Dinasti Abbasiyah (90): Abu Ishaq Al-Muktasim (21)

in Sejarah

Last updated on September 24th, 2019 08:38 am

Sebenarnya, sudah cukup alasan bagi Al-Muktasim untuk mengeksekusi langsung Al-Afshin. Tapi Al-Muktasim ingin Al-Afshin didudukan dalam sebuah persidangan yang adil. Agar semua orang mengetahui secara lebih komprehensif siapa sesungguhnya Al-Afshin, dan ancaman jenis apa yang sebenarnya dihadapi oleh Dinasti Abbasiyah selama ini

Gambar ilustrasi. Sumber: keywordbasket.com

Penjaga yang mendengar rencana Al-Afshin bernama Wijan. Al-Afshin pun segera mengetahui bahwa kedoknya sudah terbongkar. Maka Wijan menyadari bahwa dirinya dalam bahaya. Dia merasa, kaki tangan Al-Afshin pasti segera mengincarnya. Maka, malam itu juga Wijan segera ke Istana Al-Muktasim untuk menyampaikan rencana jahat Al-Afshin.  

Tapi sesampainya di istana khalifah, yang dia dapati adalah Aytakh, salah satu komandan Turki yang juga sangat dipercaya oleh Al-Muktasim. Aytakh berkata, bahwa Al-Muktasim sedang istirahat dan tidak bisa diganggu. “besok saja datang kembali!” tapi Wijan bersikeras. Dia mengatakan, “bila harus menunggu sampai esok, maka aku pasti sudah tidak bernyawa.” Maka Aytakh menjadi penasaran, tentang informasi yang dibawa oleh Wijan.[1]

Wijan pun akhirnya mengisahkan apa yang didengarnya kepada Aytakh. Mendengar itu, Aytakh langsung bergegas ke dalam Istana, dan mengetuk kamar Al-Muktasim. Tapi Al-Muktasim malah menyuruhnya kembali esok, karena dia tidak mau diganggu. Aytakh sempat mengatakan bahwa ada masalah yang sangat mendesak, terkait dengan rencana pengkhianatan Al-Afshin. Tapi mendengar ini Al-Muktasim tidak kaget, malah tetap menyuruh Aytakh kembali lagi esok.

Aytakh juga mengatakan, bahwa nyawa saksi sedang terancam. Bila harus menunggu besok, tidak ada yang bisa menjamin dia masih hidup. Al-Muktasim lalu berkata, “kalau begitu, biarkan saksi tersebut tidur bersama mu malam ini.” Mendengar tanggapan ini, Aytakh tidak bisa lagi berkata-kata. Semalaman dia menjaga Wijan dari segala ganggungan.[2]  

Keesokan paginya, menjelang akan dilaksanakannya sholat subuh, Wijan bertemu dengan Al-Muktasim. Dia mengisahkan tentang semua yang didengarnya tentang rencana Al-Afhsin untuk membunuh Al-Muktasin dan sejumlah komandan yang masih setia padanya dengan menggunakan racun. Dia juga mengatakan bahwa setelah membunuh Al-Muktasim dan semua komandan Turki, Al-Afshin berencana menggalang kekuatan di Kawasan Asia Tengah, lalu kemudian menyerang negeri-negeri Muslim.[3]

Mendapat pengaduan ini, Al-Muktasim mendapat momentum. Dengan terkuaknya rencana Al-Afshin, takkan ada satupun komandan Turki yang bersedia membelanya dari hukuman mati sekalipun. Maka dipanggilah Al-Afshin. Dia datang menghadap khalifah dengan mengenakan pakaian hitam, lambang khas kaum Abbasiyah. Tapi ketika itu Al-Muktasim langsung memerintahkan agar orang itu ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara.[4]

