Pada tahun 222 H, Babak Khurmi berhasil ditangkap dan digelandang ke Samarra. Dengan demikian, total waktu yang dibutuhkan Al-Afshin untuk penaklukkan ini sekitar 1,5 tahun; menghabiskan 10.000 dirham perhari untuk pasukannya; dan 5000 dirham khusus untuk dirinya sendiri. Bahkan ketika masa serangan umum ke Bentang Al-Badhdh, Al-Muktasim menambah lagi anggaran perangnya hingga mencapai 30 juta dirham.
Setelah mengetahui Babak Khurmi berhasil melarikan diri dari pengepungan, Al-Afshin segera menulis surat edaran kepada para pemimpin distrik di kawasan Azarbaijan sampai Armenia, agar mereka menjaga ketat setiap wilayah mereka. Surat ini diterima dengan patuh oleh para penguasa setempat.
Di setiap tempat, baik penduduk dan bangsawan, bertindak layaknya kaki tangan Al-Afshin. Mereka melakukan penjagaan di wilayah masing-masing. Tiap orang yang melintas di wilayah mereka selalu diinterogasi dan ditanyai identitasnya. [1]
Di kisahkan oleh Tabari, Babak dan rombongan keluarganya sampai mengalami kehausan dan kelaparan cukup parah. Sejumlah mata air, aliran sungai, dan pasar, dijaga ketat oleh para penguasa setempat dan pasukan Abbasiyah.[2]
Sampai akhirnya Babak Khurmi dan rombongan tiba di satu wilayah di Armenia. Mereka menemukan seorang petani yang sedang menggarap ladangnya. Babak kemudian mengutus budaknya untuk menemui petani tersebut.[3]
Si budak mendatangi petani dan memintanya untuk membelikan makanan yang cukup. Petani itu pun meminta temannya agar pergi ke pasar dan membeli keperluan yang dimaksud. Setelah temannya petani kembali, dia memberikan belanjaan itu kepada petani. Temannya itu melihat dari kejauhan si petani menyerahkan balanjaan tersebut pada orang lain. Dari kejauhan itu teman si petani melihat orang lain itu (budak Babak) membawa pedang, dan melakukan gelagat tidak normal. Maka larilah dia melapor ke pos penjagaan setempat.[4]
Dalam waktu singkat aparat keamanan sudah datang ke TKP. Kebetulan saat itu, budak tersebut masih bersama si petani. Kepala keamana langsung menanyai apa yang sedang terjadi. Si petani kemudian menjelaskan semua kronologi kejadian sebenarnya.[5]
Kepala keamanan tersebut lantas bertanya pada si budak, “dimana tuan mu?” Maka ditunjukkan lah tempat persembunyian Babak Khurmi. Dan ketika melihat Babak, komandan penjaga itu langsung mengetahui siapa yang dihadapinya.[6]
Dengan sedikit siasat, komandan penjaga itu mendatangi Babak dan langsung mencium tangannya. Dia kemudian bertanya, “Aduh tuanku.., hendak kemana tujuan mu?” Melihat sikap tersebut, kewaspadaan Babak berkurang, dengan polos dia menjawab, “aku ingin ke Bizantuim.” [7]
Sang komandan kemudian menyatakan bahwa semua tempat sudah dijaga. “Anda tidak akan menemukan tempat berlindung yang lebih baik daripada di tempat ku. Engkau juga tahu, bahwa wilayah ini berada di luar kekuasaan khalifah (Abbasiyah). Lagi pula orang-orang di sini sudah lama mengenal engkau dan beberapa dari mereka pernah menjalin hubungan pribadi dengan dirimu.”[8]
Demikian sang komandan – yang dikenal dengan nama Ibnu Sunbat itu – meyakinkan Babak. Mendengar ini, Babak percaya. Dia bersama rombongan akhirnya mengikuti ajakan sang komandan untuk berlindung di markasnya. Tapi sesampainya di markas, Ibnu Sunbat langsung menulis surat pada Al-Afshin, bahwa buron nomor wahid di negeri Abbasiyah, kini berada di tangannya.[9]
Mendapat laporan ini, Al-Afshin langsung membalas surat tersebut, “Jika berita ini benar, maka kau akan mendapatkan sesuatu yang sangat kau sukai, baik dari ku dan juga dari khalifah.” Dia juga meminta agar Babak dijaga sebaik mungkin sampai orang kepercayaannya datang dan memastikan orang yang ditahan tersebut adalah Babak Khurmi.[10]
Setelah orang kepercayaan Al-Afshin memastikan keberadaan Babak, Al-Afshin memerintahkan Abu Said Muhammad bin Yusuf – orang yang pernah merebut benteng Arbadil dari kekuasaan Babak – untuk segera ke Armenia.[11]
Tapi Al-Afshin juga berpesan pada Abu Said, agar setibanya di sana, mereka harus mengikuti instruksi dari Ibnu Sunbat. Hal ini dilakukan, karena Babak terkenal sangat licin dan peka terhadap berbagai potensi ancaman.
