Masjid Uqba bin Nafi dinyatakan oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia yang harus dilindungi. Salah satu alasannya, karena masjid ini memiliki otentisitas karya dari abad 9 M yang nyaris tidak mengalami perubahan signifikan. Adapun menara masjid ini dinilai sebagai menara tertua yang masih berdiri di dunia.
Masjid Uqba bin Nafi berdiri di atas areal seluas 9000 meter persegi. Sekarang lokasinya terletak di sebelah Timur laut Kota Kairouan (distrik Medina, Tunisia). Awalnya, masjid ini adalah pusat dari segala kegiatan masyarakat di kota ini. Lalu seiring berjalannya waktu, pemukiman masyarakat meluas ke arah selatan atau bagian pedalaman, dan Masjid Uqba bin Nafi pun menjadi seakan bergeser ke pinggir. [1]
Masjid Uqba bin Nafi dinyatakan oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia yang harus dilindungi. Salah satu alasannya, karena masjid ini memiliki otentisitas karya dari abad 9 M yang nyaris tidak mengalami perubahan signifikan. Konstruksi masjid yang sekarang kita lihat, sebagian besarnya hasil pembangunan yang dilakukan pada era pemerintahan Dinasti Aghlibiyyah.[2]
Setelah sempat dihancurkan oleh Suku Barber pada tahun 690 M – atau 20 tahun setelah dibangun oleh Uqbah bin Nafi – Masjid Uqbah bin Nafi mengalami rekonstruksi besar-besaran pada era pemerintahan Ziyadallah yang ketika itu menjabat sebagai gubernur Aghlibiyyah di Kairoun periode 817-838. Meski begitu, penghancuran yang dilakukan oleh masyarakan Barber kala itu masih menyisakan mihrab masjid yang dibangun oleh Uqbah bin Nafi. Oleh Ziyadallah, mihrab itu tetap dipertahankan. Dia bahkan meletakkan sebuah kuba di atas mihrab tersebut untuk menandai keutamaan situs tersebut. Konstruksi ini tetap dilestarikan oleh para penerusnya. [3]
Masjid Uqbah bin Nafi berbentuk persegi panjang, dengan panjang tiap sisi berbeda-beda. Panjang sisi di sebelah timurnya 127,60 meter; sisi sebalah barat 12.20 meter; sisi selatan sepanjang 78 meter; dan sisi utara sepanjang 72, 70 meter.[4] Adapun mihrab, terdapat di sisi selatan, yang juga merupakan ruang sholat paling besar. Sedang di tengah dinding sisi utara, terdapat menara yang menjadi menjadi icon masjid ini.
Dari luar, Masjid Uqbah bin Nafi terlihat seperti bentang yang berdiri kokoh. Tebal tembok luar ini 1,90 meter. Di beberapa bagian dinding yang mengelilingi bangunan ini, terdapat penambahan pilar, yang tebalnya mencapai 4,25 meter dari dinding dalam. Pilar-pilar ini berfungsi untuk memperkokoh seluruh struktur bangunan. Secara estetika, pilar-pilar ini menambah kesan megah dari bangunan tersebut.[5]
Berbeda dengan umumnya masjid yang ada saat ini. Konstruksi Masjid Uqbah bin Nafi menempatkan halaman di balik dinding. Sehingga bila dibagi secara umum, masjid ini terdiri dari dua bagian. Yaitu tempat sholat yang memiliki atap, dan halaman. Luas halaman ini sekitar 67 X 52 meter.[6] Halaman tersebut dikelilingi oleh teras yang ditopang dengan tiang-tiang yang membentuk kolom-kolom. Kuat dugaan, desain masjid inilah yang menginsiprasi umumnya masjid yang lahir di Afrika Utara dan Andalusia pada abad pertengahan.
Saat ini, terdapat sembilan pintu masuk ke areal dalam masjid. Enam di antaranya langsung mengakses bagian halaman; sedang tiga lagi langsung mengakses areal dalam masjid (tempat sholat). Seluruh halaman ini ditutupi oleh ubin marmer. Dan menariknya, terdapat mekanisme penyaringan dan penyimpanan air hujan di halaman ini. Dimana seluruh air hujan yang jatuh di halaman akan mengalir ke satu titik, yaitu sumur yang langsung tersambung ke bawah tanah. Sumur ini menampung air hujan, memurnikannya di dalam, agar bisa digunakan kembali. Di samping itu, di halaman ini juga terdapat jam matahari yang berfungsi sebagai penunjuk waktu sholat.[7]
Adapun di bagian interior, ruangan dalam masjid ini dipenuhi oleh tiang-tiang tersusun rapih sehingga seakan membentuk lorong-lorong. Ini bisa dimaklumi, mengingat pada era itu peradaban Islam belum menemukan teknologi untuk membuat ruangan besar tanpa tiang.
