Membaca Sirah Nabi Muhammad Lewat Film (1): The Message (1976)

in Lifestyle

Last updated on April 1st, 2019 06:17 am


Mengenal sosok Muhammad Saw. seakan kita dihadapkan pada suatu kemegahan yang tak bertepi. Membacanya, seperti tenggelam dalam samudera kata-kata yang tintanya tak akan pernah kering. Menghayati kehidupannya, serasa ada anomali dengan kehidupan kita sebagai manusia modern. Kemewahan ruhaninya dia tampilkan begitu rupa, kemuliaan akhlaknya memenuhi ruang narasi para pengikut setia.

Oleh: Khairul Imam

(Staf Pengajar di Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) An Nur, Yogyakarta)


Poster film The Message (1976), besutan produser dan direktor kawakan Syiria, Moustapha Akkad. Sumber photo: remaja-muslim.com


Masyarakat Arab telah melintasi perjalanan panjang dalam rentang usia masa. Pergantian dan perubahan zaman telah membuktikan peradaban tua ini tak dapat disangkal menjadi sumber peradaban manusia, terutama sebagai geografik bagi agama-agama besar dunia. Geliat manusia dalam tumbuh dan berkembangnya agama dan keyakinan di sini mampu menggerakkan roda kedinamisan dunia.

Dalam ranah agama samawi, peran wahyu menjadi signifikan karena diyakini merupakan bimbingan Tuhan bagi keberlangsungan keberakalan manusia. Tentunya keberakalan dalam term yang lebih kompleks dan luas yang melibatkan hati yang berpikir (qalbun aqil), bukan sekadar keberpikiran dengan otak tanpa keterlibatan hati.

Agama dalam konteks wahyu Tuhan pun menjelma kesadaran yang menginternal dalam diri manusia. Menjadi pakaian yang harus senantiasa menyertai kemana manusia berada. Ia menjadi sejenis sistem yang mengatur hajat hidup manusia dalam kehidupan hingga kematiannya. Adanya menunjukkan keberadaan makhluk dan pencipta. Ketiadaanya sama halnya ruang gulita tanpa cahaya.

The Message (1976): Film Sebagai Media Dakwah

Mengenal sosok Muhammad Saw. seakan kita dihadapkan pada suatu kemegahan yang tak bertepi. Membacanya, seperti tenggelam dalam samudera kata-kata yang tintanya tak akan pernah kering. Menghayati kehidupannya, serasa ada anomali dengan kehidupan manusia modern. Kemewahan ruhaninya dia tampilkan begitu rupa, kemuliaan akhlaknya memenuhi ruang narasi para pengikut setia.

Sosok yang unggul dalam realitas, bahkan supra realitas, namun tetap bersahaja sebagai manusia biasa. Seperti firman Allah swt., “Katakanlah kepada manusia, sejatinya aku hanyalah manusia biasa seperti kalian, yang diutus Allah untuk mengajarkan apa yang telah diajarkan-Nya kepadaku. Allah mewahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa dan tiada sekutu bagi-Nya.” (QS Al-Kahfi [18]: 110)

Salah satu peran penting dakwah Nabi Muhammad Saw adalah melanjutkan misi ketauhidan warisan Ibrahim as : mengulang kembali monoteisme yang telah dibentangkan sebelumnya. Kehadiran Nabi mengisi ruang kosong utusan Tuhan setelah berabad-abad silam. Demikian paparan sejarah panjang awal kemunculan Islam di tanah Arabia.

Film The Message (1976), besutan produser dan direktor kawakan Syiria, Moustapha Akkad. Rilis pertama kali pada tahun 1976 dalam bahasa Arab dan Inggris, dengan kualitas VHS (Video Home System) yang memiliki resolusi 240 TVL (Television Lines). Kemudian pada tahun 2015 berhasil direstorasi oleh putranya, Malek Akkad, dalam format HD (High Devinition).

Untuk memudahkan masyarakat Barat dalam memahami realitas Islam yang sesungguhnya, maka dibuatlah dua versi bahasa Arab dan Inggris. Versi bahasa Inggris berhasil meraih nominasi Oscar kategori Best Original Score. Dibintangi oleh Anthony Quinn sebagai Hamzah, paman Nabi, dan Irene Papas yang memerankan Hindun, wanita yang sangat memusuhi Nabi, yang kemudian masuk Islam.


Moustapha Akkad, tengah, bersama aktor-aktor utama film The Message: Abdallah Gheith, kiri, dan Anthony Quinn, kanan. Sumber gambar: thenational.ae

Film ini tidak berlangsung kronologis, kecuali sekadar dibuka dengan narator yang menjelaskan tentang kondisi bangsa Arab saat itu. Tetapi lebih menitikberatkan misi diutusnya Nabi Muhammad Saw. sebagai rasul Allah SWT. Akkad bertekad untuk mewujudkan film sebagai jembatan pemahaman antara Islam dan Barat.

