Pada dasarnya segala prosesi ritual dalam Festival Tabuik merupakan reka ulang peristiwa perang Karbala menurut masyarakat Pariaman.[1] Secara keseluruhan terdapat delapan prosesi dalam Festival Tabuik Pariaman, berikut ini adalah ulasannya:
- Mengambil Tanah/Maambiak Tanah (Tanggal 1 Muharram)
Maambiak Tanah merupakan prosesi ritual pengambilan segumpal tanah ke sungai. Aktivitas pengambilan tanah tersebut dilakukan pada sore hari tanggal 1 Muharram, dilakukan dengan suatu arak-arakan yang dimeriahkan dengan gendang tasa. Mengambil tanah dilaksanakan oleh dua kelompok Tabuik, yaitu kelompok Tabuik Pasar dan Tabuik Subarang. Masing-masing kelompok mengambil tanah pada tempat (anak sungai) yang berbeda dan berlawanan arah. Pengambilan dilakukan pada sungai yang berbeda. Tabuik Pasa mengambil tanah di sungai kecil di Galombang, sedangkan Tabuik Subarang mengambil tanah di sungai Batang Piaman di daerah Pauh.[2]
Sebelum melakukan prosesi ini kedua kelompok Tabuik terlebih dahulu membuat Daraga (tempat pembuatan tabuik). Daraga adalah sebuah tempat yang dilingkari dengan pagar bambu berbentuk segi empat yang memiliki luas kurang lebih 5 meter, dikelilingi kain putih.[3] Pengambilan tanah dilakukan oleh Tuo Tabuik, seorang laki-laki yang memakai jubah putih yang melambangkan kejujuran Husein. Waktu pengambilan adalah sebelum shalat maghrib. Kemudian tanah tersebut diusung ke Daraga sebagai simbol kuburan Husein. Menurut para tetua nagari, pengambilan tanah ini mempunyai makna bahwa manusia berasal dari tanah.[4]
Versi lain mengatakan tanah yang diambil adalah tanah merah yang melambangkan tanah Karbala yang memerah karena darah.[5] Versi lainnya lagi mengatakan Pengambilan tanah menggambarkan pengambilan mayat Husein di sungai Eufrat di Karbala.[6] Tanah yang sudah diambil akan disimpan di dalam Daraga dan baru akan digunakan nanti pada saat acara puncak tanggal 10 Muharram.[7]
- Menebang Batang Pisang/Manabang Batang Pisang (Tanggal 5 Muharram)
Menebang batang pisang adalah cerminan dari ketajaman pedang yang digunakan dalam perang. Sebagai simbol menuntut balas atas kematian Husein tersebut, ini dilakukan oleh seorang pria dengan pakaian silat. Batang pisang mesti ditebang putus dalam sekali tebas.[8] Versi lain mengatakan penebangan batang pisang diibaratkan representasi simbolik tentara Yazid yang merampas harta keluarga Husain. Batang pisang kemudian akan disimpan di dalam Daraga.[9]
Kemudian yang paling dinanti dalam prosesi ini adalah perkelahian (bacakak) di antara dua kelompok Tabuik. Perkelahian terjadi ketika kedua kelompok ini berselisih jalan dan masing-masing masih diiringi gandang tansa. Perkelahian tersebut hanya merupakan simbol dari perang di Karbala, dan tidak akan berlanjut dalam kondisi sesungguhnya di antara dua kelompok masyarakat yang berbeda wilayah tersebut (Pasa dan Subarang).[10]
- Maatam (Tanggal 7 Muharram)
Prosesi Maatam dilaksanakan setelah shalat dzuhur oleh perempuan yang merupakan keluarga penghuni Rumah Tabuik.[11] Secara beriringan mereka berjalan mengelilingi daraga sambil membawa peralatan ritual tabuik (jari-jari, sorban, pedang Husein, dan lain-lain) sambil menangis dan meratap. Hal ini sebagai pertanda kesedihan yang dalam atas kematian Husein, sedangkan daraga melambangkan kuburan Husein.[12] (PH)
Bersambung….
Festival Tabuik di Pariaman (5): Delapan Prosesi dalam Tabuik (2)
Sebelumnya:
Festival Tabuik di Pariaman (3): Peleburan Budaya, Religi, dan Pariwisata
Catatan Kaki:
[1] M.A. Dalmenda dan Novi Elian, Makna Tradisi Tabuik Oleh Masyarakat Kota Pariaman (Studi Deskriptif Interaksionisme Simbolik), (Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, Desember 2016 Vol. 18 (2), Universitas Andalas), hlm 144.
[2] Ibid., hlm 146.
[3] Ibid.
[4] “Prosesi Tabuik: Tradisi 10 Muharram di Kota Pariaman”, dari laman https://minangtourism.com/prosesi-tabuik/, diakses 5 Januari 2018.
[5] “Festival Tabuik 2017 di Pariaman : Perayaan Keagamaan dan Budaya Paling Meriah di Sumatera Barat”, dari laman https://www.pedomanwisata.com/event/festival/festival-tabuik-2017-di-pariaman-perayaan-keagamaan-dan-budaya-paling-meriah-di-sumatera-barat, diakses 5 Januari 2018.
[6] M.A. Dalmenda dan Novi Elian, Ibid., hlm 147.
[7] Syofiardi Bachyul Jb, The Jakarta Post, Padang Copyright 2006 The Jakarta Post, dalam “’Tabuik’ festival: From a religious event to tourism”, dari laman http://www.tmcnet.com/usubmit/2006/03/01/1422473.htm, diakses 5 Januari 2018.
[8] “Prosesi Tabuik: Tradisi 10 Muharram di Kota Pariaman”, Ibid.
[9] Muchtar, Asril; dkk. 2016. Sejarah Tabuik. Pariaman : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pariaman, dalam M.A. Dalmenda dan Novi Elian, Loc. Cit.
[10] Ibid.
[11] Ibid., hlm 148.
[12] “Prosesi Tabuik: Tradisi 10 Muharram di Kota Pariaman”, Ibid.