Adapun bagian atapnya, berbentuk rata dan ditopang oleh tiang berjarak rapat. Tiang-tiang ini berjenis sama dan diukir dengan rapih di bagian atasnya. Hanya ada dua buah cekungan di atap. Yang satu terletak di atas mihrab, sedang yang lain terletak di pintu masuk dari halaman ke areal sholat. Beberapa pengamat menilai, bahwa konstruksi kubah ini agaknya persis dengan konstruksi kubah di Masjid Kubah Baru Palestina (Dome of Rock). Anggapan ini agaknya tepat, mengingat para konstraktor Bani Umayyah yang merekonstruksi Masjid Uqba bin Nafi, adalah juga mereka yang membuat Masjid Kubah Batu di Palestina.[8]
Dan yang terakhir, yang menjadi mahkota dari keseluruhan bangunan ini, tidak lain adalah menara yang terletak di dinding utara masjid ini. Tidak ada pintu masuk dari bagian luar ke menara ini. Satu-satunya akses masuk yaitu dari pintu bagian dalam. Di dalamnya terdapat 129 anak tangga yang tersusun hingga ke puncak menara. Di sisi-sisi menara terdapat sekurangnya tiga jendela yang tersusun ke atas. Menara ini berbentuk persegi empat sama sisi. Dengan panjang sisi 10, 7 meter dan tingginya mencapai sekitar 32 meter. Saat ini, menara Masjid Uqba bin Nafi dinilai sebagai menara tertua yang masih berdiri di dunia.[9] Pada masa lalu, menara ini berfungsi sebagai tempat mengumandangkan azan, sekaligus sebagai menara pengawas.
Menariknya, dibeberapa bagian dinding menara, terdapat balok-balok batu yang bertulis aksara latin. Kuat dugaan bahwa batu-batu ini dibawa oleh para pekerja yang barasal dari Romawi. Ini sebabnya para ilmuwan memperkirakan tahun pembuatan menara ini sekitar 725 M, atau pada masa rekonstruksi yang dilakukan oleh gubernur Umayyah Bishr bin Safwan sekitar 725 M. Adapun penyempurnaannya baru dilakukan pada masa Dinasti Aghlibiyyah sekitar tahun 836 Masehi.
Pada abad ke sembilan masehi, Kota Kairouan menjadi pusat perkembangan peradaban Islam di Afrika Utara. Kota ini menjadi pusat pembelajaran Islam paling masyur di wilayah barat. Selama periode ini, Masjid Uqba bin Nafi menjadi pusat kegiatan intelektual di Kota Kairouan.
Di bidang ilmu keislaman, Masjid Uqba bin Nafi menjadi pusat pengkajian aliran Mahzab Maliki. Tapi seiring berjalannya waktu, masjid ini juga menjadi tempat pengkajian ilmu-ilmu praktis, seperti asronomi, matematika, kedokteran dan botani. Di sinilah pula nantinya didirikan Universitas Kaurouan yang merupakan universitas pertama di muka bumi. Pendirinya adalah seorang Muslimah bernama Fatimah Al-Fihri.[10] Dari model pendidikan yang berlangsung dalam universitas inilah tradisi intelektual modern yang kita nikmati sekarang berasal. Eammon Gaeron menyebut momentum berdirinya Universitas Kaurouan sebagai titik balik dalam sejarah peradaban Islam dan dunia.[11] (AL)
Selesai
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1]Lihat, Masjid Uqba bin Nafi di Tunisia, https://kontraktorkubahmasjid.com/masjid-uqba-bin-nafi-di-tunisia/, Diakses 18 April 2019
[2] Lihat, Kairouan, http://whc.unesco.org/en/list/499, diakses 18 April 2019
[3] Lihat, https://archnet.org/sites/3763#, Diakses 18 April 2019
[4] Ibid
[5] Lihat. Al-Qayrawan Mosque, http://muslimheritage.com/article/al-qayrawan-mosque, diakses 18 April 2019
[6] Lihat, Peter Harrison, Castles of God: Fortified Religious Building of The World, ed. Boydell, (Woodbridge, 2004), hal. 229
[7] Lihat, Kairouan, http://whc.unesco.org/en/list/499, Op Cit
[8] Lihat. Al-Qayrawan Mosque, http://muslimheritage.com/article/al-qayrawan-mosque, Op Cit
[9] Lihat, Great Mosque of Kairouan, https://www.atlasobscura.com/places/great-mosque-of-kairouan, diakses 18 April 2019
[10] Uraian lebih jauh mengenai sejarah pendirian Universitas Kaurouan oleh Fatimah Al-Fihri, bisa merujuk pada artikel yang pernah diterbitkan redaksi ganaislamika.com. Untuk membacanya bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/fatimah-al-fihri-wanita-muslim-pendiri-universitas-pertama-di-dunia/
[11] Lihat, Eamon Gearon, Turning Points in Middle Eastern History, (Virginia: The Great Courses, 2016), chapter 10.