Tepat pada tahun 1974, dia mulai mengumpulkan pundi-pundi dana dari Timur Tengah. Sepertinya Akkad telah berhasil mengungkap detail sejarah Nabi, meski dia menyadari bahwa dirinya akan mendapat hujan kritik dari berbagai kalangan Islam. Naskah itu sebelumnya diperiksa halaman demi halaman oleh para ulama di Kairo. Nama nabi akhirnya dihapus dari judul aslinya—Mohammad, Messenger of God—dan diganti dengan judul The Message. Tak hanya itu, bahkan kehadiran film ini dikaitkan dengan peristiwa kekerasan yang terjadi di Washington DC.[1]

Dia pun memulai langkahnya dengan berhati hati. Tampak pada plot awal dia membubuhkan penjelasan bahwa para ulama dan sejarawan Universitas Al-Azhar, Kairo, dan Kongres Islam Syiah di Lebanon telah menyetujui akurasi dan ketepatan film. Akkad juga tidak abai untuk mengimbuhi ungkapan dedikasi dan penghormatan terhadap hadis Nabi bahwa penggambaran Nabi merupakan sebentuk penentangan atas pesan spiritualnya. Sehingga sosok Nabi Muhammad Saw. tidak akan muncul dalam rupa visual. Unggahan kalimat pembuka semacam ini sebagai permakluman agar para penonton dapat memahami sedari awal di mana posisi Nabi dalam setting film ini.

Kontroversi memuncak ketika film telah beredar. Para ulama Kairo yang awalnya menyetujui naskah pengambilan gambar menarik dukungan mereka dan menyebut film yang telah selesai, yang dirilis pada tahun 1976, sebagai penghinaan terhadap Islam. Reaksi ini pun meluas dengan larangan pemutaran film tersebut di beberapa negara.



Moustapha “berusaha untuk menyampaikan pesan cinta dan perdamaian, namun dia menghadapi pertentangan dan kontroversi seperti itu,” kata putra sutradara itu. Photo: Moustapha Akkad dengan putranya, Malek, di lokasi syuting di Libya. Sumber: thenational.ae

Inilah yang menjadi tantangan besar Moustapha Akkad, bagaimana menghadirkan Nabi tanpa memvisualkan. Penonton tidak akan melihat sosoknya, bahkan bayangannya sekalipun. Dalam hal ini, Akkad cukup cerdas menyiasati hal ini dengan ketika karakter lain berbicara kepada kamera, hingga seakan-akan dia tengah berbincang kepada Nabi Muhammad Saw. Termasuk saat beliau menerima wahyu, maka karakter lain yang menjadi sahabatnya mencoba mengulangi kata-katanya. Walaupun dia tak bisa menghindari untuk tidak memvisualkan para sahabat Nabi Saw, seperti tokoh Hamzah, Abu Thalib, Amar bin Yasir, dan lain sebagainya. Dan ini tentunya mengundang kontroversi yang tak berkesudahan.

Sebagaimana jamak diketahui, visualisasi Nabi Muhammad Saw. mengandung unsur keharaman yang lebih kuat. Ini ditunjukkan dengan sejumlah fatwa dan ijmak para ulama. Seperti disebutkan oleh Syekh Atiyah Saqar tentang larangan meniru para nabi dalam akting maupun dalam lukisan. Hal ini disebabkan akting atau lukisan tersebut tidak mungkin mutlak menyerupai sosok yang sebenarnya. Menurutnya, hal ini akan melukai perasaan sosok yang diserupakan, terlebih ketika ia tidak mampu menampilkan dengan sebaik aslinya, terutama sosok para nabi dan sahabat dengan berdasarkan QS. Al-Ahzab [33]:58.[2]


Putra Akkad, Malek, telah dengan susah payah memulihkan film itu dalam format 4K resolusi super-tinggi dan, akhirnya, memenangkan anugerah film Mena-wide yang tidak dapat dicapai pada tahun 1976. Sumber photo:
Youtube

Terlepas dari sisi kontroversi, film ini mampu memperkenalkan Islam di dunia Barat. Banyak kalangan Barat yang sebelumnya tidak mengetahui Islam menjadi tahu tentang agama ini. Banyak di antara mereka hanya mengenal nama Muhammad, tanpa tahu siapa sebenarnya di balik nama itu, akhirnya menjadi tahu dan mengenalnya. Seperti saat adegan Raja Abbisinia mengintrogasi para pengikut Nabi di bawah ancaman kematian, mereka mengatakan bahwa Muhammad mengajarkan kita untuk menyembah satu Tuhan, berbicara kebenaran, mencintai tetangga kita seperti diri kita sendiri, dan lain sebagainya.

Berikut trailer film The Message versi HD hasil restorasi
Malek Akkad, putra Moustapha Akkad:

Sumber video: Youtube

Bersambung…

Catatan kaki:


[1] Pada 1977, anggota dan simpatisan Hanafi Movement sebuah kelompok Muslim nasionalis kulit hitam militan menyerbu beberapa gedung di Washington, D.C. Mereka menyandera dan membunuh dua orang selama tiga hari pengepungan. Tuntutan gerakan ini termasuk di antaranya melarang perederan film The Message yang mereka anggap tidak sopan dan etis dalam penggambaran para sahabat Nabi saw. https://www.npr.org/sections/parallels/2016/08/07/485234999/40-years-on-a-controversial-film-on-islams-origins-is-now-a-classic

[2] Syeikh Athiyah Saqr, Mausu’ah  Ahsanul Kalam fi al-Fatawa wal Ahkam (Kairo: Maktabah Wahbah, 2011), juz, II, hlm. 421-422 G

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*