Kisah Uzair: Orang yang Dianggap “Anak Allah” Oleh Kaum Yahudi (1)

in Studi Islam

Last updated on June 29th, 2019 10:00 am

Menurut Ibnu Katsir, berdasarkan riwayat dari Ishak bin Basyar menceritakan, Said, dari Abu Arubah, dari Qatadah, dari Al Hasan, dari Abdullah bin Salam, bahwa Uzair adalah seorang hamba yang diwafatkan Allah SWT selama seratus tahun, dan kemudian dibangkitkan kembali oleh-Nya. Kisah ini, disebut dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 259.


Gambar ilustrasi. Sumber: cc-ca.org

 

Dalam Alquran, ada setidaknya dua orang yang pernah disebut sebagai “anak Allah”, yaitu Nabi Isa as., dan Uzair. Tentang Nabi Isa, Allah SWT menjelaskannya cukup panjang lebar, mulai dari masa sebelum kelahirannya sampai masa berakhirnya dakwah beliau. Sedangkan sosok Uzair, namanya hanya sekali disebutkan, yaitu pada QS. At-Taubah: 30. Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu putra Allah ’ dan orang Nasrani berkata: ‘Al-Masih itu putra Allah’. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah mengutuk mereka; bagaimana mereka sampai berpaling.

Menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, Uzair adalah salah seorang ulama Yahudi. Beliau termasuk tawanan yang dibebaskan oleh Kursy Raja Persia dan diperbolehkan kembali ke Yerusalem pada tahun 451 SM. Uzair adalah tokoh agamawan Yahudi yang berhasil menghimpun kembali kitab suci Yahudi setelah sebelumnya lenyap. Karena kedudukannya itulah sehingga orang-orang Yahudi menamainya — pada mulanya sebagai penghormatan – “anak Allah”, kemudian ini berkembang sehingga akhirnya dipercaya oleh sementara mereka sebagai anak Allah dalam pengertian hakiki. Walaupun kepercayaan itu hanya dianut oleh sebagian mereka, tetapi karena sebagian yang lain tidak membantah atau meluruskannya, maka mereka semua dianggap menyetujui keyakinan sesat itu.[1]

Tulisan ini berusaha menelusuri kemungkinan kisah yang menyelebungi sosok kontroversial tersebut. Serta bagaimana prosesnya sehingga dia mendapat predikat kontroversial, sebagai “anak Allah”?

Tentang kenabian Uzair

Ibnu Katsir, dalam tafsirnya mengatakan, berdasarkan riwayat dari Al Hafidz Abu Qasim bin Asakir mengemukakan, dia (Uzair) adalah Aziz bin Jarwah. Ada juga yang mengatakan, bahwa dia adalah Ibnu Suraiq bin Adiya bin Darzana bin Ura bin Taqi bin Asbu bin Fanhash bin Adzar bin Harun bin Imran. Juga ada yang berpendapat bahwa dia adalah Uzair bin Sarukha. Dalam beberapa atsar disebut bahwa makamnya terdapat di Damaskus.[2]

Kemudian diceritakan melalui jalur Abu Qasim Al Baghawi dari Dawud bin Amr, dari Hibban bin Ali, dari Muhammad bin Kuraib, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, sebagai hadist marfu. Dia menyebutkan, “Aku tidak mengetahui, apakah Uzair itu dibaiat atau tidak. Dan aku juga tidak mengetahui, apakah dia itu seorang nabi atau bukan.”[3]

Selanjutnya, diriwayatkan melalui jalan Ishak bin Basyar, dengan status matruk, dari Juwaibir dan Muqatil, dari Al Dhahak, dari Ibnu Abbas, “Bahwa Uzair termasuk salah seorang yang ditawan Bukhtanashar,[4] yang ketika itu masih muda. Dan setelah memasuki usia empat puluh tahun, Allah SWT memberinya hikmah.” Lebih lanjut Abbas mengemukakan, bahwasanya tidak ada yang lebih hafal dan mengerti kitab Taurat dari dirinya. Dan dia juga yang termasuk disebut namanya bersama nama para Nabi, lalu Allah SWT menghapusnya dari daftar itu ketika dia bertanya tentang takdir.[5]

Masih menurut Ibnu Katsir, berdasarkan riwayat dari Ishak bin Basyar menceritakan, Said, dari Abu Arubah, dari Qatadah, dari Al Hasan, dari Abdullah bin Salam, bahwa Uzair adalah seorang hamba yang diwafatkan Allah SWT selama seratus tahun, dan kemudian dibangkitkan kembali oleh-Nya. Kisah ini, disebut dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 259.

Allah SWT berfirman:

“Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: ‘Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?’, maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: ‘Berapa lama hamu tinggal di sini ?’ Ia menjawab: ‘Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari.’ Allah berfirman: ‘Sebenarnya kamu tinggal di sini selama seratns tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum berubah; dan lihatlah kepada keledaimu itu (yang telah menjadi tulang-belulang): Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang-belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.’ Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata: ‘Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.'” (QS. al-Baqarah: 259)

Umumnya kaum salaf dan kaum khalaf berpendapat bahwa Uzair adalah pahlawan dalam kisah yang diceritakan oleh Allah SWT dalam ayat di atas. Dikatakan bahwa Uzair adalah seorang Nabi dari nabi-nabi Bani Israil. Dia-lah yang menjaga Taurat, lalu terjadilah peristiwa yang sangat mengagumkan padanya. Allah SWT telah mematikannya selama seratus tahun kemudian dia dibangkitkan kembali. Selama Uzair tidur satu abad penuh, terjadilah peperangan yang didalangi oleh Bukhtansar dimana dia membakar Taurat. Tidak ada sesuatu pun yang tersisa kecuali yang dijaga oleh kaum lelaki. Mukjizat yang terjadi pada Nabi Uzair adalah sumber fitnah yang luar biasa di tengah kaumnya. (AL)

Bersambung…

Catatan kaki:


[1] Lihat, M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. 5 (Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2005), hal. 576

[2] Lihat, Ibnu Katsir, Kisah Para Nabi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), hal 592

[3] Kemudian hal yang sama juga diriwayatkan dari hadits Mumil bin Al Hasan, dari Muhammad Ishak Al Sajzi, dari Abudarrazak, dari Muammar, dari Ibnu Abi Dzib, dari Said Al Maqbari, dari Abu Hurairah, juga sebagai hadist Marfu. lihat, Ibid

[4] Bukhtanashar adalah nama Arab dari Nabukhatnezar II. Dia adalah penguasa Babilonia yang hidup antara tahun 630-562 SM. Sejarah mencatat, Nabukhatnezar II pernah menaklukan Yehuda dan Yerusalem serta mengirim orang-orang Yahudi kepembuangan. Oleh rakyatnya dia dijuluki sebagai “Nabukhatnezar Agung”.

[5] Namun riwayat yang terakhir ini menurut Ibnu Katsir statusnya dhaif, munqathi, dan munkar. Lihat, Ibnu Katsir, Op Cit

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*