Kaum Quraisy (3)

in Studi Islam

Last updated on May 4th, 2019 10:02 am

Adnan yang mula-mula memanfaatkan nilai strategis Kota Makkah, yang terletak di tengah jalur lalu lintas perdagangan dunia, untuk membangun bisnis ekspor-impor ke berbagai wilayah. Aktivitas tersebut dikenal dengan istilah qarasya yang berarti berusaha atau mencari. Dari sinilah asal kata Quraisy diambil.

Pada sekitar awal abad ke-3 Masehi, orang-orang Jurhum ditaklukkan oleh serbuan Suku Kahtan – atau disebut Bani Khuza’ah – yang datang dari Yaman. Mereka berhasil merebut Kota Makkah dan menguasai sebagian besar wilayah Hijaz bagian selatan. Sementara itu, Bani Ismail yang cukup lama mengalami kemunduran setelah mengalami kekalahan oleh serangan Nebuchadnezar, secara perlahan kembali bangkit dan memperoleh kekuatannya kembali. [1]

Menurut Syed Ameer Ali, kebangkitan dominasi trah Ismail tersebut, kira-kira sudah dimulai sejak awal pertama Masehi. Ketika itu salah satu anak keturunan Ismail yang bernama Adnan, telah berhasil merajut kembali hubungan dengan kaum Jurhum dengan menikahi salah satu anak perempuan kepala suku Jurhum dan bermukim di Makkah. Melalui pernikahan ini, dalam waktu singkat Adnan berhasil memanjat tangga sosial, politik dan ekonomi di Kota tersebut. Dia menjadi orang yang berpengaruh dan hidup makmur di Kota Makkah. Adnan memiliki anak bernama Ma’ad. Dialah yang kemudian menjadi leluhur Bani Ismail yang bermukim di Hijaz dan Najd sampai masa kerasulan Muhammad Saw.[2]

Pada sekitar abad ketiga Masehi, atau ketika Suku Kahtan berhasil menggantikan dominasi Suku Jurhum di Kota Makkah, lahirlah cucu Ma’ad yang bernama Fihr. Dia dikenal juga dengan nama Quraisy. Sebagian pendapat mengatakan bahwa dari sosok inilah nama Quraisy berasal. Tapi menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, kata quraisy pada mulanya adalah gelar dari An-Nadhr bin Kinanah, yang merupakan kakek Nabi yang ketiga belas. Nabi Muhammad Saw adalah bin (putra) Abdullah, bin Abdul Muththalib, bin Hasyim, bin Abd Manaf, bin Qushay, bin Kilab, bin Murrah, bin Ka‘b, bin Luayy, bin Ghalib, bin Fihr, bin Malik, bin An-Nadhr Ibn Kinanah. [3]

Dalam Tafsir Al-Misbah, Quraish Shihab menjelaskan beberapa kemungkinan lain dari arti kata Quraisy. Beberapa di antaranya; kata quraisy terambil dari kata at-taqarrusy yang berarti keterhimpunan. Anggota suku ini tadinya berpencar-pencar, kemudian menyatu dalam bentuk yang sangat kokoh, sehingga mereka dikenal dengan gelar itu.[4]

Ada juga yang menyatakan bahwa kata ini terambil dari kata qarasya yang berarti berusaha atau mencari. Suku ini terkenal sebagai pengusaha (pedagang) yang ulet dan mereka selalu mencari orang-orang yang butuh untuk mereka bantu.[5]

Pendapat lain menyatakan bahwa ia terambil dari kata qirsy yakni ikan Hiu. Ikan ini sangat kuat, mengatasi ikan-ikan lainnya, bahkan dapat menjungkirbalikkan perahu-perahu dan menerkam manusia. Suku yang dibicarakan ini dinamai Quraisy untuk menggambarkan betapa kuat dan berpengaruh mereka. Besar kemungkinan, munculnya berbagai jenis arti kata Quraisy tersebut sebenarnya menjelaskan tabiat dan kiprah suku ini dari masa ke masa.[6]

Bila melihat dari asal kata yang disampaikan oleh Quraish Shihab, terlihat bahwa makna kata Quraisy dinisbatkan kepada An-Nadhr bin Kinanah, karena menunjukkan kiprah dari sosok ini, yang memang adalah perdagangan. Karena demikian melekatnya predikat ini pada An-Nadhr dan keturunannya, bisa diduga bahwa aktivitas perdagangan tersebut sudah dimulai sejak lama.

