“Adalah kebodohan untuk mengatakan Islam adalah agama yang berbahaya dan penuh kekerasan.”
–O–
Pada tahun 1984, Karen Armstrong diminta untuk menulis dan menyajikan tentang kehidupan Saint Paul dan beberapa seri wawancara dengan penyair tentang iman. Walaupun pada waktu itu dia dibayar dengan sangat rendah, tapi baginya itu sangat penting dan berpengaruh terhadap langkahnya ke depan. “Itu adalah saat yang penting bagi saya, saya melihat luapan atau keterkaitan antara sastra, kreativitas, dan pengalaman religius.”
Selanjutnya dia membuat seri pembahasan mengenai Perang Salib, walaupun tidak jadi disiarkan, namun dia menyadari begitu menariknya tema tersebut. “Secara teologi, sederhananya itu tidak menarik, hal itu lebih menarik secara kultural dan memiliki banyak keterkaitan dengan masa kini. Ketika anda berada di Timur Tengah anda bisa menemukan kastil tentara salib sepanjang waktu yang merupakan benteng koloni-koloni pertama Eropa.”
Kemudian Armstrong memulai proyek penulisan History of God yang nantinya akan terbit pada tahun 1993, “tapi kemudian fatwa Rushdie[1] muncul, jadi saya memasukkannya ke satu bagian dan menulis (buku berjudul) ‘Muhammad’.” Buku Muhammad mendapat sambutan orang-orang dari berbagai agama, tapi dia mendapati dirinya sedikit tidak sejalan dengan opini liberal di barat. “Saya tidak punya masalah dengan Salman yang mengatakan apapun yang dia inginkan, dan tentu saja dia dapat mempublikasikan apapun yang dia mau. Tetapi beberapa hal yang dikatakan tentang Islam oleh para pembelanya adalah salah, dan sekarang saya dapat melihat bahwa itu adalah benturan antara keagamaan modern dan pra-modern.
Masalahnya pada saat itu adalah saintifik modern dan sekularisme lah yang menggiringnya. Tetapi itu adalah permainan yang berbahaya, menyudutkan dan memprovokasi api fundamentalisme. Apabila anda terlalu keras pada pihak yang kalah, itu malah membuat kontra produktif. Apa yang terjadi sekarang bisa mengerikan, karena kelompok yang tadinya kecil telah menjelma menjadi kekuatan sebuah negara.”
Ketika “Sejarah Tuhan” diterbitkan pada tahun 1993, buku itu adalah buku terlaris, seperti juga bukunya tentang Yerusalem dan fundamentalisme, “The Battle for God”. Kesuksesannya telah membuat dia kaya, dia menjadi terkenal dan sering bepergian ke banyak tempat. Sally Cockburn mengatakan dia telah beradaptasi dengan baik.[2] “Dia tidak marah dan eksentrik seperti dulu. Dulunya dia ‘kejam’ terhadap dirinya sendiri dan sedikit terhadap orang lain, tetapi sekarang dia murah hati terhadap uang dan pertemanan.
Pertemanan yang dulunya dibangun atas dasar perintah, dan itu sulit baginya, sekarang sudah tidak lagi. Dia masih tetap kikuk. Meskipun dia memiliki otak super cerdas, tapi koordinasi fisiknya agak kurang. Tapi sekarang dia telah menemukan peran yang nyata dalam hidupnya. Belum lama ini dia mengatakan kepada saya, butuh waktu lama baginya untuk akhirnya tahu mengapa dia ditempatkan di planet ini.”
“Saya pikir orang lebih tertarik pada masalah spiritual daripada sebelumnya,” kata Armstrong. “Tulisan saya untuk halaman komentar (harian) Guardian adalah sesuatu yang mungkin tidak akan terjadi pada 10 tahun yang lalu, banyak hal telah berubah, tapi mereka tidak akan kembali kepada ortodoksi lama. Di seluruh Amerika Serikat, kelompok (studi) antar agama telah menjamur. Amerika sedang mencoba pluralisme yang lebih luas, dan tidak terlalu mempedulikan apa yang dikatakan oleh gereja-gereja resmi. Itu terjadi di tingkat akar rumput beriringan dengan menghilangnya sektarianisme yang amat buruk.”
Dia mengatakan orang-orang, terutama di Eropa, memiliki hak untuk skeptis terhadap agama, “karena kita tahu bahwa anti-semitisme Eropa telah dihidupkan selama seribu tahun oleh rezim Kristen. Hitler tidak dapat melakukan apa yang dia lakukan tanpa fakta sejarah itu, dan agama telah tercemar oleh semua itu. Keengganan (terhadap agama) ini mungkin diperlukan, seperti halnya telah makan di restoran dengan bumbu yang kuat, anda akan makan menu pencuci mulut untuk membersihkan mulut. Saya pikir orang ingin membilas pikiran mereka dari banyak hal tentang buruknya teologi.”
Armstrong biasa menyebut dirinya sebagai “seorang monoteis bebas”, dia sekarang mengatakan bahwa dia lebih peduli dengan bagaimana orang berperilaku daripada apa yang mereka percaya. “Saya menulis sebuah buku tentang usia aksial (800-200 SM) ketika Buddha, Konfusius, para nabi Israel dan Yunani semua muncul, dan semuanya dimulai dengan gerakan mundur dari kekerasan.” Dia mengatakan bahwa dia masih bergerak secara rohani – “ketika anda menghentikannya, anda kehilangan plot” – dan menggambarkan pekerjaannya sebagai pelayanan.
