Pasukan Salib Merebut Yerusalem (9)

in Sejarah

Last updated on February 12th, 2019 01:44 pm

Pidato Paus Urban II di hadapan umat Kristen di Clermont, Prancis, segera mendapat sambutan yang luas dari masyarakat Kristen di Eropa. Segera mereka menyusun barisan untuk menyerang Yerusalem. Tapi di tengah persiapan tersebut, ada beberapa kontingen yang bergerak sendiri, tidak terlatih dan tidak terorganisir. Mereka melakukan pembantaian terhadap umat Yahudi di perjalanan, dan melahirkan tragedi kemanusian paling mengerikan dalam sejarah anti-semitisme Eropa.

 

 

Pada 27 November 1095 M, Paus Urban II berpidato di hadapan umat Kristen di Clermont, Prancis. Sebagaimana sudah diulas sebelumnya, pidato tersebut berhasil menyihir seluruh Eropa dengan aroma perjuangan suci.[1] Tak ada satupun intrupsi. Semua lapisan masyarakat, mulai dari ningrat hingga rakyat biasa bersepakat merebut kembali tanah suci. Dan kota suci yang dimaksud tidak lain adalah Yerusalem.

Tapi yang jauh lebih penting dari itu, pidato tersebut menjadi momentum bagi para elit untuk menyatukan kembali Eropa. Dimana sejak runtuhnya Kerajaan Carolingian dan wafatnya Charlemagne pada abad ke 9 M, baru kali ini mereka kembali menemukan satu visi dan landasan nilai yang cukup kuat untuk kembali mengikat mereka secara utuh. Dan implementasi pertama nilai tersebut adalah misi membebaskan kota suci Yerusalem dari kekuasaan kaum Muslimin.

Pesan yang disampaikan Paus Urban II tersebut, secara perlahan merambati seluruh Eropa, dan mendapat simpati luas dari masyarakat. Hanya dibutuhkan waktu setahun – atau pada 1096 – gelombang pertama tentara Salib sudah bergerak menuju timur. Mereka berjumlah sekitar 5.000 ksatria dan sebanyak 30.000 prajurit. Sebagian besar orang Prancis atau Norman, meskipun ada juga kontingen Italia selatan dan Jerman.[2]

Hanya saja, kontingen pertama ini bergerak secara sporadis dan tidak terorganisir dengan baik. Kelompok yang disebut sebagai “tentara salib rakyat” (People’s Crusade) ini dipimpin oleh seorang bangsawan yang terkenal kejam, bernama Count Emicho. Dalam perjalannya ke Yerusalem, kelompok ini melakukan tindakan yang menggores luka di catatan sejarah Eropa. Ketika mereka melewati Rhineland (kawasan Jerman modern), kelompok ini menyerang penduduk Yahudi setempat, hingga menewaskan ratusan hingga ribuan orang. [3]

 

Rute perjalanan Pasukan Salib I menuju Yerusalem. Sumber gambar: The Deadliest Blogger – WordPress.com

 

Serangan-serangan ini pertama kali terjadi di Speyer dan kemudian terus meningkat keganasannya di Worms, Mainz, dan Cologne (lihat peta). Orang Yahudi di kota-kota tersebut berlarian memohon perlindungan pada gereja lokal. Tapi usaha mereka sia-sia. Mereka diburu habis-habisan. Setelah ditemukan, mereka dipaksa untuk pindah agama atau mati. Menanggapi tuntutan ini, tidak sedikit dari orang-orang Yahudi yang lebih memilih bunuh diri, atau bahkan membunuh anak-anak mereka sendiri daripada harus memilih pindah agama.[4] Tindakan ini sebenarnya sudah berusaha dihentikan oleh para anggota gereja lokal, tapi kekerasan terus berlangsung. Peristiwa ini pada akhirnya menimbulkan kemarahan dan menyebakan krisis besar dalam hubungan Yahudi-Kristen di kemudian hari.[5]

 

Lukisan yang mengilustrasikan tragedi pembantaian di kota Worms. Sumber gambar: www.newhistorian.com

 

Di masa selanjutnya, tragedi Rhineland ditandai sebagai titik balik dalam hubungan Yahudi-Kristen dan dianggap salah satu insiden terpenting dalam sejarah anti-semitisme Eropa. Ada yang menyebut kelompok ini memiliki paham fundamentalisme yang ekstrim, dimana mereka menganggap semua kelompok di luar keyakinan mereka sebagai kelompok yang layak diperangi.[6] Tapi ada juga yang menilai bahwa insiden Rhineland terjadi karena didorong oleh tuntutan ekonomi tentara Salib. Dimana kelompok ini umumnya terdiri dari rakyat jelata dan miskin secara ekonomi. Penduduk Rhineland sendiri adalah penduduk yang kaya, dengan taraf ekonomi cukup tinggi. Pembantaian ini mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan melengkapi logistik mereka dalam perang suci menuju Yerusalem.[7]

