Kaum Quraisy (2)

in Studi Islam

Last updated on May 1st, 2019 07:18 am


Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim as membangun Kabah di Kota Makkah agar menjadi petunjuk bagi umat manusia. Tapi oleh manusia, Ka’bah dikapitalisasi demi hasrat duniawi. Makkah pun berubah menjadi pusat penyembahan berhala paling masyhur di dunia.

Gambar ilustrasi. Sumber: islampos.com



Kota Makkah yang sekarang kita lihat, awalnya merupakan gurun tandus yang nyaris tak berpenghuni. Kemudian Allah SWT menganugerahi daerah itu dengan dua elemen mendasar guna penopang kehidupan manusia; yang pertama, Air Zamzam untuk menopang kehidupan fisiknya; kedua, adalah Baitullah atau Ka’bah guna memenuhi visi ruhaninya.

Layaknya kehidupan materi, semua sudah tersaji “taken for granted” dari yang Maha Kuasa. Demikian juga dengan Air Zamzam, ia muncul tak lama setelah keluarga Ibrahim tiba di wilayah tersebut. Kesabaran Siti Hajar dan Ismail, telah membuat Air Zamzam memancar deras dari celah-celah cadas bebatuan di gurun tandus tak berpenghuni itu. Dengan air ini kawasan itu mulai hidup. Perlahan-lahan, datanglah penduduk lain ke tempat ini dan hidup berdampingan secara damai dengan keluarga Ibrahim as.

Adapun kehidupan spiritual, adalah sesuatu yang sepenuhnya memerlukan ikhtiar. Untuk menggapainya, manusia dituntut agar berusaha keras dan bersungguh-sungguh mengharapkannya. Untuk itulah Allah SWT memerintahkan Ibrahim dan putranya membangun Kabah, yang Allah sebut sebagai rumah pertama di muka bumi. Setelah itu Allah menurunkan Risalah kepada Ibrahim sebagai petunjuk bagi semua manusia. Allah SWT kemudian mewajibkan kepada semua manusia untuk menunaikan ibadah haji ke tempat ini (QS Ali Imran: 96-97). [1]

Awalnya Kabah dibangun dengan sederhana. Hanya disusun dari batu-batuan yang berasal dari bukit batu disekitar Kabah. Pada saat itu, di sudut timur, atau di sudut tempat Hajarul Aswad, tinggi Kabah hanya sekitar 1,5 meter dari pelataran tanah. Selama lebih dari satu milenium, Kabah dirawat dan dijaga oleh keturunan Ismail AS dan klan Jurhum atau yang dikenal juga sebagai orang-orang Arab Mustariba.[2]

Waktu berlalu, ajaran Ibrahim pun berkembang menjadi satu-satunya cahaya terang di muka bumi. Anak keturunannya dari Ismail dan Ishak, satu persatu menjadi pionir yang meneruskan risalah Ibrahim hingga bergaung ke segala penjuru bumi. Di setiap tempat mereka semua menyeru pada manusia agar mengesakan Allah SWT (Tauhid), membimbing mereka di atas jalan perdamaian (Islam), dan mengajarkan tata cara berziarah ke Kabah. Ajaran ini mendapat sambutan luas. Dari semangat yang sangat positif inilah kemudian lahir sejumlah kebudayaan besar di dunia.

Makkah dan segala apa yang ada di dalamnya menjadi tautan mata manusia. Mereka datang berbondong-bodong ke Kota Makkah dari segala penjuru negeri menyambut seruan Ibrahim. Seketika Makkah pun tumbuh menjadi metropolitan dunia. Di tempat ini semua warga dunia bertemu, bertukar nilai kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan komoditi.

Anak-anak Ismail yang bermukim di Makkah menjadi pelayan bagi semua tamu yang datang.  Mereka menjadi sangat dominan dan berkuasa di Kota Makkah. Selain di Makkah, mereka juga hidup makmur dan beranak pinak di sejumlah besar daerah Hijaz. Hingga tiba satu masa mereka dikalahkan dan hampir dihancurkan oleh raja Babilonia yang bernama Nabuchadnezar. Di antara raja-raja Babilonia yang pernah menyerbu Jazirah arab, serangan inilah satu-satunya yang paling berhasil menorehkan luka paling dalam dan serius pada anak keturunan Ibrahim.[3]

Setelah kekalahan ini, Bani Ismail tersisih, dan kekuasaan di Hijaz kembali digantikan oleh Bani Jurhum. Mereka mengambil alih tanggungjawab sebagai pengelola Kabah, dan berhasil menggabungkan kekuasaan dunia dan religius sekaligus. Di tangan mereka inilah kemakmuran Kota Makkah berhasil dikapitalisasi. Tanpa pemahaman yang kokoh tentang visi spiritual yang tinggi, mereka tidak mampu menyaring pengaruh agama pagan yang berkembang di banyak peradaban dunia. Hingga akhirnya, Makkah pun kalah, dan berubah menjadi pusat penyembahan berhala paling masyhur di muka bumi.

Di Makkah berjejer 360 berhala – satu untuk sehari – yang semuanya mengelilingi Hubal, sang dewa tertinggi, yang terbuat dari batu akik merah. Di samping itu, ada juga dua patung gazale terbuat dari emas dan perak. Dan yang tak kalah penting – yang juga dianggap sebagai  keberhasilan mereka dalam menkapitalisasi kebutuhan spiritual umat manusia – dibuatkan juga patung Ibrahim dan putranya, Ismail yang merupakan nenek moyang bagi peradaban besar yang ada kala itu.[4]

Sehingga tak ayal, berbagai kelompok suku bangsa berduyun-duyun datang ke tempat ini setiap tahun, untuk sekedar mencium batu hitam yang jatuh dari langit pada zaman purba (Hajar Aswad), mempersembahkan sesaji dihadapan patung-patung tersebut, dan mengelilingi Kabah sambil telanjang. Setelah itu, yang berlangsung di Kota Makkah tinggalan urusan duniawi semata. Di sinilah para kapitalis purba berkumpul dan merancang skema kehidupan sosial, politik dan ekonomi umat manusia.[5]

Sebagaimana dikatakan oleh Syed Ameer Ali, “Makkah saat itu tidak hanya pusat bagi organisasi keagamaan orang Arab, tapi juga merupakan pusat perdagangan dunia. Terletak di tengah persilangan jalur ekonomi global, Makkah berhasil mengakumulasi kekayaan dan kebudayaan negeri-negeri tetangganya. Bahkan raja Babilonia pun tak dapat lagi menyentuh kemakmuran perdagangannya; karena letaknya yang begitu penting, orang-orang Arab Hijaz menjadi pengangkut barang bangsa-bangsa dunia.”[6] (AL)

Bersambung…

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Secara historis, Ka’bah merupakan bangunan tertua di dunia. Beberapa riwayat bahkan menyebutkan bahwa yang memasang pondasi Ka’bah adalah Nabi Adam as. Namun yang luas dikenal oleh sejarah, orang pertama yang membangun Ka’bah adalah Nabi Ibrahim As bersama putranya Nabi Ismail AS.

[2] Lihat, O.Hashem, Muhammad Sang Nabi: Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail, (Jakarta: Ufuk Press, 2007), hal. 37

[3] Lihat, Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam or The Life and Teachings of Mohammed, (Calcutta: S.K. Lahiri & Co, 1902), hal. liii

[4] Ibid

[5] Ibid

[6] Ibid

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*