Masjid As-Sahaba: Masjid Tertua Ketiga di Muka Bumi (3)

in Monumental

Satu-satunya fitur yang menunjukkan bahwa masjid ini berasal dari zaman sebelum Rasulullah Saw hijrah adalah posisi masjid yang menghadap ke arah Yerusalem, bukan Makkah

Gambar ilustrasi. Sumber: oceansbridge.com

Dari riwayat Tabari dikisahkan bahwa, para sahabat yang hijrah ke Habasyah, berangkat dari Makkah dengan mengendap-endap. Ada yang menggunakan unta dan ada juga yang berjalan kaki. Dari Kota Makkah mereka menuju ke pelabuhan yang bernama al-Shuaybah (sekarah Jeddah). Kemudian di pelabuhan tersebut mereka menumpang kapal dagang yang akan berangkat ke Habasyah dengan harga setengah dinar.[1] Adapun di Habasyah, diperkirakan mereka berlabuh di pelabuhan Massawa, tempat Masjid As-Sahaba sekarang berdiri.

Peta ilustrasi perjalanan hijrah pertama kaum Muslimin. Sumber gambar: sejarahrasulullah.com

Menurut Ibnu Hisyam, para sahabat yang berangkat ke Habsyah tersebut terdiri dari dua gelombang. Berdasarkan catatan Ibnu Ishaq, gelombang pertama yang pergi hijrah ke Habasyah adalah sepuluh orang.[2] Mereka adalah sebagai berikut:[3]

1.       Utsman bin Affan bin Abu Al-Ash bin Umaiyah beserta istrinya, Ruqayyah binti Rasulullah Saw.

2.       Hudzaifah bin Utbah bin Rabiah bin Abdu Syams beserta istrinya yang bernama Sahlah binti Suhail bin Amr. Di Habasyah, Sahlah melahirkan anak yang bernama Muhammad bin Hudzaifah.

3.       Az-Zubair bin Al-Awwam bin Khuwailid bin Asad.

4.       Mushab bin Umair bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Abduddaar.

5.   Abdurrahman bin Auf bin Abdu Manaf bin Abd bin Al-Harits bin Zuhrah.

6.   Abu Salamah bin Abdul Usd bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum beserta istrinya yang bernama Ummu Salamah binti Abu Umaiyyah bin Al-Mughirah.[4]

7.   Utsman bin Madz’un bin Habib bin Wahab bin Hudzafah bin Jumah.

8.   Amir bin Rabi’ah, dia hijrah bersama istrinya, Laila binti Abu Hatsmah bin Hudzafah bin Ghanim bin Abdullah bin Auf bin Ubaid bin Uwaij bin Adi bin Ka’ab.

9.   Abu Sabrah bin Abu Ruhm bin Abdul Uzza bin Abu Qais bin Abdu Wudd. Konon ada yang mengatakan yang hijrah dari Bani Amir bin Luai ialah Abu Hathib bin Amr bin Abdu Syams bin Abdu Wudd. Konon, dialah orang yang pertama kali tiba di Habasyah.

10.   Suhail bin Baidha yang tidak lain adalah Suhail bin Wahb bin Rabi’ah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al-Harts.

Dengan kata lain, bila ditambah dengan Muslimah yang ikut, sebenarnya jumlah total sahabat yang hijrah para gelombang pertama ini adalah 14 orang. Ibnu Hisyam berkata, “Mereka dipimpin Utsman bin Madzun seperti dikatakan sebagian orang berilmu kepadaku.”[5]

Setelah gelombang pertama tersebut, tak lama kemudian menyusullah rombongan kedua kaum Muslimin yang dipimpin oleh Jakfar bin Abu Thalib. Ibnu Ishaq berkata, “Jadi total kaum Muslimin yang menyusul ke Habasyah dan berhijrah kepadanya – selain anak-anak yang mereka bawa hijrah atau lahir di Habasyah – ialah delapan puluh tiga orang laki-laki, jika Ammar bin Yasir ditambahkan ke dalam jumlah tersebut, namun dia diragukan ikut hijrah ke sana.”[6]  

Adapun terkait riwayat bagaimana kondisi kaum Muslimin selama di Habasyah, umumnya dikisahkan oleh Ummu Salamah. Dari beberapa riwayat yang beliau sampaikan, tidak dikisahkan secara persis, apakah pada waktu itu mereka sempat membangun sebuah masjid di Habasyah atau tidak. Tapi beliau mengatakan bahwa di Habasyah mereka mendapat keluasaan dan ketentraman dalam menjalankan ibadah. Hingga satu waktu, datanglah dua orang utusan kaum kafir Quraisy untuk mengganggu mereka.

Ibnu Ishaq berkata bahwa Muhammad bin Muslim Az-Zuhri berkata kepadaku dari Abu Bakr bin Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam Al-Makhzumi dari Ummu Salamah binti Abu Umaiyyah bin Al-Mughirah, istri Rasulullah Saw yang berkata, “Ketika kami tiba di Habasyah, An-Najasyi menyambut kami dengan sambutan yang baik sekali. Kami merasa aman terhadap agama kami, dan bisa beribadah kepada Allah SWT tanpa mendapatkan penyiksaan dan mendengar kata-kata yang tidak kami sukai.[7]

Hal ini didengar orang-orang Quraisy. Mereka mengadakan rapat kemudian sepakat mengirim dua orang yang berpendirian kuat untuk menemui An-Najasyi guna membahas permasalahan kami, dan memberi hadiah-hadiah untuk An-Najasyi yang diambilkan dari kekayaan Makkah. Aneh sekali, di antara hadiah tersebut terdapat kulit. Orang-orang Quraisy mengumpulkan kulit yang banyak sekali, dan mereka menyiapkan hadiah untuk setiap Batrix (penasehat).[8]