Bila dirunut, besar kemungkinan aktivitas tersebut sudah dimulai ketika masa Adnan. Dialah yang pertama-tama berhasil memanfaatkan nilai strategis Kota Mekkah, yang terletak di tengah jalur lalu lintas perdagangan dunia, untuk membangun bisnis ekspor-impor, dalam bentuk perdagangan perantara. Dari terobosan yang dilakukannya tersebut, nilai kapital Kota Makkah kian meningkat di tengah konstalasi politik dan ekonomi global kala itu.

Mirip seperti yang dilakukan Kesultanan Malaka pada era keemasannya, yang berhasil mengubah skema perdaganan purba yang rumit menjadi hanya berpusat di Malaka. Dengan adanya Bandar Malaka, pedagang-pedagang dari Cina, tidak perlu jauh mengirimkan barangnya sampai ke wilayah Persia, Arab dan India. Mereka cukup meletakkan barangnya di Malaka. Nanti para pedagang dari Arab, Persia, dan India cukup datang ke Malaka, dan mereka sudah mendapatkan semua barang yang mereka perlukan di Malaka. Hal yang sama juga dilakukan oleh para pedagang dari Persia, Arab, India, dan Nusantara. Keberhasilan Malaka mengubah skema perdagangan purba yang rumit menjadi hanya berpusat pada dirinya itulah yang menjadi kunci keberhasilan Malaka.[7]

Tampaknya, hal inilah yang juga dilakukan oleh Adnan dan anak keturunannya ketika itu. Hanya bedanya, mereka tidak hanya menjadikan Makkah sebagai simpul penting perdagangan global, tapi juga pro aktif berjalan ke luar negeri guna menembus jalur-jalur perdagangan yang lebih luas.

Sebagai gambaran, pada sekitar tahun pertama Masehi, Kota Makkah terletak di tengah himpitan sejumlah kekuatan ekonomi dan politik dunia. Di timur, ada Kekaisaran Persia yang menguasai jejaring perdagangan di Samudera Hindia, yang merupakan kawasan perdagangan paling ramai di bumi bagian selatan. Konstalasi perdagangan di wilayah ini, membentang dari Cina dan Nusantara di ujung timur, hingga ke Mesir dan kawasan lain di Afrika barat. Sedangkan di utara bumi, terdapat Romawi yang terhubung melalui Jalur Sutra ke kawasan Asia Tengah, hingga ke Cina. Bangsa Romawi juga ketika itu menguasai Laut Mediterania hingga ke Alexanderia di Mesir – yang dari sini mereka terhubung dengan konstalasi besar perdagangan di kawasan bumi selatan.  

Ilustrasi peta jalur perdagangan global purba. Sumber gambar:
youtube.com
Ilustrasi skema kekuatan global dan jalur perdagangan dunia yang sudah terbentuk pada abad pertama Masehi. Sumber gambar: slideshare.net
Ilustrasi peta jalur perdagangan di wilayah Imperium Romawi sekitar abad kedua Masehi.
Sumber gambar: slideshare.net
Ilustrasi peta Jalur Sutra yang menghubungan kawasan Cina dan Asia Tengah dengan Imperium Romawi. Sumber gambar: slideshare.net


Adnan melihat potensi besar dari konstalasi jalur perdagangan dunia ini. Dia tidak hanya menunggu dan berdiam diri di Makkah. Tapi membawa kafilah dagangnya keluar. Untuk merebut dominasi perdagangan di bumi utara, dia berangkat ke Suriah (Syam), yang merupakan salah satu pusat perdagangan terbesar di Jalur Sutra dan Laut Mediterania. Sedang untuk merebut dominasi perdagangan di jalur selatan, dia pergi ke Yaman, yang ketika itu menjadi titik penting perdagangan dunia di bumi selatan.

Pada masa selanjutnya, apa yang dilakukan oleh Adnan diteruskan oleh anak keturunanannya. Hingga sampai masa kehidupan anak keturunannya yang bernama An-Nadhr Ibn Kinanah, aktifitas tersebut dikenal dengan istilah qarasya yang berarti berusaha atau mencari.[8] Lambat laun, nama tersebut melekat menjadi identitas kelompok/Suku, yang membuatnya dikenal juga sebagai Quraisy. (AL)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam or The Life and Teachings of Mohammed, (Calcutta: S.K. Lahiri & Co, 1902), hal. 4

[2] Ibid, hal. liii

[3] Lihat, M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 15, Juz ‘Amma (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2005).  Hal. 535

[4] Ibid

[5] Ibid

[6] Ibid

[7] Uraian lebih jauh tentang sistem perdagangan yang ada pada era Kesultanan Malaka tersebut bisa membaca artikel ganaislamika.com yang berjudul “Kesultanan Malaka”. Untuk membacanya bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/kesultanan-malaka-1/

[8] Lihat, M. Quraish Shihab, Op Cit d

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*