Setelah melakukan koordinasi dengan Abu Said, Ibnu Sunbat mengajak Babak Khurmi berburu keluar benteng. Ketika itu, Abu Said dan Pasukan Abbasiyah sudah menunggu di suatu tempat. Begitu situasi dirasa sudah tepat, Abu Said langsung melancarkan serangan, dan berhasil menangkap pimpinan sekte yang sangat berpengaruh tersebut.
Babak kemudian digelandang ke Samarra untuk dihadapkan langsung pada Al-Muktasim. Dengan demikian berakhirlah misi pertama Al-Afshin sebagai Panglima Perang Abbasiyah.
Menurut Akbar Shah Najeebabadi, perang yang dilakukan oleh Al-Afshin ini memakan waktu selama 1,5 tahun. Selama periode tersebut dia dibekali 10.000 dirham perhari untuk memenuhi semua kebutuhan pasukannya. Dan 5000 Dirham khusus untuk dirinya sendiri yang diambil dari kas negara.[12] Berdasarkan catatan Tabari, pada tahun 222 H, atau ketika masa serangan umum ke Bentang Al-Badhdh, Al-Muktasim menambah lagi anggaran perang untuk Al-Afshin hingga mencapai 30 juta dirham.[13] (AL)
Bersambung…
Sebelumnya:
Catatan
kaki:
[1] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wa l-muluk), VOLUME XXXIII, Storm and Stress along the Northern Frontiers of the `Abbasid Caliphate, translated and annotated by C. E. Bosworth, (New York: State University of New York Press, 1991), hal. 73
[2] Ibid, hal. 75
[3] Ibid, hal. 76
[4] Ibid
[5] Ibid, hal. 77
[6] Ibid
[7] Ibid. Sebagaimana sudah dikisahkan pada edisi terdahulu, bahwa Babak Khurmi memiliki hubungan diplomatik yang era dengan Kaisar Bizantium. Ketika dulu dia mulai kerepotan menghadapi serangan Al-Makmun, dia meminta Bizantium agar mengalihkan perhatian mereka. Sehingga Al-Makmun bergerak ke arah Bizantium dan menginvasi wilayah kekausaan mereka. Lebih lengkap kisahkan bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/dinasti-abbasiyah-62-abdullah-al-makmun-11/
[8] Maksudnya, ketika dulu Babak menguasai wilayah tersebut, tiap kali ada perempuan cantik di wilayah tersebut Babak langsung meminta agar dia dibawa kepadanya untuk dikawini. Bila tidak, maka Babak akan merampas perempuan tersebut berikut harta orang tuanya di malam hari. Lihat, Ibid, hal. 77-78
[9] Ibid, hal. 78
[10] Ibid, hal. 79
[11] Lihat, https://ganaislamika.com/dinasti-abbasiyah-77-abu-ishaq-al-muktasim-8/
[12] Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, Op Cit, hal. 447
[13] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wa l-muluk), VOLUME XXXIII, Op Cit, hal. 46