Masjid Uqba bin Nafi: Monumen Kejayaan Islam di Afrika Utara (1)

in Arsitektur

Last updated on May 4th, 2019 08:34 am

Kawasan Afrika Utara adalah salah satu wilayah yang paling awal menerima pengaruh agama Islam. Wilayah ini pertama kali ditaklukkan oleh Amr bin Ash pada tahun 639 M. Setelah itu, ekspedisi militer kaum Muslim dilanjutkan oleh Uqba bin Nafi. Pada tahun 50 H/ 670 M, Uqba berhasil menguasai Tunisia. Dia kemudian memilih Kairouan sebagai pusat pemerintahannya dan mendirikan masjid yang kemudian dikenal dengan Masjid Uqba bin Nafi.

Masjid Uqba bin Nafi yang terletak di Kota Kairouan, Tunisia. Sumber gambar: wikipedia.org

Masjid Uqbah bin Nafi, terletak di Kota Kairouan, Tunisia. Oleh sebab itu, masjid ini juga banyak dikenal dengan nama Masjid Agung Kairouan. Masjid ini dibangun oleh salah satu sahabat yang bernama Uqbah bin Nafi pada tahun 50 H/ 670 M. Lama proses membangun masjid ini memakan waktu sekitar lima tahun. Konon, usia masjid ini sama dengan usia kota Kairoun sendiri. Masjid ini menjadi menjadi saksi paling awal kebangkitan peradaban Islam di bumi Afrika.

Sejarah penaklukan Afrika

Kawasan Afrika Utara adalah salah satu wilayah yang paling awal menerima pengaruh agama Islam. Menurut catatan sejarah, kawasan ini pertama kali ditaklukkan pada tahun 639 M, atau pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Ketika itu, Umar bin Khattan mengutus Amr bin Ash untuk menaklukan kawasan Palestina. Setelah berhasil menaklukkan Palestina dan sekitarnya, Amr kemudian melanjutkan petualangannya hingga mencapai Mesir.

Pada masa itu, Mesir sedang berada di bawah kekuasaan Romawi yang beribu kota di Alexanderia. Gubernurnya waktu itu bernama Cyrus. Dia menyerah setelah Amr bin Ash tanpa henti menggempur benteng pertahanannya selama 6 bulan. Cyrus pun mengajuan perjanjian damai. Tapi perjanjian ini di tolak oleh Kaisar Heraclitus yang berkuasa di Romawi. Atas penolakan dari kaisar ini, maka Amr bin Ash memutuskan untuk melanjutkan penaklukkan ke Alexanderia.[1]

Sebenarnya, Alexanderia adalah kota pertahanan yang kuat. Posisinya yang terletak di tepi pantai laut Mediterania, menjadikannya mudah untuk mendapat tambahan suplai baik personil maupun logistik. Hanya saja pada saat pasukan Romawi bersiap untuk menghadapi pasukan Amr bin Ash, Heraclitus wafat. Kematiannya telah menggangu moral pasukannya sedemikian rupa. Dan bala bantuan yang semestinya datangpun tidak menepati janjinya.

Sehingga jadilah Alexanderia kehilangan daya, seraya menunggu takdirnya. Setelah menahan kepungan selama enam bulan, akhirnya Alexanderia pun jatuh ke dalam kekuasaan kaum Muslimin. Dan sejak itu, praktis tidak ada lagi kekuatan yang cukup kuat untuk menahan ekspansi pasukan Muslim ke seluruh daratan Afrika Utara.[2]

Setelah yakin seluruh wilayah Mesir sudah ditaklukkan, Amr bin Ash kemudian bertolak terus ke arah barat sejauh 1000 mil, menyisiri panti Mediterania bagian selatan (Afrika) hingga ke Tripoli. Satu persatu kota dia tundukkan tanpa sesuatu halangan yang berarti. Amr kemudian menghentikan laju ekpedisinya di kota Barca (sekarang Libya) dan mendirikan basis kekuatan di sana. Dia lalu menunjukkan Uqba bin Nafi sebagai gubernur di tempat baru tersebur, sementara dia kembali ke Mesir.[3]

Konon, Uqba adalah sosok yang ambisius. Sejak awal dia memang bertekad menaklukkan tanah yang belum pernah dilihat oleh seorang Muslim pun. Dan dia berhasil. Di bawah kepemimpinan Uqba, ekspedisi militer bangsa Arab mangalami kemajuan yang pesat. Satu persatu wilayah ditaklukkan, mulai dari Libya hingga ke Tunisia. Sebelum melanjutnya ekspedisinya, dan untuk memperkuat basis pertahanannya, dia kemudian mendirikan kamp di Kairouan, Tunisia.

