Dinasti Abbasiyah (81): Abu Ishaq Al-Muktasim (12)

in Sejarah

Last updated on August 25th, 2019 02:54 pm

Babak Khurmi dihukum dengan cara dimutilasi terlebih dahulu. Legenda mengisahkan, bahwa ketika tangannya terputus, Babak membasuh wajahnya dengan darah yang mengalir dari lengannya. Ini dilakukannya untuk menunjukkan sikap pembangkangan sampai akhir kepada penguasa Abbasiyah

Gambar ilustrasi. Sumber: 01varvara.wordpress.co

Setelah berhasil tertangkap di wilayah Armenia, Babak Khurmi kemudian dibawa terlebih dahulu ke hadapan Al-Afshin. Setelah itu, Al-Afshin melaporkan pada Al-Muktasim, bahwa Babak Khurmi saat ini sudah tertangkap dan ada bersamanya. Al-Muktasim kemudian memerintahkan agar Babak dibawa ke Samarra untuk dieksekusi.

Mendengar perintah Al-Muktasim, Al-Afshin mengetahui akhir apa yang akan terjadi pada Babak selanjutnya. Maka dia berkata pada Babak, “Aku diperintahkan khalifah untuk membawa mu ke Samarra. Untuk itu aku akan memberimu kesempatan untuk terakhir kalinya melaksanakan keinginan mu di negeri Adharbayjan (Azarbaijan).” Mendapat kesempatan ini, Babak berkata, “Aku ingin mengunjungi kota ku lagi (Benteng Al-Badhdh)”. Maka diperintahkanlah pengawal Al-Afshin untuk menemani Babak ke Benteng Al-Badhdh.[1]

Di sana Babak menghabiskan malam dengan terus berkeliling di sekitar benteng yang dibuatnya. Benteng ini memeram banyak kenangan dalam benak Babak Khurmi. Lebih dari 10 tahun Babak tinggal di benteng itu. Dan selama satu dekade tersebut, tak pernah sekalipun pasukan Abbasiyah mampu menghancurkan dindingnya. Hingga terakhir, dia harus mengaku kalah oleh serangan yang dipimpin oleh Al-Afshin.

Di bawah temaram sinar bulan, Babak melihat puing-puing reruntuhan benteng yang terkenal perkasa itu. Termasuk sisa-sisa pemukiman para pengikutnya yang terbakar, yang dia tinggalkan ketika mereka sedang berjuang melindungi Babak. Setelah menjelang subuh, barulah dia diantar kembali ke Al-Afshin.[2]

Benteng Al-Badhdh tampak dari kejauhan. Orang mengenal benteng ini dengan banyak nama, seperti: Badd, Ghaley-e / Qale-e Babak dan Qala-e Jomhur. Dalam bahasa Turki ia juga dikenal Bazz Galasi . Lokasinya berada di Provinsi Azarbaijan Timur, sekitar 50 km utara Kota Ahar, sekitar 5 km barat daya kota Kalibar. Gunung-gunung di sekitarnya disebut pegunungan Jomhur. Benteng ini sekarang sudah terdaftar sebagai salah satu warisan dunia oleh UNESCO. Sumber gambar: https://www.heritageinstitute.com
Benteng Al-Badhdh bertengger di puncak gunung pada ketinggian sekitar 2.300-2600 meter di atas permukaan laut, dan dikelilingi oleh jurang sedalam 400-500 meter. Terlihat pada gambar di atas, struktur dindingnya betingkat-tingkat mengikuti kontur yang ada. Sumber gambar: https://www.heritageinstitute.com
Dinding benteng ini mengular menuruni lereng. Sumber gambar: https://www.heritageinstitute.com
Jalur masuk ke benteng hanya cukup untuk satu baris pasukan. Dengan kondisi ini, berapapun jumlah pasukan yang menyerang, akan terhitung sama. Sumber gambar: https://www.heritageinstitute.com
Medan wilayah menuju Benteng Al-Badhdh. Sumber gambar: https://www.heritageinstitute.com

Setelah Babak Khurmi kembali dari Benteng Al-Badhdh, Al-Afshin segera memerintahkan pada pasukannya untuk mengemas barang dan kembali ke Samarra. Kabar kemenangan Al-Afshin atas Babak segera menyebar ke segala penjuru negeri. Al-Muktasim yang mendapat kabar bahwa pasukannya sudah dalam perjalan ke Samarra, senang bukan kepalang.

Dikisahkan Tabari, setiap hari Al-Muktasim mengirimi Al-Afshin kuda tunggangan dan jubah kehormatan yang baru untuk dia kenakan. Al-Muktasim juga memerintahkan pada anak buahnya agar terus mengabari proses perjalanan Al-Afshin dan pasukannya. Semua ini menunjukkan betapa pemberontakan Babak Khurmi, memang menjadi problem besar bagi khalifah Bani Abbas.[3]

Begitu rombongan Al-Afshin mulai memasuki wilayah Al-Iraq, [4] mereka disambut oleh para petinggi kekhalifahan yang langsung dipimpin oleh putra Al-Muktasim bernama Harun (Al-Washiq).[5] Dari sana, mereka melanjutkan lagi perjalanan menuju Samarra.