Terlepas dari semua kemungkinan tersebut, bisa dikatakan, kelompok pertama ini bukan hanya tidak terorganisir, tapi juga tidak memiliki visi yang benar tentang tujuan keberangkatan mereka.[8] Setelah puas melakukan pembantaian, kelompok pertama Tentara Salib ini bergerak ke Hungaria, di mana mereka akhirnya dikalahkan oleh raja Hungaria dan menderita kerugian besar. Sebagaimana akhirnya sejarah mencatat, tidak satupun dari kelompok ini yang berhasil mencapai Yerusalem. Sebagian menganggap hal itu terjadi karena kutukan atas tindakan mereka di Rhineland. Count Emicho, yang mungkin tidak sepenuhnya berpartisipasi dalam tiap aksi pembantaian, melarikan diri dan kembali ke rumah dengan perasaan tercela.[9]

Disamping kelompok yang dipimpin oleh Count Emicho, ada juga kontingan pertama lainnya – dengan komposisi yang sama, terdiri dari masyarakat biasa yang tidak terorganisir (People’s Crusade). Kontingan ini adalah salah satu yang paling terkenal dalam sejarah. Mereka dipimpin oleh seorang pengkhotbah populer yang luar biasa, Peter the Hermit, dan rekannya Walter Sansavoir.[10] Mereka memiliki motivasi religius yang murni untuk melakukan perang suci. Hanya sayangnya – sama dengan kontingan yang dipimpin oleh Count Emicho – mereka tidak terorganisir dan tidak disiplin.

Kontingen ini mencapai Bizantium pada tahun 1096, dan diterima oleh Kaisar Alexius dengan ramah. Alexius menjamu tamunya ini dengan baik, dan menasehati agat bersabar menunggu kontingen lainnya dari berbagai penjuru Eropa. Mereka semua akan dikumpulkan di Bizantium untuk bersama-sama melakukan serangan umum ke Yerusalem. Karena bagaimanapun, musuh yang mereka hadapi kali ini bukan main-main. Mereka adalah adidaya dunia pada masanya. Untuk mengalahkan mereka tidak hanya butuh tekad, tapi juga persatuan dan organisasi yang disiplin.

Tapi alih-alih mematuhi petuah Alexius, pasukan yang tidak terorganisir ini secara tak terduga bergerak sendiri menyeberangi Selat Bosporus dan menantang kekuatan Saljuk yang menguasai wilayah tersebut. Tak kuasa menghadapi pasukan Saljuk, Peter kembali ke Konstantinopel untuk memohon bantuan pada Alexius. Tapi itu semua terlambat. Ketika ditinggalkan oleh Peter, pasukannya disergap di Cibotus dan semuanya dimusnahkan oleh Tentara Saljuk.[11] Mendengar pasukan yang dibawanya sudah musnah, Peter tidak memiliki pilihan selain menunggu pasukan utama yang sedang berderap dari berbagai penjuru Eropa menuju Bizantium.[12] (AL)

 

Bersambung…

Pasukan Salib Merebut Yerusalem (10)

Sebelumnya:

Pasukan Salib Merebut Yerusalem (8)

Catatan kaki:

[1] Untuk salah satu edisi pidato Paus Urban II, Lihat, https://www.donparrish.com/EssayPopeUrban.html, diakses 25 Desember 2018

[2] Lihat, Eamonn Gaeron, “Turning Points in Middle Eastern History”, USA, The Teaching Company, 2016, Hal., hal. 113

[3] Lihat. https://www.history.com/topics/middle-ages/crusades#section_2, diakses 2 Januari 2019

[4] Lihat, Preparations for the Crusade, https://www.britannica.com/event/Crusades/Preparations-for-the-Crusade, diakses 12 Januari 2019

[5]  Lihat. https://www.history.com/topics/middle-ages/crusades#section_2, Op Cit

[6] Lihat, https://www.newhistorian.com/anti-semitic-massacre-kills-800-jews-worms/6502/, diakses 12 Januari 2018

[7] Lihat, Vilna Connection: Origins of The Jews of Lithuania, https://lemarsh.files.wordpress.com/2013/08/memory-vilna-connection-origins-of-the-jews-of-lithuania.pdf, diakses 12 Januari 2019

[8] Lihat, Eamonn Gaeron, Op Cit

[9] Lihat, Lihat, Preparations for the Crusade, https://www.britannica.com/event/Crusades/Preparations-for-the-Crusade, Op Cit

[10] Ibid

[11] Ibid

[12] Lihat, Peter the Hermit, https://www.britannica.com/biography/Peter-the-Hermit, diakses 12 Januari 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*