Mozaik Peradaban Islam

Kisah Nabi Ibrahim AS (4): Kelahiran dan Masa Kecil (2)

in Sejarah

Last updated on July 12th, 2020 11:52 am

Ahli nujum Raja Namrud meramalkan, “Akan ada seorang anak laki-laki yang lahir di kota itu (Babilonia) bernama Ibrahim. Dia akan menolak agamamu dan menghancurkan berhala yang kau sembah.”

Foto ilustrasi: Kathy Haley/Pinterest

Menurut riwayat dari Ibnu Katsir, ayah kandung Ibrahim bernama Tarikh. Adapun silsilah lengkapnya adalah sebagai berikut: Ibrahim bin Tarikh bin Nahur bin Sarouhg bin Raghu bin Phaligh bin Aher bin Saleh bin Arfghshand bin Sam bin Nuh.[1]

Pada usianya yang ke-70 tahun, Tarikh dikaruniai tiga orang putra yang bernama Ibrahim, Nahor (Nohour), dan Haran. Haran memiliki anak bernama Luth (Nabi Luth as), yang kelak akan menjadi pendukung Ibrahim dalam dakwahnya. Haran meninggal semasa ayahnya masih hidup di tanah kelahiran mereka di tanah Kaldea (al-Kaldanien), yang juga dikenal sebagai Babilonia.[2]

Menurut riwayat dari Ibnu Katsir, beberapa tradisi mengisahkan bahwa ayah kandung Ibrahim wafat sebelum Ibrahim lahir ke dunia. Setelah itu Ibrahim diasuh oleh pamannya yang kemudian dia panggil dengan sebutan “ayah”. Orang inilah yang kemudian dikenal dengan nama Azar.

Dia bukan hanya penyembah berhala biasa, tapi sosok yang secara total menolak Allah, dan dengan tangannya sendiri membuat berhala-berhala (untuk menjadi sesembahan lain selain Allah swt). Dalam lingkungan keluarga seperti inilah Ibrahim tumbuh dan dibesarkan. [3]

Kelahiran Ibrahim

Tentang masa kelahirannya, at-Tabari mengisahkan berdasarkan riwayat dari Ibnu Ishak, bahwa sebelum masa kelahiran Ibrahim, para ahli nujum Raja Namrud meramalkan, “Akan ada seorang anak laki-laki yang lahir di kota itu (Babilonia) bernama Ibrahim. Dia akan menolak agamamu dan menghancurkan berhala yang kau sembah pada bulan ke sekian dan tahun ke sekian.”[4]

Mendengar ramalan ini, Namrud panik. Maka pada bulan dan tahun yang dimaksud, Namrud memerintahkan agar semua perempuan yang hamil ditahan sampai mereka melahirkan bayinya. Bila bayi tersebut laki-laki, maka dia akan dibunuh.

Pada saat itu, tanpa diketahui oleh Azar, ternyata istrinya – yang ketika itu adalah seorang perempuan muda – juga sedang mengandung. Tapi disebabkan kondisi kandungan tersebut tidak terlalu terlihat, maka sang istri pun tidak memberitahu suaminya tentang kondisinya.

Dan ketika waktu melahirkannya sudah terasa dekat, istri Azar pun pergi pada malam hari ke sebuah goa yang terletak di dekat rumahnya dan melahirkan di sana. Bayi ini, tidak lain adalah Nabi Ibrahim as.[5]

Sampai pada titik ini kita dapat melihat, bahwa riwayat yang disampaikan oleh at-Tabari dari jalur Ibnu Ishak ini agak berbeda dengan yang disampaikan oleh Ibnu Katsir. Jika Ibnu Katsir, sebagaimana telah disebutkan di atas, secara tidak langsung menyebutkan bahwa suami dari ibunda Ibrahim adalah Tarikh bin Nahur, maka at-Tabari secara terang menyebutkan bahwa suami dari ibunda Ibrahim adalah Azar.

Dan jika kita asumsikan bahwa riwayat dari Ibnu Katsir benar, bahwa Azar adalah paman Ibrahim, maka dalam riwayat at-Tabari pun tidak dijelaskan bagaimana ibunda Ibrahim ini dapat menjadi istri Azar. Jadi, dari sejak awal at-Tabari hanya menyebutkan bahwa ibunda Ibrahim adalah istri Azar, tanpa ada keterangan lebih lanjut.

Demikianlah perbedaan versi riwayat dari dua sejarawan besar tersebut. Sekarang mari kita lanjutkan kembali riwayat dari at-Tabari.

