Adipati Unus mengkoordinir Angkatan laut di Jawa dan wilayah lain sekitarnya untuk menyerang Malaka. Pada tahun 1512, jumlah armada laut yang terkumpul sudah mencapai ratusan unit baik dalam ukuran kecil maupun besar. Sehingga tidak berlebihan bila dikatakan, bahwa ini adalah ekspedisi militer laut terbesar yang pernah digelar di Nusantara
Pada akhir bulan Agustus 1511 M, pelabuhan Malaka sepenuhnya dalam kendali bangsa Portugis. Afonso de Albuquerque langsung memerintahkan anak buahnya untuk membangun banteng yang kokoh di pelabuhan tersebut, dan menyiapkan skema aturan perdagangan yang baru di pelabuhan tersebut. Dia bermaksud mengeksploitasi semua potensi Malaka, dan menjadikannya sebagai pusat memonopoli seluruh hasil perdaganan di Asia.
Pada bulan September 1511, Albuquerque memerintahkan beberapa kapal di bawah pimpinan Francisco Serrao agar segera ke Timur, menuju ke Jazirat Al-Mukl (negeri para raja) yang dalam laporan pelayaran bangsa Arab dikatakan terdapat Kepulauan rempah-rempah yang legendaris itu.
Sebagai catatan, pada masa itu, rempah-rempah adalah komoditi unggulan yang paling dicari oleh pasar Eropa. Menurut M.C. Ricklefs, rempah-rempah bagi masyrakat Eropa, merupakan kebutuhan dan juga cita rasa. Selama musim dingin di Eropa, tidak ada satu cara pun yang dapat dijalankan untuk mempertahankan agar semua hewan-hewan ternak dapat tetap hidup; oleh karenanya, banyak hewan ternak disembelih dan dagingnya kemudian harus diawetkan. Untuk itu dibutuhkan sekali adanya garam dan rempah-rempah. Dan di antara rempah-rempah yang diimpor, cengkih dari Nusantara adalah yang paling berharga. Oleh karenanya, kawasan itulah (Nusantara) yang menjadi tujuan utama ekspedisi laut Bangsa Eropa, khususnya para pelaut dari Portugis.[1]
Hanya saja, untuk mendapatkan rempah-rempah terbaik itu, bangsa Eropa tidak memiliki pilihan selain membelinya dari pedagang Muslim yang selama masa Perang Salib menjadi musuh ideologis mereka. Orang-orang Islam ini sudah menguasai sistem perdagangan global dan memiliki jaringan komunikasi hampir di seluruh dunia; mulai dari Mediterania sampai ke tepian samudera pasifik dan Nusantara; mulai dari Tanjung Harapan di Afrika, hingga ke Laut Hitam di Utara.
Orang-orang Eropa menyadari, bahwa tidak mudah bagi mereka merebut sistem jejaring perdagangan yang demikian luas ini. Itu sebabnya mereka harus mencari rute baru yang lebih aman untuk mencapai Nusantara. Visi inilah yang memotivasi lahirnya era penjelajahan Bangsa Eropa pada akhir abad ke 15 M.
Itu sebabnya, keberhasilan yang dicapai Albuquerque di Malaka terbilang sangat monumental. Sebab inilah untuk pertama kalinya, bangsa Eropa berhasil menyentuh jantung perdagangan Asia, sekaligus melepaskan belenggu ketergantungan mereka pada dunia Islam, yang pada masa itu umumnya merujuk pada satu kepemimpinan, yaitu Kesultanan Utsmani. Lebih jauh, keberhasilan Albuquerque di Nusantara – dan Colombus di Amerika – pada masa selanjutnya menjadi titik balik yang mengubah skema persaingan bangsa Eropa dengan dunia Islam.
