuatan Babak Khurmi. Untuk pertama kalinya, Al-Afshin diberi wewenang memerintah seluruh armada perang Abbasiyah. Adapun Ismah, dia dikurung dalam penjara, hingga era Al-Washiq (khalifah pengganti Al-Muktasim).[11] (AL)
Bersambung…
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Untuk kembali membaca, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/dinasti-abbasiyah-62-abdullah-al-makmun-11/
[2] Sebagai catatan: Azarbaijan yang dimaksud di sini adalah wilayah yang dulunya mencakup kawasan negara Azarbaijan dan sebagian Iran sekarang.
[3] Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, The History Of Islam; Volume Two, (Riyadh: Darussalam, 2000), hal. 428
[4] Lihat, anotasi C. E. Bosworth, dalam The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wa l-muluk), VOLUME XXXIII, Storm and Stress along the Northern Frontiers of the `Abbasid Caliphate, translated and annotated by C. E. Bosworth, (New York: State University of New York Press, 1991), hal. 14
[5] Uraian lebih jauh tetang ekspedisi militer militer Al-Makmun ke Bizantium, sudah diulas pada ediri terdahulu. Untuk membacanya, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/dinasti-abbasiyah-63-abdullah-al-makmun-12/
[6] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wa l-muluk), VOLUME XXXIII, Storm and Stress along the Northern Frontiers of the `Abbasid Caliphate, translated and annotated by C. E. Bosworth, (New York: State University of New York Press, 1991), hal. 15
[7] Ibid, hal. 16
[8] Ibid
[9] Ibid, hal. 17
[10] Ibid
[11] Ibid