“Saya pikir penting untuk mengatakan, misalnya, bahwa adalah kebodohan untuk mengatakan Islam adalah agama yang berbahaya dan penuh kekerasan. Ketika saya menulis Through The Narrow Gate saya pikir saya selesai dengan agama dan tidak akan kembali. Dan melihat ke belakang, saya menyadari adalah mustahil untuk mendapat pengalaman religius di dalam lingkungan biara. Untuk tanpa akhir membuat orang terus-menerus menyesali kesalahannya adalah apa yang disebut oleh Buddha kejam.
Tetapi inilah pekerjaan akhir saya, memikirkan dan menulis tentang Tuhan dan berdoa, yang telah membawa saya pada kesimpulan ini. Dan walaupun kurang kondusif untuk mendapatkan pengalaman religius, ini adalah semacam cobaan untuk memiliki hidup seperti sekarang ini. Inilah saya, sedikit seperti pertapa. Saya di dalam sel pertapaan berbicara, menulis, dan memikirkan tentang Tuhan dan spiritualitas. Dan saya menyukainya.” (PH)
Selesai.
Sebelumnya:
Karen Armstrong (4): “Saya Membenci Agama dan Itulah Inti Dari Buku Saya”
BIBLIOGRAFI LENGKAP KAREN ARMSTRONG:[3]
- Through the Narrow Gate (1982)
- The First Christian: Saint Paul’s Impact on Christianity (1983)
- Beginning the World (1983)
- Tongues of Fire: An Anthology of Religious and Poetic Experience (1985)
- The Gospel According to Woman: Christianity’s Creation of the Sex War in the West (1986)
- Holy War: The Crusades and their Impact on Today’s World (1988)
- Muhammad: A Biography of the Prophet (1991)
- The English Mystics of the Fourteenth Century (1991)
- The End of Silence: Women and the Priesthood (1993)
- A History of God (1993), telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Mizan dengan judul Sejarah Tuhan (Edisi lama, 2001, Edisi Baru 2011)
- Jerusalem: One City, Three Faiths (1996)
- In the Beginning: A New Interpretation of Genesis (1996)
- Islam: A Short History (2000)
- The Battle for God: Fundamentalism in Judaism, Christianity and Islam (2000), telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Mizan dengan judul Berperang Demi Tuhan (Edisi Lama 2001, Edisi Baru 2013)
- Buddha (2001), telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Bentang (2005)
- Faith After September 11 (2002)
- The Spiral Staircase (2004) telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Mizan dengan judul Menerobos Kegelapan (Edisi Lama 2004, Edisi Baru 2013)
- A Short History of Myth (2005)
- Muhammad: A Prophet For Our Time (2006), telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Mizan dengan judul yang sama (Edisi Lama 2007, Edisi Baru 2013)
- The Great Transformation: The Beginning of Our Religious Traditions (2006), telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Mizan dengan judul yang sama (Edisi Lama 2007, Edisi Baru 2013)
- The Bible: A Biography (2007), telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Mizan dengan judul Sejarah Alkitab (2013)
- The Case for God (2009), telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Mizan dengan judul Masa Depan Tuhan (Edisi Lama 2011, Edisi Baru 2013)
- Twelve Steps to a Compassionate Life (2010), telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Mizan dengan judulCompassion (Edisi Lama 2012, Edisi Baru 2013)
- A Letter to Pakistan (2011)
Catatan:
Artikel ini merupakan adaptasi dan terjemahan bebas dari artikel: Nicholas Wroe, “Among the believers”, dari laman https://www.theguardian.com/books/2004/apr/10/society.philosophy, diakses 6 Desember 2017. Adapun informasi lain yang didapat selain dari artikel tersebut dicantumkan dalam catatan kaki.
Catatan Kaki:
[1] Salman Rushdie adalah seorang novelis yang menulis The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan), pertama kali diterbitkan di Inggris tahun 1988. Sebagian dari buku tersebut terinspirasi dari kehidupan Nabi Muhammad. Banyak Muslim yang merasa bahwa buku tersebut merupakan penghinaan terhadap Islam, hingga akhirnya pada tahun 1989 Imam Khomeini, pemimpin spiritual tertinggi Iran pada saat itu, mengeluarkan fatwa mati bagi Salman Rushdie, yang meminta bagi siapapun Muslim di dunia untuk membunuh Rushdie.
Pada tahun 1998, ketika Mohammad Khatami menjadi Presiden Iran, dia mengatakan bahwa Iran tidak lagi melakukan dukungan terhadap pembunuhan Rushdie. Tetapi, bagaimanapun fatwa tersebut masih belum dicabut sampai sekarang. Saat ini Rushdie hidup dengan tenang di Inggris setelah berbagai percobaan pembunuhan yang pernah menimpa dirinya. Lihat “The Satanic Verses controversy”, dari laman https://en.wikipedia.org/wiki/The_Satanic_Verses_controversy, diakses 6 Desember 2017.
[2] Sally Cockburn, rekan kerja Armstrong di sekolah anak perempuan di Dulwich yang sebelumnya mengatakan Armstrong sebagai “orang aneh”. Lebih lengkap lihat “Karen Armstrong (4): ‘Saya Membenci Agama dan Itulah Inti Dari Buku Saya’”, dari laman https://ganaislamika.com/karen-armstrong-4-saya-membenci-agama-dan-itulah-inti-dari-buku-saya/, diakses 6 Desember 2017.
[3] Yuliani Liputo, “Karen Armstrong dan Buku-Bukunya”, dari laman https://islamindonesia.id/berita/karen-armstrong-dan-buku-bukunya-2.htm, diakses 6 Desember 2017.