Festival Tabuik di Pariaman (1): Peringatan Wafatnya Husein, Sebuah Asimilasi Kebudayaan

in Budaya Islam

Last updated on January 3rd, 2018 08:49 am

“Peristiwa wafatnya Husein, cucu Nabi Muhammad SAW, di Karbala, tidak hanya diperingati di Irak, tapi juga diperingati di Pariaman, Sumatra Barat, dengan nama Festival Tabuik. Festival ini telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan diperkirakan telah ada sejak abad ke-19 Masehi.

–O–

Sepeninggal Muawiyah, khalifah pertama dinasti Umayah, Yazid bin Muawiyah yang menjadi pewaris takhta kekhalifahan sudah menganggap Husein bin Ali sebagai rival yang dapat mengancam posisinya. Husein merupakan cucu dari Nabi Muhammad SAW dan putra dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az-Zahra binti Muhammad SAW. Dalam pembaringannya menjelang akhir hayat, Muawiyah berpesan kepada Yazid:

“Wahai anakku, aku telah mengatur segalanya untukmu, dan aku telah membuat semua orang Arab setuju untuk menaatimu. Tidak ada yang akan menentangmu dalam jabatanmu untuk kekhalifahan, tapi aku sangat takut pada Husein bin Ali, Abdullah bin Umar, Abdurrahman bin Abu Bakar, dan Abdullah bin Zubair. Di antara mereka semua, Husein bin Ali lah yang paling dicintai dan dihormati karena memiliki hak istimewa dan hubungan keluarga dengan Nabi. Aku pikir orang-orang Irak tidak akan meninggalkannya sampai mereka bangkit dalam pemberontakan untuknya untuk melawanmu. Sebisa mungkin, cobalah untuk berurusan dengannya secara hati-hati. Tapi orang yang akan menyerangmu dengan kekuatan penuh, seperti seekor singa menyerang mangsanya, dan yang akan menerkammu, seperti rubah yang menemukan kesempatan menerkam, adalah Abdullah bin Zubair. Kapan pun engkau mendapat kesempatan, cincanglah dia.”[1]

Singkat cerita, untuk mengamankan posisinya, dalam perkembangannya ke depan, Yazid melalui pasukannya berhasil membunuh Husein beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya di suatu tempat yang bernama Karbala, sekarang di Irak. Husein wafat pada tanggal 10 Muharram 61 Hijriah dengan cara yang mengerikan, yakni dengan kepala yang dipenggal dan tubuh yang dirusak. Peristiwa tersebut begitu membekas bagi muslim di seluruh dunia, dan sampai kini peristiwa terbunuhnya Husein beserta keluarga dan sahabatnya diperingati oleh orang-orang dari berbagai belahan dunia. Setiap tahun, kurang lebih 14 juta muslim di dunia melakukan Ziarah Arba’in ke Karbala untuk memperingati wafatnya Husein bin Ali.[2]

 

Tabuik

Tidak terkecuali di Indonesia, peristiwa wafatnya Husein juga diperingati di Pariaman, Sumatra Barat, dengan nama Festival Tabuik. Festival ini telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan diperkirakan telah ada sejak abad ke-19 masehi. Tabuik adalah sebuah boneka Buraq yang berbentuk seperti tubuh kuda dengan ekor dan sayap yang lebar, namun kepalanya adalah kepala manusia dengan wajah perempuan yang sedang tersenyum.[3]

Boneka Tabuik di Pariaman diyakini masyarakat setempat merupakan rupa Buraq, hewan tunggangan Nabi dalam peristiwa Isra’Miraj. Photo: metafisis.net

Buraq dalam bahasa Arab berarti kilat atau cahaya. Buraq berdasarkan kisah adalah hewan tunggangan Nabi Muhammad ketika peristiwa Isra Mi’raj. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “aku telah didatangi Buraq yaitu seekor binatang yang berwarna putih, lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari baghal. Ia merendahkan tubuhnya sehingga perut buraq tersebut menempel ke bumi.” (HR. Bukhari Muslim).

