Energi Jihad Dalam Perang Sabil (Bagian 2)

in Islam Nusantara

Last updated on October 20th, 2017 03:14 pm

 

Dalam buku “Beberapa Kajian Indonesia dan Islam” yang diterbitkan oleh Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS) pada tahun 1990, P. Sj. van Koningsveld melaporkan tentang tiga naskah berbahasa arab yang tak diterbitkan, dan ini dianggap sebagai titik balik perubahan strategis Belanda dalam menghadapi perlawanan rakyat Aceh. Naskah ini kemudian dipelajari oleh Snouck Hurgronje. Catatan dalam tulisan tangan Snouck Hurgronje menyatakan bahwa surat ini ditemukan (oleh serdadu Belanda) di antara kertas-kertas milik tengku-tengku Aceh yang terbunuh dalam pertempuran di timur laut Aceh pada bulan September 1901.[1]

Dalam tulisan P. Sj. van Koningsveld disebutkan, dokumen yang tertua adalah salinan surat tanpa nama dan tanpa tanggal yang dialamatkan kepada “Sayyid agung dan ulama terpelajar, yang telah diangkat oleh Allah dalam pelayanan Rumah Suci-Nya dan yang telah dianugerahi keistimewaan untuk menjadi tetangga Sang Nabi”. Dari alamat ini jelas bahwa surat tersebut pasti dikirimkan kepada keturunan Sang Nabi dan para cendekiawan agama yang tinggal di Mekah dan Medinah. Isinya adalah sebagai berikut.[2]

 

“Kami berada dalam kesulitan besar dan

“pertempuran sengit telah berlangsung antara kami dan

“orang-orang jahat itu, orang-orang Belanda, selama bertahun-tahun,

“barangkali sebelas tahun atau lebih (….). Mereka telah

“mengurung kami dari pantai selama masa ini.

“Sementara kami menunggu-nunggu dengan hampir putus asa kemenangan

“dari Allah (….). Kami telah mengitari mereka di darat

“selama dua tahun terakhir ini (….). Anda dapat melihat mereka

“berbaris

“sepanjang jalan dengan susah payah apabila mereka

“berjalan dalam kelompok 10, 20, atau 50, kecuali apabila mereka

“berkelompok 1.000 atau lebih. Sebagian besar dari mereka sudah mati.

“(Mayat mereka)

“berserakan di jalan. Dan kaum Muslim menghadang

“mereka, tetapi mereka (Belanda)

“mengalahkan mereka dengan persenjataannya yang lengkap (….).

“Orang-orang

“Kafir ini tidak tahu bagaimana berperang dengan pedang

“dan rencong seperti yang biasa dilakukan orang-orang Aceh.

“Kami semua sudah tahu benar bahwa mereka selalu ketakutan

“meskipun mereka tinggal dalam benteng yang

“paling kuat. (….) Sekelompok kaum Muslim mereka

“telah memihak kepada kami dan menyampaikan

“keterangan-keterangan yang boleh dipercaya. Kebanyakan rakyat

“negeri (kami) yang mengikuti mereka (pada permulaan)

“telah kembali kepada kami, sesudah mereka menyaksikan

“betapa lemah dan penakutnya orang-orang Kafir itu.

“Biasanya mereka diserang secara tiba-tiba pada

“malam hari, dan ini menambah kesedihan dan kecemasan mereka.

“Sesudah semuanya dijelaskan dalam tulisan

“terdahulu, permohonan kami adalah agar para sayyid, para ulama,

“dan orang-orang saleh (al-säli/ün) berdoa kepada Allah,

“Tuhan Semesta Alam, agar Dia mau mengaruniakan

“kemenangan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, mengalahkan

“orang-orang Kafir, dan agar Dia memenuhi

“janji-Nya yang tertera dalam Kitab Suci, “Dan adalah tanggung jawab

“Kami untuk menuntut balas bagi mereka yang beriman? dan bahwa

“Dia akan melanjutkan menegakkan agamanya dengan melindungi

“mereka yang patuh menjalankan perintah-perintah-Nya, sampai hari

“Kebangkitan, demi kemuliaan Allah Semesta

“Alam {sayyid al-mursaün) (….).”

Sumber : W.A.L. Stokhof dan N.J.G. Kaptein (red), “Beberapa Kajian Indonesia dan Islam” (edisi dwibahasa), Jakarta, Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS), 1990, Hal. 98

 

Menurut analisis P. Sj. van Koningsveld, Formasi militer yang disebutkan dalam surat ini adalah disebut “geconcentreerde linie” (barisan padat), yang diadakan setelah tentara Belanda menduduki dan memperkuat wilayah 50 km2 sekitar Kutaraja. Dari “garis” ini Belanda mencoba menguasai seluruh wilayah, dengan sewaktu-waktu mengirim ekspedisi-ekspedisi ke pedalaman. Perang sudah berjalan sebelas tahun, ini berarti bahwa surat tersebut mungkin ditulis paling awal pada tahun 1886, atau beberapa tahun kemudian, kira-kira tahun 1888-1889.[3]

Menurut Imran T. Abdullah dalam jurnalnya, pada saat itu memang masyarakat Aceh yang berada di luar negeri, khususnya yang berada di tanah suci, mencari dukungan moril kepada para Ulama dan guru-guru spiritual yang ada disana. Dalam pertemuan-pertemuan keagamaan yang sering berlangsung di Mekah, ayat-ayat al-Quran dibaca dan doa-doa diucapkan untuk perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda.[4]  Pilihan untuk meminta dukungan doa dari tanah suci ini memang sangat tepat bila dilihat dari sudut pandang strategis. Mekah yang merupakan tempat berhaji dan menimba ilmu, menjadi tempat berkumpulnya semua kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia. Di sini semangat ukuwah Islamiyah dapat dibangun lebih luas, dan dukungan dari kaum muslimin dapat meluas ke berbagai Negara Islam lainnya.[5] (AL)

Bersambung ke:

Energi Jihad Dalam Perang Sabil (Bagian 3)

Sebelumnya:

Energi Jihad Dalam Perang Sabil (Bagian I)

Catatan kaki:

[1] Lihat, P. Sj. van Koningsveld, dalam W.A.L. Stokhof dan N.J.G. Kaptein (redaktur), “Beberapa Kajian Indonesia dan Islam” (edisi dwibahasa), Jakarta, Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS), 1990, Hal. 77

[2] Ibid, Hal. 78-79

[3] Ibid

[4] Lihat, Imran T. Abdullah, Ulama dan Hikayat Perang Sabil Dalam Perang Belanda di Aceh, https://journal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/696/542, diakses 27 September 2017

[5] Terkait hal ini, pada tanggal 12 September 1890 wakil Pemerintah Belanda di Jedah mengkonfirmasi fakta tersebut dan memberitahu atasannya, Menteri Luar Negeri, di Den Haag bahwa para sayyid, para ulama, dan orang-orang saleh di Kota Suci Islam benar-benar memberikan dukungan moril dan politik yang diminta dengan memanjatkan doa-doa. Dalam pandangan pemerintah Belanda, Doa-doa ini tentu saja juga mempunyai aspek politis yang penting. Dari Mekah berita tentang situasi di Aceh akan cepat tersebar ke seluruh dunia Muslim, dan doa-doa yang dipanjatkan para pemuka agama di Mekah dan Medinah pasti diterima sebagai anjuran untuk mendukung rakyat Aceh dengan jalan apa pun yang mungkin. Lihat, P. Sj. van Koningsveld, Ibid

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*