Di sisi lain, jalur perdagangan Asia – yang membentang dari Afrika Timur sampai ke tepian Samudera Pasifik – sejak ribuan tahun lalu adalah pasar yang inklusif. Semua bangsa bebas masuk ke dalam pasar ini dan mendominasinya silih berganti. Tapi tak satupun dari mereka yang berpikir untuk memonopoli apalagi merebut sistem pasar ini dengan cara kekerasan.
Adapun bangsa Portugis, disebabkan kegagalan mereka bersaing secara sehat di pasar yang besar ini, membuat mereka memutuskan untuk merebutkannya dengan cara kekerasan.[2] Inilah yang dinilai sebagai ancaman serius oleh Adipati Unus ketika pertama kali mendengar sepak terjang Bangsa Portugis di Selat Hormuz dan India.
Maka sebagaimana sudah dikisahkan pada edisi sebelumnya. Adipati Unus langsung membuat proyek pembangunan Alutsista di Jepara. Dia membangun banyak galangan kapal, agar bisa memproduksi segala sejenis kapal dalam skala besar.
Tapi kedatangan bangsa Portugis ke Malaka pada tahun 1511, agaknya lebih cepat dari prediksi Adipati Unus. Karena pada saat itu, proyek pembuatan kapal itu belum selesai seluruhnya. Tapi karena ancaman sudah di depan mata, maka dia sudah tidak bisa menunggu lagi.
Dikisahkan dalam banyak catatan sejarah, bahwa Adipati Unus akhirnya menggalang kekuatan laut dari seluruh pesisir utara Jawa yang ketika itu memang menyatakan setia pada Kesultanan Demak. Mereka diminta untuk mengirimkan armada perang sebanyak mungkin di Jepara untuk bergabung bersama Angkatan perang yang utama di sana.[3]
Menurut laporan Tome Pires, tidak hanya di wilayah Jawa, Adipati Unus juga mengkoordinir Angkatan laut dari Palembang dan wilayah lain sekitarnya untuk bergabung menyerang Malaka. Pada tahun 1512, jumlah armada laut yang terkumpul sudah mencapai ratusan unit baik dalam ukuran kecil maupun besar.[4] Sehingga tidak berlebihan bila dikatakan, bahwa ini adalah ekspedisi militer laut terbesar yang pernah digelar di Nusantara. (AL)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Lihat, M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1991, hal. 32
[2] Dikisahkan oleh M.C. Ricklefs, bahwa orang Portugis yang pertama berhasil menemukan pasar Asia ini adalah Vasco da Gama. Dia berhasil mencapai India pada tahun 1498. Dia pun mulai memperkenalkan dan menawarkan komoditi bangsa mereka. Tapi mereka segera menyadari, bahwa barang-barang perdagangan yang ingin mereka jual, tidak dapat bersaing di pasar India yang canggih dengan hasil-hasil bermutu yang mengalir melalui jaringan perdagangan Asia. Akhirnya, karena kehabisan cara untuk bersaing, Raja Portugis ketika itu mengambil keputusan bahwa bila ingin eksis di pasar yang besar ini, tidak ada pilihan bagi mereka selain merebutnya dengan cara paksa. Maka diperintahkanlah Afonso de Albuquerque, seorang Panglima armada laut Portugis yang paling terkenal kala itu. Dengan kekuatan penuh, dia berlayar menuju India pada tahun 1503. Lihat, Ibid
[3] Lihat, Prof. Dr. Slamet Mulyana, Runtuhnya Kerjaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, Yogyakarta, LkiS, 2005, hal. 114
[4] Lihat, The Suma Oriental of Tome Pires, An Account of The East, From The Red Sea To Japan, Written In Malacca And India In 1512-1515, And The Book of Francisco Rodrigues, Rutter of A Voyage In The Red Sea, Nautical Rules, Almanack And Maps, Written And Drawn In The East Before 1515, Translated from The Portuguse MS in the Bibliotheque de la Chambre de Diputes, Paris, and Edit by Armando Cortesao, Volume I, (London: Printed For The Hakluyt Society, 1994), hal. 188