Setelah membereskan pesalinannya, sang ibu merawat keperluan Ibrahim. Ketika semua keperluannya dirasa cukup, sang ibu pun pergi meninggalkan Ibrahim sendiri di dalam goa, kemudian menutup goa tersebut agar tidak diketahui orang.

Keesokan harinya, ibunya datang kembali ke goa, dan melihat bayinya ternyata masih hidup. Kemudian dia segera menyusui serta memenuhi semua kebutuhan sang bayi, lalu kembali lagi ke rumahnya. [6]

Setelah itu, setiap hari sang ibu secara rutin berkunjung ke goa tersebut untuk memenuhi kebutuhan putranya. Dan kegiatan ini tidak diketahui suaminya hingga tiba waktunya Namrud mengumumkan bahwa ramalan para ahli nujumnya ternyata salah, dan semua wanita yang hamil tidak lagi diburu.[7]

Pada riwayat lain dikisahkan, bahwa ketika istrinya hamil, Azar sebenarnya juga mengetahui. Dan ketika istrinya sudah melahirkan, Azar pun bertanya pada istrinya tentang nasib kandungannya. Istrinya menjawab bahwa anak yang dilahirkannya telah meninggal.

Azar pun mempercayainya, dan tidak mengungkitnya lagi. Setelah itu, istri Azar tetap melakukan rutinitasnya pergi ke dalam goa untuk merawat putranya tanpa diketahui suaminya.[8]  

Adapun Ibrahim, dia tumbuh secara menakjubkan. Menurut riwayat Tabari, pertumbuhan Ibrahim dalam sehari seperti sebulan, dan sebulan seperti setahun. Sehingga total lama waktu Nabi Ibrahim di dalam goa hanya selama 15 bulan. Pada usia itulah – untuk pertama kalinya – Ibrahim meminta kepada ibunya agar membawanya keluar goa untuk melihat dunia.[9]

Pada waktu itu adalah malam hari. Ibrahim memandangi dunia sekitarnya sambil merenung. Kemudian dia berkata, “Sesungguhnya, Dia yang menciptakanku, memeliharaku, memberiku makan, dan memberiku minum, adalah Tuhanku. Aku tidak memiliki tuhan selain Dia.”[10]

Ibrahim pun terus mengamati dunia yang baru dilihatnya. Kemudian dia menunjuk salah satu bintang yang menyala di angkasa, lalu berkata, “Inilah Tuhanku.” Kemudian matanya terus menatap bintang tersebut, hingga akhirnya bintang itu pun tenggelam. Menyaksikan ini, Ibrahim kemudian berkata, “Aku tidak suka yang tenggelam.”[11]

“Kemudian tatkala dia melihat sebuah bulan terbit dia berkata: ‘Ini­lah Tuhanku.’ Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: ‘Sesung­guhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.’.” (QS al-An’am [6]: 77)

Dalam Tafsir al-Mishbah, M. Quraish Shihab menjelaskan, bahwa agaknya beliau saat itu menunjuk ke bintang Kejora atau Venus yang disembah kaumnya itu. Apalagi bintang itu merupakan bintang yang paling indah dan cemerlang, sehingga menarik perhatian siapa yang mengarahkan pandangannya ke langit.

Bintang ini terkadang muncul sebelum matahari terbit lalu tenggelam setelah terbitnya matahari, dan terkadang juga menampakkan diri setelah terbenamnya matahari. Pada paruh kedua malam-malam bulan Qamariah, yakni 18-19 dan 20, bintang tersebut pasti dapat terlihat ketika matahari tenggelam, kemudian setelah satu jam atau dua jam, ia pun tenggelam, dan ketika itu atau beberapa saat sesudahnya, bulan akan terlihat dan ia pun tenggelam.[12] (AL)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Ibnu Katsir, Qisas Al-Anbiya, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Muhammad Mustapha Geme’ah (Darussalam: Riyadh, e-book version), Chapter 5, Prophet Ibrahim (Abraham).

[2] Ibid

[3] Ibid

[4] Lihat, The History of al-Tabari (Ta’rikh al-rusul wa’l-muluk), VOLUME II, Prophets and Patriarchs, translated and annotated by William M. Brinner, University of California, Berkeley, State University of New York Press, 1987, hal. 50

[5] Ibid, hal. 51

[6] Ibid

[7] Ibid, hal. 52

[8] Ibid

[9] Ibid

[10] Ibid

[11] Lihat, QS. al-An’am: 77

[12] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 4, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)., hal. 165

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*