Hadist lainnya, dari Imam Muslim yang bersumber dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, “Didatangkan kepadaku buraq, yaitu hewan (dabbah) yang berwarna putih (abyadh), bertubuh panjang (thawil), lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari baghal, dan sekali ia menjejakkan kakinya yang berkuku bergerak sejauh mata memandang.” (kitab al-Jami’ al-Sahih juz I, hlm 99).[4]

Dalam hadist lainnya, Rasulullah SAW juga pernah bersabda, “Jibril mendatangiku dengan seekor hewan yang tingginya di atas keledai dan di bawah baghal, lalu Jibril menaikkanku di atas hewan itu kemudian bergerak bersama kami, setiap kali naik maka kedua kakinya yang belakang sejajar dengan kedua kaki depannya, dan setiap kali turun kedua kaki depannya sejajar dengan kedua kaki belakangnya.”[5]

Berdasarkan hadist-hadist di atas, Rasulullah menjelaskan bahwa Buraq itu adalah dabbah. Menurut penafsiran bahasa Arab, dabbah adalah suatu makhluk hidup berjasad, bisa laki-laki bisa perempuan, berakal dan juga tidak berakal. Penafsiran tersebut menunjukkan bahwa kita tidak dapat menentukan jenis kelamin hewan tersebut, sama seperti halnya malaikat.[6]

Maka dapat disimpulkan bahwa buraq itu adalah seekor hewan yang warna bulunya putih, tubuhnya panjang, tingginya melebihi keledai dan lebih kecil dari baghal, kecepatannya seperti kilat, memiliki empat kaki. Jika naik kedua kaki belakangnya disejajarkan dengan dua kaki depannya, dan jika menurun kedua kaki depannya disejajarkan dengan kedua kaki belakangnya.[7] (PH)

Bersambung ke:

Festival Tabuik di Pariaman (2): Sebuah Tinjauan Sejarah dan Perennial

Catatan Kaki:

[1] Al-Baladhuri, Ahmad b. Yahya b. Jabir, Ansab al-Ashraf vol. I, ed. Muhammad Hamidullah, Cairo 1955; vol. IV A-B, ed. Max Schloessinger, Jerusalem 1938-1971 ; vol. V, ed. S. D. F. Goitein, Jerusalem 1936, hlm 122; At-Tabari dan Abu Ja’far Ta’rikh ar-Rusul wa’l-Muluk ed. M. J. de Goeje et al; Leiden 1879-1901, hlm 196; Ad-Dinawari dan Abu Hanifa Ahmad b. Da’ud, Kitab al-Akhbar at-Tiwal, Cairo 1960, hlm 226, dalam Syed Husain M. Jafri, The Origins and Early Development of Shi’a Islam (Stacey Publishing: London, 2007), hlm 123.

[2] Catherine Shakdam, http://theduran.com/the-shia-pilgrimage-to-karbala-an-iraqi-success-story/, dalam “Ziarah Arba’in: Sebuah Kisah Kemenangan Iraq”, https://resistensia.org/opini/ziarah-arbain-sebuah-kisah-kemenangan-iraq/, diakses 2 Januari 2018.

[3] Syofiardi Bachyul Jb, The Jakarta Post, Padang Copyright 2006 The Jakarta Post, dalam “’Tabuik’ festival: From a religious event to tourism”, dari laman http://www.tmcnet.com/usubmit/2006/03/01/1422473.htm, diakses 2 Januari 2018.

[4] “Mengenal Buraq, Kendaraan Rasulullah Berkecepatan Kilat”, dari laman http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/16/05/10/o6xl04394-mengenal-buraq-kendaraan-rasulullah-berkecepatan-kilat-part1”, diakses 2 Januari 2018.

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] Ibid.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*