Di tempat tersebut dia memerintahkan untuk membangun sejumlah fasilitas publik, termasuk di antaranya adalah Masjid yang diberi nama sesuai dengan namanya, Uqba bin Nafi. Sejak itu, Kairouan berkembang menjadi pemukiman yang ramai. Seperti sebuah oase di tengah Gurun Sahara, Kota Kairouan langsung berhasil menjadi etalase peradaban di benua Afrika.

Menariknya, menurut perhitungan Unesco, Kota Kairouan berada tepat di tengah Tunisia. Jaraknya dari laut sama dengan jaraknya ke gunung. Besar kemungkinan dipilihnya kota ini bukan tanpa sengaja, tapi memang dipilih dengan sebuah perhitungan yang matang. Tapi hanya 20 tahun berselang, Kata Kairouan luluh lantak diserang oleh masyarakat Barber yang merupakan penduduk asli Afrika Utara. Termasuk yang hancur ketika itu adalah masjid Uqba bin Nafi. [4]

Beberapa tahun kemudian, Dinasti Umayyah kembali bisa mengukuhkan kekuasaannya atas wilayah Afrika Utara. Ketika itulah Kota Kairouan kembali dibangun. Pada masa rekonstruksi tersebut, khalifah Dinasti Umayyah, Hisyam Ibnu Malik memerintahkan agar Masjid Uqba bin Nafi diperluasan.

Pada tahun 184 H, Khalifah Harun Al-Rasyid,  berhasil mematenkan kekuasaan Dinasti Abbasiyah di wilayah Afrika Utara. Dia melantik sosok bernama Ibrahim bin al-Aghlab sebagai gubernur yang bertangungjawab atas seluruh wilayah Afrika Utara (Ifriqiyah). Ibrahim kemudian memilih Kota Kairouan sebagaiibu kota pemerintahannya. Untuk menyatakan kesetiaannya pada pemerintahan Harun Al-Rasyid, Ibrahim bin al-Aghlab menamai kota ini dengan Abbasiyah.[5]

Kelak, anak keturunan Ibrahim yang melanjutkan kekuasaan di wilayah ini mendirikan Kesultanan Ifriqiyah yang beribu kota di Kairouan. Mereka berkuasa selama lima abad di kawasan tersebut, dan dikenal juga dengan Dinasti Aghlabiyyah.

Pada era Dinasti Aghlabiyyah, Kota Kairouan mencapai puncak kejayaannya. Kota ini berkembang menjadi pusat kebudayan dan ilmu pengetahuan di kawasan Afrika Utara. Dan yang menjadi pusat segala jenis kegiatan di kota ini tidak lain adalah Masjid Uqba bin Nafi. Pada era inilah Masjid tersebut mengalami penyempurnaan, baik dalam hal konstruksi maupun bentuknya. Masjid Uqba bin Nafi yang kita saksikan pada hari ini, tidak lain adalah peninggalan dari era dinasti ini.[6] (AL)

Bersambung…

Catatan kaki:


[1] Uraian lebih jauh mengenai proses penaklukan Afrika Utara oleh Bangsa Arab, bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/invasi-bangsa-arab-ke-afrika-utara-639-m/

[2] Lihat, Eamon Gearon, Turning Points in Middle Eastern History, (Virginia: The Great Courses, 2016), chapter 3, hal. 20-22

[3] Ibid

[4] Lihat, Kairouan, http://whc.unesco.org/en/list/499m, diakses 18 April 2019

[5] Lihat, Akbar Shah Najeebabadi, The History Of Islam; Volume Two, (Riyadh: Darussalam, 2000), hal. 349

[6] Di sinilah pula nantinya didirikan Universitas Kaurouan yang merupakan universitas pertama di muka bumi. Pendirinya adalah seorang Muslimah bernama Fatimah Al-Fihri. Dari model pendidikan yang berlangsung dalam universitas inilah tradisi intelektual modern yang kita nikmati sekarang berasal. Eammon Gaeron menyebut momentum berdirinya Universitas Kaurouan sebagai titik balik dalam sejarah peradaban Islam dan dunia. Lihat, Eamon Gearon, Op Cit, chapter 10. Uraian lebih jauh mengenai sejarah pendirian Universitas Kaurouan oleh Fatimah Al-Fihri, bisa merujuk pada artikel yang pernah diterbitkan redaksi ganaislamika.com. Untuk membacanya bisa mengakses link berikut: https://ganaislamika.com/fatimah-al-fihri-wanita-muslim-pendiri-universitas-pertama-di-dunia/

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*