Setelah itu, Al-Muktasim memerintahkan pada Abdullah bin Tahir agar menangkap putra Al-Afshin yang bernama Hasan bin Al-Afshin. Hasan adalah penguasa daerah Mawaraunnahr, dan kebetulan ketika itu sedang sedang bermukim di kampung halamannya di Ashrosna, wilayah teritori Khurasan. Itu sebabnya Abdullah bin Tahir yang ditugaskan untuk menangkapnya.[5]

Tapi untuk menangkap putra Al-Afshin bukanlah mudah. Anak itu cukup lihai dan memiliki ketangguhan seperti ayahnya. Maka untuk menangkapnya, Abdullah membutuhkan siasat. Kebetulan Hasan bin Al-Afhsin sedang mengalami perseteruan politik dengan penguasa wilayah Bukhara, bernama Nuh bin Asad. Hasan sebenarnya ingin menggulingkan Nuh bin Asad dan menggantikannya sebagai penguasa di Bukhara. Itu sebabnya Hasan sering mengkritik keras kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa Bukhara tersebut.[6]

Untuk menjebaknya, Abdullah mengirim surat kepada Hasan yang isinya berupa perintah untuk segera datang ke Bukhara dan mengambil alih tampuk kekuasaan di sana. Di waktu bersamaan, Abdullah juga menulis surat pada Nuh bin Asad yang isinya, “Aku sudah sudah mengirim Hasan bin Al-Afshin ke kota mu. Maka ketika dia tiba di gerbang kota, segera tangkap dan bawa dia ke hadapan ku.”[7]

Maka demikianlah, Hasan pun berangkat ke Bukhara dengan segenap angan-angannya. Tapi setibanya di gerbang kota, dia langsung diringkus dan digelandang ke Merv, ibu kota Khurasan. Dari sana, Hasan kemudian dibawa ke Samarra. Dengan datangnya Hasan, maka persidangan terhadap Al-Afshin pun digelar.

Al-Muktasim sebenarnya sudah mengetahui hampir semua tahap pengkhianatan yang dilakukan oleh Al-Afshin. Dia mengetahui bahwa selama pertempuran dengan Babak Khurmi, Al-Afshin sengaja membuat taktik grilya dan telik sandi, agar biaya perang menjadi murah. Memang taktik ini berjalan baik dengan hasil yang menakjubkan. Namun Al-Muktasim mengirimnya dana perang yang melimpah, dan dana itu tak pernah kembali. Ternyata, uang, logistik dan senjata tersebut dipangkas dan dikirimkan ke Ashrosna. Di sana, dana tersebut diterima oleh putranya, Hasan bin Al-Afshin.

Sebenarnya, dengan terkuaknya rencana jahat Al-Afshin untuk membunuh Al-Muktasim dan sejumlah komandan Turki dengan racun, sudah cukup baginya sebagai alasan untuk memenggal kepala Al-Afshin. Di tambah lagi, ketika rencana itu terkuak, pada keluarga Abbas langsung menunjukkan kemarahannya dan memprovokasi Al-Muktasim untuk segera mengekseskusi Al-Afshin.

Tapi Al-Muktasim lebih tahu apa yang sedang dihadapinya. Dia ingin Al-Afshin didudukan dalam sebuah persidangan yang adil. Agar semua orang mengetahui secara lebih komprehensif siapa sesungguhnya Al-Afshin, dan ancaman jenis apa yang sebenarnya dihadapi oleh Dinasti Abbasiyah selama ini.[8] (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, The History of al-Tabari (Tarikh al-rusul wa l-muluk), VOLUME XXXIII, Storm and Stress along the Northern Frontiers of the `Abbasid Caliphate, translated and annotated by C. E. Bosworth, (New York: State University of New York Press, 1991), hal. 184

[2] Ibid

[3] Ibid

[4] Ibid

[5] Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, The History Of Islam; Volume Two, (Riyadh: Darussalam, 2000), hal. 454

[6] Ibid

[7] Ibid

[8] Ibid

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*