Barang-barang tersebut dibawa Abdullah bin Abu Rabiah dan Amr bin Al-Ash, dan diperintahkan keduanya mengerjakan persis seperti yang mereka perintahkan. Mereka berkata kepada keduanya, ‘Berikan hadiah ini kepada semua Batrix sebelum kalian berdua berbicara dengan An-Najasyi tentang kaum Muhajirin. Serahkan hadiah-hadiah ini kepada An-Najasyi, kemudian mintalah An-Najasyi menyerahkan kaum Muhajirin kepada kalian berdua sebelum An-Najasyi berbicara dengan mereka’.”[9]

Ummu Salamah berkata, “Kedua utusan Quraisy berangkat dari Makkah dan tiba di An-Najasyi. Kami semua berada di rumah yang nyaman dan tetangga yang baik. Tidak ada seorang pun dari Batrix melainkan keduanya memberikan hadiah kepadanya sebelum berbicara kepada An-Najasyi. Keduanya berkata kepada setiap orang dari para Batrix, ‘Sesungguhnya telah menyusup ke negeri raja anak-anak muda yang tidak waras. Mereka meninggalkan agama kaumnya, dan tidak masuk ke dalam agama kalian. Mereka membawa agama baru yang tidak kami kenal dan kalian pun tidak mengenalnya. Tokoh-tokoh kaum Quraisy telah mengutus kami kepada kalian untuk mengembalikan mereka kepada kaumnya. Jika kami berbicara kepada raja kalian tentang orang-orang tersebut, hendaklah kalian menyuruhnya menyerahkan mereka kepada kami dan agar dia tidak berbicara dengan mereka, karena kaum mereka lebih paham apa yang mereka katakan, dan lebih mengerti apa yang mereka cela.’ Para Batrix berkata kepada keduanya, ‘Ya’.”[10]

Maka demikianlah cara orang-orang Quraisy itu masuk dan berhasil menghadap An-Najasyi. Lalu terjadilah perdebatan yang cukup alot antar utusan Kaum Quraisy tersebut dengan An-Najasyi dan Kaum Muslimin yang diwakili oleh Jakfar bin Abu Thalib. Alhasil, dari percakapan tersebut, An-Najasyi memutuskan untuk melindungi kaum Muslimin dan menjamin mereka dalam menjagaannya. Dengan demikian, kandaslah upaya kaum kafir Quraisy mengagalkan dakwah kaum Muslimin.[11] Mereka pun terus tinggal di Habasyah dalam keadaan damai dan terlindungi.

Merujuk pada sejarah, lama waktu kaum Muslimin di Habasyah ini sulit dipastikan tepatnya. Tapi besar kemungkinan mencapai beberapa tahun. Sebab beberapa di antara mereka ada yang ikut hijrah bersama Rasulullah Saw ke Madinah pada tahun 622 M, dan ada juga sebagian lagi yang baru kembali setelah penaklukan benteng Khaibar pada tahun 7 H/629 M. Di antara mereka yang kembali belakangan ini adalah Jakfar bin Abu Thalib.[12]

Melihat dari lamanya waktu kaum Muslimin menetap di Habasyah, tidak menutup kemungkinan bahwa mereka sempat membangun sebuah masjid di wilayah Habasyah. Terlebih mereka mendapat dukungan dari penguasa wilayah tersebut. Akan tetapi ini hanya sebuah hipotesis yang masih bisa diperdebatkan secara ilmiah.

Satu-satunya fitur yang menunjukkan bahwa masjid ini berasal dari zaman sebelum Rasulullah Saw hijrah adalah posisi masjid yang menghadap ke arah Yerusalem, bukan Makkah.[13] Selain itu, belum ditemukan sebuah prasasti atau naskah kuno yang bisa menjadi landasan otentik untuk memastikan waktu dibangunnya Masjid As-Sahaba.

Meski begitu, masyarakat setempat percaya bahwa masjid tersebut dibangun oleh para sahabat Nabi ketika mereka tiba di Habsyah. Ini sebabnya masjid tersebut diberi nama Masjid As-Sahaba. Wallahualam.. (AL)

Selesai

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Lihat, The History of al-Tabari (Ta’rikh al-rusul wa’l-muluk), VOLUME VI, Muhammad at Mecca, translated and annotated by W. Montgomery Watt, (USA: State University of New York Press, 1988, hal. 99

[2] Menurut Tabari, ada beberapa perbedaan informasi mengenai berapa orang tepatnya yang berangkat pada gelombang pertama ini. Sebagian ada yang menyebutkan 11 orang laki-laki dan empat orang perempuan. Lihat, Ibid

[3] Lihat, Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, (Danjl Fikr: Beirut 1415 H./1994 M), hal. 243-244

[4] Kelak, Abu Salamah wafat setelah peristiwa Perang Uhud. Ummu Salamah kemudian dinikahi oleh Rasulullah Saw. Sejak itu Ummu Salamah dikenal sebagai Ummul Mukminin.

[5] Ibid

[6] Ibid, hal. 250

[7] Ibid, hal. 254

[8] Ibid

[9] Ibid

[10] Ibid

[11] Ibid, hal. 254-256

[12] Ibid, hal. 746-

[13] Lihat, as-Sahaba Mosque, https://madainproject.com/as_sahaba_mosque_(massawa), diakses 24 Juli 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*