Al-Afshin dan rombongan memasuki Kota Samarra tahun 223 H, atau sekitar awal tahun 837 M. Di ibu kota Dinasti Abbasiyah yang baru itu, Al-Afshin disambut layaknya raja. Ketika menghadap Al-Muktasim, Al-Afshin disediakan singgasana khusus yang terbuat dari emas, berikut mahkota untuk dikenakannya. Setelah itu dia dianugerahi uang sebesar dua juta dirham, dan satu juta untuk dibagi-bagikan kepada seluruh pasukannya.[6]

Di tempat yang berbeda, Babak Khurmi mendapat perlakukan yang sebaliknya. Dia ditempatkan di dalam penjara dengan sistem penjagaan maximum security, sambil Al-Mukatasim memikirkan cara terbaik untuk mengeksekusi penjahat paling berbahaya di negeri Abbasiyah ini. Menurut Tabari, Al-Muktasim demikian penasaran ingin melihat Babak, bahkan sempat menyamar, mendatangi sendiri Babak ke dalam penjara untuk melihatnya secara langsung.[7]

Keesokan paginya, Babak Khurmi dibawa ke hadapan Al-Muktasim. Tapi dia ingin agar semua orang melihat sosok Babak Khurmi yang terkenal itu. Dia kemudian bertanya, “gundukan seperti apa yang cocok untuk memamerkan orang ini ke khalayak ramai?”  kemudian ada yang menjawab, “Dengan gajah tuan ku!” Mendengar jawaban ini, Al-Muktasim langsung memerintahkan agar diambilkan gajah dan menaikan Babak ke atasnya.[8]

Babak kemudian diarak sampai semua orang melihat jelas wajahnya. Setelah itu, dia dibawa ke tempat eksekusi. Dalam surat perintah, Babak akan dipotong terlebih dahulu tangan dan kakinya sebelum dipenggal. Tapi ketika algojo sudah siap, tiba-tiba Al-Muktasim memerintahkan agar yang melakukan eksekusi itu adalah algojo Babak sendiri yang dipanggil dengan nama “Nudnud”. Mendengar perintah ini, tangis Nudnud pecah hingga terdengar keluar, sampai akhirnya dia berdiri tegar di hadapan Babak Khurmi.[9]

Al-Muktasim memerintahkan padanya agar memotong tangan dan kaki Babak. Perintah itu langsung dilakukannya. Legenda mengisahkan, bahwa ketika darah mengucur, Babak membasuh wajahnya dengan darah yang mengalir dari anggota tubuhnya yang terputus. Perbuatan ini dilakukannya untuk menunjukkan sikap pembangkangan sampai akhir kepada penguasa Abbasiyah.[10]

Melihat ini, Al-Muktasim memerintahkan para algojonya untuk membelah perut Babak, dan kemudian memeganggal lehernya. Kepala Babak Khurmi kemudian dibawa ke khurasan, untuk dipamerkan kepada para pengikutnya di sana. Sedang tubuhnya dikuburkan di Samarra.[11]

Kematian Babak Khurmi, menjadi akhir dari semua perlawanan kelompok non-Muslim di wilayah Persia. Termasuk agama-agama besar yang sudah dihayati selama berabad-abad di tanah Persia seperti Zoroaster, terus menurun pamornya dan menghilang.

Tapi berselang sekitar satu melinium kemudian – atau ketika pengaruh Uni Soviet masuk ke Negara Azarbaijan – tokoh Babak Khurmi kembali dihidupkan oleh masyarakat setempat. Babak dianggap sebagai model pejuang komunis paling awal. Karena di kalangan pengikutnya, Babak membuat aturan kepemilikan secara sama rata. Dia pun dianggap sebagai pejuang rakyat yang membela kepentingan proletar dari penidasan kaum Abbasiyah.[12]

Meski legenda terakhir ini agak terdengar kontroversial – khususnya di kalangan sejarawan Muslim – namun kisah ini dipercaya dan berkembang cukup luas di masyarakat, khususnya di Negara Azarbaijan. Masyarakat setempat bahkan memberi nama kota dengan namanya, serta membuat patung Babak Khurmi di beberapa kota di Azarbaijan. Bagi mereka, Babak adalah inspirasi yang menjadi simbol perlawanan dan kemerdekaan. Masyarakat setempat mengenalnya dengan nama Babak Khorramdin.

Salah satu patung Babak, yang terletak di Babek City, Provinsi Nakhchivan, Republik Azarbaijan. Sumber gambar: wikipedia.com

(AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wa l-muluk), VOLUME XXXIII, Storm and Stress along the Northern Frontiers of the `Abbasid Caliphate, translated and annotated by C. E. Bosworth, (New York: State University of New York Press, 1991), hal. 82

[2] Ibid

[3] Ibid, hal. 84

[4] Ibid, hal. 85. Sebagian riwayat ada yang mengatakan, rombongan Al-Afshin disambut oleh Al-Wathiq di gerbang Kota Samarra. Lihat, Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, The History Of Islam; Volume Two, (Riyadh: Darussalam, 2000), hal. 447

[5] Kelak, Al-Wathiq akan diangkat menjadi khalifah ke Sembilan Abbasiyah menggantikan Al-Muktasim.

[6] Ibid

[7] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wa l-muluk), VOLUME XXXIII, Op Cit, hal. 86

[8] Ibid

[9] Ibid, hal. 88

[10] Lihat, Babak Khorramdin (c 795/798-838) Patriot & Revolutionary,  https://www.heritageinstitute.com/zoroastrianism/sects/babak.htm, diakses 20 Agustus 2019

[11] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wa l-muluk), VOLUME XXXIII, Op Cit

[12] Lihat, Babak Khorramdin (c 795/798-838) Patriot & Revolutionary, Op Cit

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*